Kaipang Greenhope

Kamis 20-10-2022,08:10 WIB
Reporter : admin
Editor : admin

Oleh: Dahlan Iskan "Kebersihan adalah tanggungjawab kita bersama". Tidak otomatis lokasi di sekitar seruan itu bersih. Justru tidak jelas siapa yang harus bertanggungjawab. "Kebersihan adalah tanggung jawab bagian kebersihan. Kepala bagiannya bernama Kliwon". Jelas siapa yang harus dipecat: Kliwon. "Sampah plastik membahayakan kita bersama". Maka semua orang justru tidak merasa terancam bahaya. "Plastik sudah mulai masuk dan merusak paru-paru Anda". Barulah Anda tergerak. Setidaknya Anda mulai bertanya: benarkah? Mana mungkin? Jawabnya, Anda pun sudah tahu: benar! Sudah beredar luas di media, plastik sudah mulai masuk paru-paru manusia. Bentuknya microplastics. Yakni plastik yang sudah cuil menjadi sangat kecil: berukuran antara 1 mikrometer sampai 3 milimeter. Kalau pun Anda belum percaya masuklah ke Google. Lihat sendiri penemuan-penemuan ahli yang melakukan riset soal ini. Bahaya plastik itu Senin lalu jadi salah satu topik bahasan. Yakni ketika para pengusaha yang terkait dengan ''Gerakan 4 R'' berkumpul di Greenhope Cikupa. Greenhope sendiri hari itu meresmikan perluasan pabrik bioplastic. Yakni pabrik plastik dengan bahan baku utama singkong. Dari singkong diambil sari patinya. Lalu, melalui formula Greenhope, menjadi biji plastik bio. Biji plastik bio itu bisa diproses menjadi apa saja: kantong plastik, bungkus tisu, kemasan makanan dan polybag. Inilah jenis plastik yang bisa kembali menyatu dengan tanah. Beda dengan plastik yang kita kenal; yang baru bisa terurai dalam masa 100 sampai 1.000 tahun. Aktivis anti sampah plastik ikut berkumpul di Greenhope. Ada Doni Monardo yang jadi pelopor menanam 1,5 juta pohon dengan polybag produk Greenhope. Ada Naning Adiwoso, Ketua Plastik Akal Sehat Indonesia yang juga pendiri Asosiasi Toilet Bersih Indonesia. Ada Variati Johan, mantan profesional building material yang jadi Sekjen Pasti. Lalu ada Ahok dan saya, sebagai sesama teman pemilik Greenhope, Tommy Tjiptadjaja dan Sugianto Tandio. Tommy adalah juga pimpinan sekolah politik Ahok (Disway 26 Agustus 2022: Model BTP). Ahok lebih disiplin: sesekali menyemprotkan cairan sanitasi ke tangannya. Juga ke tangan saya. Kami memang duduk di satu sofa. Kami pernah diberi gelar tiga koboi Indonesia. Satunya lagi Bu Susi Pudjiastuti. Yang memberi gelar Najwa Shihab. Saya kaget bertemu Letjen Doni Monardo di situ. Sayakada pinandu lagi. Ia terlihat jauh lebih muda dan ganteng. Terutama dibanding ketika Doni berumah di kantor BNPB di zaman Covid-19 dulu. Saya pelototi wajahnya: lebih segar dan rileks. Bukan hanya itu. Tapi apa lagi ya yang membuat ia lebih kelihatan muda. Ia merasa kalau lagi saya observasi. Lalu nyeletuk. "Karena ini pak," ujarnya sambil mengusap rambutnya. Benar. Kini rambutnya tebal. Hitam. Tidak terlihat lagi rambut tipisnya yang nyaris botak di bagian depan kepalanya. Doni ikut bicara di forum itu. Sehari penuh mereka membicarakan ''Gerakan 4 R'' di Greenhope. Anda sudah tahu apa itu 4 R: reduce, re-use, recycle, return to earth. Greenhope mengambil peran di reduce: memproduksi barang ramah lingkungan yang bisa menggantikan fungsi plastik. Harganya memang masih lebih mahal. Tapi mereka yang sangat peduli sudah mulai menggunakannya. Juga untuk ekspor. Pabrik kertas di Subang juga mulai bergerak ke sana: mendesain produk kertas yang akan bisa menggantikan fungsi bubble plastik. Yakni plastik pembungkus barang agar lebih aman. Anda sering iseng dengan bubble plastik –memijit-mijitnya, sampai pecah. Waktu ke pabrik kertas itu, bulan lalu, saya dipameri jenis kertas yang sudah dicacah tapi masih dalam bentuk lembaran dan bisa digulung. Kalau lembaran kertas itu ditarik barulah berubah bentuk. Bisa mengamankan barang yang dibungkus. Mungkin fungsi styrofoam yang masih sulit dicarikan pilihan penggantinya yang ramah lingkungan. Anda yang mungkin tahu harus bagaimana. Salah satu yang hadir di Greenhope itu adalah Willyam Wiranda dari Surabaya. Juga anak muda, kini 41 tahun. Willyam pilih bergerak di R kedua: recycle. Ia punya pabrik penampung sampah plastik terbesar di Indonesia. Lokasinya di dekat pabrik bumbu masak Miwon di Driyorejo. Ia menampung 2.800 ton sampah plastik sebulan. Ketika saya puji kesuksesannya Willyam merendah. "Saya ini hanya kaipang, pak," katanya. Anda sudah tahu apa itu kaipang. Saya sudah tahu sejak muda, ketika kecanduan nonton film serial Sin Tiaw Hiap Lu. Kaipang adalah pemulung atau pengemis. Tapi kaipang itu fisiknya saja yang kumal dan kumuh. Kependekaran wushunya tetap kelas sambo. Willyam juga salah satu pendekar: pendekar 4-R Indonesia. Sampai di pabrik Willyam sampah plastik itu dicacah oleh mesin cacah. Lalu dicuci. Dikeringkan. Diproses jadi bijih plastik. Dijual. Atau ia olah sendiri jadi produk jadi. Misalnya untuk kantong sampah berwarna hitam itu. Willyam terjun ke sampah meneruskan usaha mertuanya. Ia melakukan modernisasi usaha itu. Sebagai sarjana manajemen Ubaya (Universitas Surabaya) ia ubah usaha sampah informal Sang mertua jadi perusahaan berbentuk PT. Awalnya Willyam bekerja di bank. Di bagian corporate. Di bank itu ia berkenalan dengan seorang gadis. Pacaran. Serius. Ketika Willyam melamar, ia tahu pacarnya itu 4 bersaudara, perempuan semua. "Lamaran saya diterima. Tapi dengan syarat. Saya harus meneruskan usaha beliau. Jadilah saya bergabung ke partai kaipang mertua," ujar Willyam. Ternyata di tengah para perusak seperti Sambo, gas air mata Kanjuruhan, dan narkoba Teddy Minahasa, kita masih punya pahlawan-pahlawan lingkungan untuk masa depan bumi. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait