<strong>diswaysuylsel.com, MAKASSAR</strong> -- Pimpinan maupun ketua <a href="https://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=507:peran-partai-politik-dalam-penyelenggaraan-pemilu-yang-aspiratif-dan-demokratis&catid=100&Itemid=180">partai politik</a> (Parpol) sedianya berpotensi mendapatkan elektoral tinggi. Kenyataannya, ada yang terbilang rendah di Sulsel. Hal itu terungkap berdasarkan hasil riset PT Indeks Politica Indonesia (IPI) baru-baru ini. Termuat dari riset tersebut, delapan nama figur potensial di <a href="https://diswaysulsel.com/menakar-potensi-ias-maju-jalur-independen-di-pilgub-sulsel/">Pilgub Sulsel</a>. Tiga antaranya merupakan ketua parpol di Sulsel, namun menempati posisi terendah. Melihat hal tersebut, pengamat politik dari Unhas, Andi Ali Armunanto menyatakan, ada beberapa variabel mempengaruhi rendahnya elektoral ketua parpol. Misalnya, untuk menjadi ketua parpol tidak memiliki kaitan dengan elektoral. Ketua parpol yang dilihat hanya kemampuan manajerial, sementara elektabilitas tidak berkaitan dengan manajerial. Kemudian penyebab lain, ketua parpol yang bersangkutan tidak terlalu piawai mengelola para kader. Sehingga mesin parpol tidak berjalan maksimal untuk menyosialisasikan ketua parpol di masyarakat. "Salah satu penyebab rendahnya elektabilitas ketua partai, saya rasa karena tidak bekerjanya partai secara maksimal dalam menyosialisasikan ketua partai. Artinya ada persoalan di institusionalisasi partai," katanya. Menurut Ali, partai tidak mampu secara maksimal mengakar juga penyebab tidak tenarnya ketua parpol. "Begitu juga informasi yang berasal dari partai tidak secara baik tersalur ke masyarakat, karena saluran-saluran komunikasinya tidak menyentuh ke akar rumput," sambungnya. Menurut dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unhas itu, berbeda dengan figur bukan pimpinan partai yang mampu memanfaatkan jejaring sosial hingga akar rumput. Serta mengoptimalkan ekspose di media massa maupun sosial media untuk bersosialisasi ke masyarakat. Menurut Ali, pola tersebut dalam praktiknya jauh lebih efektif meningkatkan elektabilitas seseorang dibandingkan mesin parpol. Itu terbukti terhadap figur-figur potensial berstatus bukan pemimpin parpol untuk Pilgub Sulsel. Di antaranya, Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman. Kemudian Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto atau Danny Pomanto, Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan dan mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin (IAS). "Karena ketua partai saya rasa dalam pandangan saya, tidak memperhatikan akses-akses lain selain mesin partai. Sementara Andi Sudirman, IAS, Adnan, Danny lebih banyak memanfaatkan media sosial dan jejaring sosial dalam proses itu," urainya. "Sehingga kemudian mereka lebih mudah terkenal dan mudah di masyarakat. Berbeda dengan pimpinan partai yang hanya berputar putar di dalam partai. Ini yang menyebabkan elektabilitas kalah," tukasnya. Sebelumnya, Direktur PT IPI Suwadi Idris Amir mengatakan, survei peta kekuatan figur di Pilgub 2024 Sulsel tersebut berjalan pada 28 November sampai 5 Desember 2022. Jumlah sampel sebanyak 1.220 responden, dengan tingkat kepercayaan 95 persen. (*) Penulis: Akbar NQ
Mesin Lemah Biang Elektoral Ketua Parpol Rendah
Senin 02-01-2023,12:10 WIB
Editor : admin
Kategori :