<!-- wp:paragraph --> <p>Oleh: Dahlan Iskan</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>DISWAY -- RAKYAT masih bicara kenaikan harga, politisi sudah bicara kenaikan suara. Pakistan contoh paling nyata saat ini –di samping Sri Lanka.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Karena kenaikan harga-harga menggila krisis politik ikut serta. Lebih gila. Usaha apa pun kini dilakukan Perdana Menteri Imran Khan: agar tetap bertahan di kekuasaan.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Pun setelah Mahkamah Agung di sana memutuskan: agar DPR kembali bersidang. Waktunya pun sudah diputuskan oleh lembaga hukum tertinggi Pakistan: paling lambat Sabtu pagi jam 10.30.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Acara sidang pleno DPR itu mestinya hanya satu: oposisi mengajukan mosi tidak percaya pada Perdana Menteri Imran Khan. Lalu dilakukan pemungutan suara. Kalau yang mendukung oposisi lebih dari 171 suara, perdana menteri harus turun takhta.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>DPR pun taat: Ketua DPR membuka sidang tepat pukul 10.30. Acara pertama: pembacaan ayat-ayat Quran –ini prosedur tetap di negara Islam Pakistan. Acara berikutnya masih prosedur tetap: pembacaan doa.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Ketua DPR lantas menambahkan satu acara: memanjatkan doa bersama untuk seorang mantan anggota DPR yang meninggal dunia.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Almarhumah jadi anggota DPR untuk memenuhi kuota keterwakilan wanita. Yakni dari partai PPP yang oposisi –partai almarhumah Benazir Bhutto.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Tambahan acara ini bisa diterima –toh yang didoakan tokoh oposisi.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Setelah doa selesai, pihak oposisi berharap pemungutan suara langsung dilakukan. Malam sebelumnya tokoh-tokoh oposisi memang sudah menghubungi partai pemerintah. Mereka masih komit untuk taat pada putusan Mahkamah Agung.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Rakyat sudah menunggu jalannya penghitungan suara. Balkon atas di ruang sidang itu penuh dengan tokoh-tokoh politik. Termasuk seorang wanita cantik berumur 49 tahun: Reham Khan. Dia ini "Istri 10 bulan" Imran Khan. Kawin bulan Januari 2015, cerai Oktober 2015.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Mereka itu menonton datangnya detik-detik terakhir kekuasaan Imran Khan.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Hasil pemungutan suara itu sebenarnya hanya formalitas. Sebelum pemungutan suara pun, secara kasat mata sudah bisa dilihat: Imran akan lengser. Suara yang menghendaki Imran lengser sudah bisa dihitung dari balkon.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Dari balkon itu bisa dilihat. Bangku untuk oposisi lebih penuh dari biasanya. Di ruang sidang itu bangku-bangku untuk oposisi memang terpisah dari bangku untuk yang pro-pemerintah.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Hari itu terlihat jelas bangku oposisi berisi lebih meluap dari seharusnya. Sebanyak 20 anggota DPR dari PTI (partai pemerintah) ikut duduk di bangku oposisi.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Mereka itulah yang dinilai sebagai pengkhianat partai. Mereka sudah dirayu untuk pulang kandang.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Tapi, ternyata, tidak ada satu pun dari pembelot itu yang ''masuk angin''. Kalau toh ada satu yang tidak terlihat, itu bukan akibat ''serangan fajar'', tapi karena sakit.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Ketua DPR tentu bisa melihat sendiri kenyataan itu –dari meja pimpinan sidang. Ada pemungutan suara atau tidak ia sudah tahu: hasilnya akan sama. Tinggal ia, sebagai pimpinan sidang, menyatakan acara pemungutan suara dimulai.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Ia tidak mau memulai. Ia merasa sudah taat memulai sidang pada hari itu pukul 10.30. Tapi Mahkamah Agung tidak menetapkan kapan pemungutan suara harus dilakukan.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Ketua DPR justru berbicara panjang lebar: bahwa lahirnya mosi tidak percaya itu karena campur tangan Amerika ke dalam politik dalam negeri Pakistan. "Kita ini negara berdaulat. Kita harus bicarakan dulu soal intervensi ini," ujarnya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Maka ruang sidang pun gaduh. Pengunjung yang duduk di balkon juga ikut gaduh. Janda Imran juga terlihat sewot.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Reham memang anti mantan suami. Itu sudah sejak Imran menyatakan ingin masuk ke politik dan ingin menjadi perdana menteri.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Bahkan di masa kampanye, ketika Reham sudah 4 tahun menjanda, dia menerbitkan buku (2018). Isinya Anda sudah tahu: mengungkap sisi buruk Imran. Toh Imran terpilih sebagai perdana menteri.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Reham kawin dengan Imran setelah 10 tahun jomblo. Suami pertamanyi adalah Ejaz Rahman. Mereka bercerai di tahun 2005 setelah memiliki 3 anak. Ketika pertama kawin, Reham berumur 19 tahun. Dia lulusan Ali Jinnah Collage di Kota Peshawar.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Ayahnyi memang orang dari provinsi Khyber-Pakhtunkhwa yang beribu kota di Peshawar. Dia juga gadis suku Pashtun. Provinsi yang berbatasan dengan Afghanistan ini memang banyak dihuni penduduk Pashtun.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Sang ayah merantau ke Libya dan kawin di sana. Karena itu Reham lahir di Libya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Setelah bicara panjang, Ketua DPR lantas minta Menteri Luar Negeri Shah Mahmood Qureshi untuk menjelaskan tentang intervensi asing itu –Vladimir Putin ikut mengecam Amerika soal Pakistan.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Qureshi bicara sangat panjang. Seperti sengaja mengulur waktu. Alokasi waktu tidak banyak. Apalagi ini bulan puasa.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Wakil oposisi juga diberi waktu pidato. Bergantian dengan wakil partai pemerintah. Banyak sekali yang pidato. Yang dari pemerintah pasti: pidatonya panjang.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Di Amerika, taktik mengukur waktu di sidang DPR seperti itu disebut ''taktik filibuster''. Anda bisa buka Google apa itu taktik filibuster. Seingat saya: taktik kuat-kuatan duduk di ruang sidang, kuat-kuatan bicara, dan kuat-kuatan mendengar.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Seingat saya, pembicara terlama di sidang DPRD Amerika –sengaja panjang sebagai taktik mengulur waktu– adalah tujuh hari. Itu pidato satu orang.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Sampai jadwal sidang selesai, pidatonya belum selesai. Disambung keesokan harinya. Lalu besoknya lagi. Dan besoknya lagi.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Taktik mengukur waktu itu biasanya dilakukan oleh kelompok yang kalah suara tipis. Putusan yang akan diambil dianggap sangat berbahaya bagi demokrasi –tapi disukai oleh mayoritas.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Di Amerika kini lagi disiapkan RUU Anti-Filibuster. Tapi RUU seperti itu akan berhadapan dengan ''kebebasan berbicara'' yang menjadi hak warga negara –apalagi wakil rakyat.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Mungkin Imran Khan akan mempraktikkan taktik filibuster di Pakistan. Untuk kali yang pertama. Saya pun kalah: tidak sabar menunggu akhir dari sidang itu. Saya harus menulis naskah ini saat ini juga –masa bodoh dengan sidang pleno DPR di sana.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Sebenarnya saya sedang menyiapkan bahan tulisan tentang dokter Terawan: mengapa ia tenang-tenang saja. Senyum-senyum saja. Tapi sidang DPR di Pakistan membuat saya tersenyum lebih lama –sampai sepanjang saya menulis naskah ini. (*)</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:heading --> <h2></h2> <!-- /wp:heading -->
Taktik Filibuster
Senin 11-04-2022,08:00 WIB
Editor : admin
Kategori :