IKN Sarung

Minggu 08-05-2022,07:59 WIB
Reporter : admin
Editor : admin

<!-- wp:paragraph --> <p>Oleh Dahlan Iskan</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p><strong>TENTU</strong> saya juga ke Titik Nol. Di IKN. Yang kini jadi tujuan wisata baru.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Saya juga ke sebuah bukit yang lebih tinggi: tempat Presiden Jokowi bermalam di tenda saat itu: Minggu 13 Maret 2022.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Tentu tenda presiden itu sudah tidak ada. Demikian juga tenda pendamping. Trap-trap untuk naik ke bukit itu pun sudah mulai rusak: dimakan hujan.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Trap itu memang dibuat sangat sementara. Hanya tanah yang dibuat bertangga-tangga. Diberi sedikit kerikil. Diganjal papan kayu. Trap seperti itu memang khas lokal. Murah. Mudah. Juga mudah rusak. Bukan trap beton.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Saya tapaki trap rusak itu. Naik dan naik. Sambil menghitungnya: 67 anak tangga. Ngos-ngosan.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Setelah tangga paling atas itulah tempat Presiden Jokowi bermalam. Yakni di lokasi yang diratakan. Untuk dipasangi tenda.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Lokasi di depan tenda juga diratakan: untuk Presiden duduk-duduk di sore hari. Dengan hanya mengenakan sarung. Yang fotonya mungkin ikut Anda koleksi. Yang di sekitar foto terlihat seperti hutan.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Saya ikut bersantai sebentar di situ. Di bekas lokasi pembuatan foto santai itu. Tidak ada lagi kursi presiden. Saya duduk di lantai. Di tanah. Di atas batu-batu kecil yang sudah mulai bercampur tanah. Sambil meredakan jantung yang berdetak lebih tinggi dari bukit itu.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Yang masih terlihat di sekitarnya&nbsp; adalah kamar-kamar mandi dan toilet. Semua semi darurat. Yang dibuat tepencar. Ada yang untuk Presiden. Ada pula yang untuk beberapa menteri yang ikut bermalam di situ.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Dari tempat Presiden duduk itu pemandangannya memang indah. Presiden Jokowi tentu memandang jauh ke depan sana. Yang lembahnya membentang hijau nan luas. Yang ada bayangan bukit-bukit kecil nun di jauh sana. Seluas Kaltim memang tidak punya gunung. Satu pun.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Saya tidak bermalam di sini. Bahkan tidak sampai 10 menit di situ.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Matahari sudah kian tinggi. Sudah waktunya saya ke Titik Nol. Jaraknya hanya sekitar 3 menit bermobil dari Bukit Sarung Jokowi.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Saya tidak mendahulukan&nbsp;langsung ke Titik Nol karena sengaja: untuk menunggu matahari. Agar sama tinggi dengan ketika Titik Nol itu diresmikan: Senin 14 Maret 2022.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Saya ingin merasakan cuaca saat itu. Di ketinggian matahari yang sama. Semenyengat apa panasnya. Kok sampai ada gubernur yang pingsan.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Ternyata panasnya memang khas kawasan itu. Masih seperti panas di sekitar Balikpapan zaman dulu. Seperti panasnya cabai rawit. Khas panas matahari di hutan sekitar Balikpapan. Yang saya akrab dengan panas seperti itu di masa muda lalu.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Saya benci panas jenis ini. Yang membuat saya kangen Jawa. Surabaya memang lebih panas dari Jakarta. Tapi di lokasi ini panasnya seperti sengaja matahari diturunkan sepertiga lebih renda.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Maka saya maklum kalau di acara waktu itu salah satu dari 34 gubernur yang hadir sampai pingsan. Panas ini, kalau dicek di temperatur mungkin hanya 32, tapi serasa 49.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Para calon penghuni IKN sudah harus terbiasa dengan panas jenis ini. Itulah sebabnya IKN juga harus membangun hutan baru: yang rimbunnya bisa menyerap sebagian panas jenis itu.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Hutan yang sekarang tidak memadai. Yang pohon-pohonnya lurus daunnya jarang.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Titik Nol ini berada di tebing sebuah bukit pendek. Ukuran bukitnya hanya 30. Itu pun bukan di bagian putingnya. Posisi puting itu sendiri sudah diratakan. Sudah jadi lapangan kecil yang bisa untuk parkir sekitar 30 kendaraan.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Mobil saya juga diparkir di situ. Lalu kami menuruni 41 anak tangga permanen. Itulah anak tangga ke plaza kecil di tebing itu. Saya membuat video di situ: untuk IG. Ada tulisan besar TITIK NOL. Yang ikonic. Bisa jadi latar belakang foto.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Di tebing antara plaza dan lapangan parkir itulah bibit-bibit&nbsp; pohon baru ditanam. Yang melakukannya para gubernur se Indonesia. Dengan jenis tanaman berbeda. Sesuai dengan keunggulan daerah masing-masing.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Saya tidak mendaki ke tebing itu: takut mengganggu tanaman baru yang masih sensi. Akibatnya saya tidak tahu: gubernur mana, menanam apa, di sebelah siapa.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Dengan tidak mendekat saya justru bersyukur: tidak perlu tahu apakah&nbsp; ada tanaman yang mati. Atau yang tumbuh malas-malasan. Saya tidak bisa membayangkan besarnya isu politik yang akan muncul: kalau yang mati itu yang ditanam oleh gubernur yang lagi dicintai sekaligus dibenci.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Menurut pengamatan saya, dari jauh, semua bibit itu tumbuh dengan baik. Beberapa di antaranya masih dilindungi jaring hitam untuk mengurangi sengatan matahari IKN.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Dari kejauhan itu saya melihat mayoritas seperti tanaman durian. Atau itu hanya halu saya saja. Yang sudah sebulan tidak punya kesempatan makan durian. Dan baru kemarin, ketika di Singapura ini, saya makan durian.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Hemmm, durian! Akan ada durian IKN dari Jambi. Kalau tidak salah.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Penanda Titik Nol itu sendiri, Anda sudah tahu: patok beton di tengah plaza kecil. Patok pendek. Tidak sampai setengah meter.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Di plaza inilah, hari itu, seluruh gubernur menyerahkan oleh-oleh khusus kepada Presiden Jokowi: tanah dan air dari provinsi masing-masing. Untuk dicampur ke dalam satu bejana besar. Menjadi oplosan tanah-air Indonesia.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Bejana itu sendiri tidak lagi di plaza itu. Ia sudah dipindahkan ke lokasi sekitar 25 meter dari situ. Sudah ditanam. Dengan penanda seperti beton segi empat. Dua x dua meter. Setinggi setengah meter dari tanah.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Posisi ''tanah-air'' Indonesia itu lebih dekat dari lapangan parkir di puting bukit yang sudah diratakan tadi.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Berarti letak Titik Nol ini dekat sekali dengan jalan raya utama jurusan Samarinda-Banjarmasin. Tidak sampai1 km.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Bukan di sebuah pedalaman yang&nbsp; jauh dari mana-mana.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Sebelum meninggalkan Titik Nol saya pun berpikir: saya juga harus menyumbangkan sesuatu di Titik Nol. Biar pun saya bukan gubernur. Maka saya cari toilet temporer di dekat parkir itu: saya menyumbang air dari bagian tubuh saya yang paling vital di situ. (*)</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Komentar Pilihan Disway*<br>Edisi 7/5: IKN Pasakbumi</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>xiaomi fiveplus<br>yg sy penasaran, pasak bumi ini kan yg dipakai akarnya. letaknya di bawah, bentuknya tidak menarik seperti buah, atau wangi seperti akar jahe. koq orang dulu bisa tahu akar pasak bumi punya khasiat seperti itu?</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Johannes Kitono<br>Tambahan info buat pembaca Disway yang berminat. Tanaman ini juga banyak tumbuh di daerah Lampung. Minuman kopi atau teh yang sudah direndam dengan serbuk akar Pasak Bumi rasanya agak pahit. Dan dikota Pontianak dekat lapangan sepakbola Khatulistiwa tempat jualan souvenir ada juga yang jual serbuk Pasak Bumi. Dengan harga Rp.50 rb bisa dapat sebungkus plastik. Sayang sekali tidak bisa dicoba sebelum membeli. Nanti kalau sudah beli dan diminum dirumah ternyata rasanya tidak pahit malahan sedikit manis.. Itu bisa jadi hanya serbuk gergaji yang direndam dengan gula Jawa. Kenapa anda harus kecewa ? Masak dengan uang Rp.50 ribu saja sudah pengin macho seperti Ariel Noah. ?</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Kali ini IKN Pasak Bumi ( Eurycoma Longifolia ) mendapat kehormatan jadi judul Disway. Tanaman herbal ini tumbuh di Asia Tenggara dan memang mengandung Afrodisiak dan dipercaya bisa meningkatkan meningkatkan Testosteron pria. Khususnya dibagikan akar yang keras dan susah dicabut dari tanah. Ini untuk menggambarkan kekuatan alat vital pria apabila sudah konsumsi minuman baik teh maupun kopi yang diseduh dengan serbuk atau potongan akar Pasak Bumi. Kalau di Malaysia nama tanaman ini disebut Tongkat Ali dan malahan ada kopi dengan merk Kopi Tongkat Ali. Jelas nama Ali untuk menunjukkan maskulin atau jantan. Tidak melambai lambai. Nanti kalau IKN Nusantara sudah terwujud dan akan banyak tanaman Pasak Bumi. Pasti akan ada juga merk Kopi Tongkat Ariel untuk kalangan remaja dan Kopi Tongkat Abah untuk yang lansia. Semoga !!!</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Akagami Shanks<br>Pak dis saya mau minta 1 triliun supaya sering naik pesawat, nanti buat bahan ngecap pas ceramah. Sama beli mobil terbaru buat bahan ngonten di youtube. Insya Allah berkah berlipat-lipat. Bayangkan sambil gebrak-gebrak meja (wkwkwk).</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>DeniK<br>Tantangan fakultas kehutanan Unmul dan UGM. Merekayasa pohon Gaharu agar dalam usia 10 tahun bisa panen. Jangan menunggu negara Thailand atau Malaysia yang menemukan . Ingat getah gaharu kualitas nomer Wahid hanya tumbuh di borneo.dan harganya melebihi harga emas murni per gram nya. Ekspor Gaharu 1 ton sama dengan ekspor minyak goreng puluhan atau bahkan ratusan ton.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Leong putu<br>Semoga saya segera bisa ke Jakarta. Sebelum ibu kota negara pindah. .. Amin….</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Komentator Spesialis<br>Kalau kita bicara mengenai keadilan dan pemerataan pembangunan, idealnya IKN digilir atau dipindah setiap 5 atau 10 tahun sekali seperti PON. Daerah yang ketempatan mendapat giliran jadi IKN akan mendapatkan kucuran dana infrastruktur dalam jumlah besar. Kalau perlu dapat hak siar acara peletakan batu pertama, peresmian dan acara syukuran IKN baru yang bisa dijual untuk menambah pendapatan daerah. Kalau perlu dimungkinkan co host IKN, 2, 3 atau 4 IKN baru secara bersamaan. Ibaratnya kita punya istana presiden sini dan situ. Atau kantor kementriannya yang disebar diantara penyelenggara co host IKN baru.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>bagus aryo sutikno<br>Wartawan ki kalau pingin liburan, cukup bikin tulisan super panjang, lalu order ke redaktur untuk posting bersambung. Selana liburan, doi bisa halal bihalal dan reuni. Jan pinter tenan Senior ki. Met reuni ya Boss. Jangan lupa, kalau migor mendadak jadi 10rb segera bikin breaking news.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Tom Hardy<br>Pasakbumi adalah jenis tanaman herbal yg pnya nama lain tongkat ali. Mungkin jika pasakbumi ditanam di IKN ada harapan sbb: 1. Bisa membantu pria yg tdk subur, harapannya jika ditanam di IKN lahan IKN jadi subur atau malah tambah subur. 2. Meningkatkan energi, harapannya energi berlipat didapat karena IKN dibangun butuh energi ekstra. 3. Bisa turunkan kadar stress, harapannya lingkungan dan habitat IKN menjadi penawar stress terutama pegawai pemerintah yg dipindah dari kota menuju rimba.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>M Gathmir<br>Abah IKN ini apakah ide dari Bu Mega atau minimal menyetujui?, jika ya sudah jelas siapa calon Presiden di 2024 yaitu Prabowo + dr PDIP (JKW, Puan ato Ganjar). Jkw boleh khan nyalon sbg wakil kalo bersedia. :-)</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Hardiyanto Prasetiyo<br>Pasakbumi adalah lambang kekuatan, harapannya jika ditanam di IKN semua stakeholdernya kuat. Bangunannya kuat meskipun berada di tengah hutan, penduduknya jg kuat dan tahan banting meskipun banyak sederet pajak yg diterapkan. Pejabat pelaksana proyeknya pun diharapkan juga kuat imannya karena dana yg dikucurkan jg tdk sedikit.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>edi susanto<br>Saya tidak bermaksud anti dengan ide ini. Saya hanya ingin curhat dikit saat bekerjasama dengan "masyarakat". -Kerjasama diteken. -Lahan kita sewakan. -Bibit kita siapkan dengan janji pembayaran saat panen. -pupuk kita drop duluan, bayar nanti. -pendampingan kita lakukan sepanjang masa tanam. Ndang panen, dijual kepada tengkulak yg menawar hanya sedikit lebih mahal dr kesepakatan yg telah kita buat tandatangani. Parahnya lagi, sebagian besar biaya bibit, pupuk dll. Ga jelas lagi. Ditagih susah. Kalau kita kerasi, kita dimusuhi. Sementara lahan sudah terlanjur disewa bbrp tahun kedepan. Berdekatan dengan lokasi masyarakat tsb. Tidak semua. Tapi ini yg sy alami. Saat mencoba menggagas kemitraan dengan petani. Intinya sangat perlu sekali mengupgrade pola pikir pada sebagian masyarakat untuk berfikir demi kemajuan bersama. Perusahaan mengalami kesulitan untuk bekerjasa dengan "masyarakat". Meski konsep sudah disepakati bersama di depan. Menuntut jalur hukum hanya akan memperkeruh keadaan. Trutama karena saya hanya mencoba bisnis kecil-kecilan. Atau mungkin, saya yang keliru?</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>edi susanto<br>Ada teman saya dengan LSM-nya memperjuangkan lahan hutan menjadi hutan masyarakat adat. Dibagi, perkepala mendapat 1 ha. Berhasil. Kira2 10 tahun kemudian dia kembali ke lokasi itu. Hutan yg telah diserahkan ke masyarakat adat seluas 300ha tsb. Masih nganggur. Malah sang ketua adat menyerahkan kembali ke teman LSM. Untuk dikelola.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Leong putu<br>Hahahaha…. Saya pernah coba, penasaran aja, namun gak terasa ada perbedaan. Terasa getar getar atau greeng greeng pun tidak….. Wkwkwkwk….</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Teguh Wibowo<br>Mitosnya untuk mencabut tanaman pasak bumi harus membelakangi pohonnya..</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Dennika T. G<br>tanam gaharu seribu hektar jadi tidak perlu lagi mengemis sana sini untuk biaya pembangunan ikn.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Ujang Wawa<br>Hemat saya janganlah menanam pasak bumi,nanti gak enak, masa orang asing nanya IKN Indonesia, jawabannya disana yang banyak tanaman pasak bumi, jangan sampai orang lain lebih tau Bali daripada Indonesia, terulang kembali</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Agus Suryono<br>CAGUB DKI NUSWANTORO.. Man JamIno (MJ): Tertarik jadi Cagub DKI..? Mbakyu Santinet (MS): Sangat.. MJ: Apa konsepmu jika menjadi Gubernur DKI MS: Konsep saya.. 1. Tidak boleh lagi ada kampung KUMUH di setiap jalan PROTOKOL di ibukota. Saya tidak ingin kayak jalan jenderal SUDIRMAN yang elit. Tapi di bekakangnya ada gang KUMUH meski tak terlihat dari Sudirman karena ditutupi DEKORASI KOTA yang canggih. 2. Saya tidak ingin susunan jalannya tidak beraturah kayak banyak ibukota LAMA. Bahkan kayak BERLIN sekalipun. Tapi saya ingin kayak kota BONN. Jalan teratur dan penamaan jalan cukup dengan nomor. Dan jaringannya kayak analit. Yang melintang "y". Yang membujur "x". Jika jalannya miring dan atau belak belok, baru boleh diberi nama jalan. Misalnya yang mengikuti kelak kelok sungai dibeti nama: Jalan Ir Joko Widodo. 3. Pinggiran dan BIBIR sungai dibebaskan dari pemukiman. Dan dijadikan TAMAN panjang. Sehingga memjadi DEKORASI kota yang indah. 4. Sungainya dijadikan JALAN ANGKOT dan TRANSOORTASI KOTA.. Agus Suryono (Pemilik hak patent ide di atas. He he.. Berjaga-jaga dan takut dirampok oleh Admin DISWAY. Idenya diserahkan ke NO NAME) 2. MJ:</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Juve Zhang<br>Ada konsep KELIRU dari IKN Nusantara, cukup 5000 Ha saja, toh perumahan Karyawan PNS Kementrian akan memakai sistem Apartemen 20_ 30 lantai, Rumah Tapak. Hanya Menteri, Panglima, Kapolri. Buat apa sampai 200,000 Ha???????, Semakin kecil semakin sedikit ENERGI yang dipakai buat MOBILITAS karyawan. ENERGI itu berbanding lurus dengan luas Area, semakin kecil area semakin sedikit Energi yang digunakan. Konon semua hanya pakai Mobil Listrik, dan Gas sistem pipa. Dan serba digital, toh ijin ijin sudah banyak di daerah propinsi. Hanya Ijin HTI, Tambang ,yg pokok saja oleh Pusat. Buatlah Ibukota Minimalis, Hemat Energi. Jangan kasus Jakarta di Ulang lagi , Macet bertahun-tahun hanya Bakar BBM yg Impor. Trilyunan menguap di Jalanan. Konsep Jakarta tanpa MRT merupakan keliru besar dulu nya. Semoga Perencana IKN sadar ,konsep Minimalis dengan Apartemen 30 lantai akan membuat Hemat Energi Mobilitas Karyawan.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Lukman bin Saleh<br>Setuju sangat. Untung Abah ngingetin. Ini ide cemerlang. Ini peluang bisnis yg sangat gemilang. Pasak bumi Kalimantan. Nanti pasti akan booming spt CPO. Saat ibu kota pindah. Orang2 kaya juga banyak yg pindah. Dan kita semua tau bagaimana kelakuan laki2 kalau sudah kaya…</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>xiaomi fiveplus<br>buat yg belum tahu, jadi sukanto tanoto ini adalah salah satu orang terkaya di indonesia (no 22 di tahun 2020) dan pernah bikin heboh ketika membeli kompleks gedung bekas istana raja ludwig di muenchen.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>*) Diambil dari komentar pembaca http://disway.id</p> <!-- /wp:paragraph -->

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler