Kepemimpinan dan Manajemen Strategik Satpol PP dalam Menata Ketertiban Pedagang Musiman di Kota Palopo

Kepemimpinan dan Manajemen Strategik Satpol PP dalam Menata Ketertiban Pedagang Musiman di Kota Palopo

--

Oleh : Andi Farid Baso Rachim, Mahasiswa Magister Manajemen PPs STIEM Bongaya Makassar

Durian di Kota Palopo tidak hanya menjadi komoditas yang digemari, tetapi juga menimbulkan tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah. Setiap musimnya, trotoar, badan jalan, dan ruang-ruang publik ramai oleh pedagang durian musiman. Kondisi ini berulang saban tahun dan memunculkan masalah ketertiban yang tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Dalam menyikapi fenomena ini, peran Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menjadi sangat krusial. Sebagai lembaga penegak peraturan daerah, Satpol PP dituntut bertindak tegas terhadap pelanggaran ruang publik. Namun, tindakan tegas saja tidak cukup. Dibutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan. Di sinilah kepemimpinan dan manajemen strategik memainkan peran penting.

Manajemen strategik, dalam konteks Satpol PP, bukan sekadar penyusunan jadwal operasi lapangan. Ia mencakup perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan penyesuaian berkelanjutan terhadap strategi yang diterapkan, dengan mempertimbangkan lingkungan sosial, politik, dan ekonomi. Ketika pedagang durian liar bermunculan, itu bukan hanya soal pelanggaran, tetapi juga cermin kegagalan strategi tata kelola ruang publik yang berorientasi jangka panjang.

Peran kepemimpinan sangat menentukan arah strategi tersebut. Pemimpin yang visioner akan memahami bahwa strategi penertiban bukan hanya untuk menyingkirkan pelanggaran, tetapi untuk membangun sistem yang tertib, adil, dan berkelanjutan. Ia harus mampu menyusun kebijakan yang bukan hanya efektif di atas kertas, tetapi juga responsif terhadap dinamika sosial masyarakat.

Salah satu aspek penting dalam manajemen strategik adalah pemetaan masalah. Dalam kasus Palopo, pemetaan lokasi pedagang, waktu puncak aktivitas, serta faktor penyebab mereka berjualan di area terlarang harus menjadi basis pengambilan keputusan. Pemimpin Satpol PP tidak bisa bergerak berdasarkan reaksi semata, melainkan harus berdasarkan data, analisis risiko, dan rencana kontinjensi.

Strategi penertiban yang berhasil harus melewati tahapan yang jelas: mulai dari edukasi, sosialisasi aturan, penyiapan alternatif lokasi, hingga penegakan aturan dengan pendekatan humanis. Kepemimpinan berperan penting dalam mengoordinasikan semua tahap ini, menjaga konsistensi implementasi, serta mengevaluasi efektivitas dari waktu ke waktu.

Kepemimpinan strategis juga dituntut membangun kepercayaan, baik di internal organisasi maupun dengan masyarakat. Di dalam institusi, pemimpin harus membentuk tim yang solid, memahami peran masing-masing, dan diberdayakan untuk mengambil keputusan secara cepat dan tepat. Di luar institusi, pemimpin harus aktif membangun komunikasi dua arah dengan masyarakat dan para pedagang.

Forum dialog antara Satpol PP dan komunitas pedagang durian, misalnya, dapat menjadi sarana untuk menyampaikan aturan, mendengar keluhan, dan mencari titik temu. Strategi seperti ini tidak hanya memperkuat efektivitas kebijakan, tetapi juga menjadi bagian dari transformasi Satpol PP dari penegak aturan menjadi fasilitator ruang publik yang tertib dan inklusif.

Kepemimpinan yang baik dalam manajemen strategik juga harus mampu melakukan inovasi. Mengandalkan pendekatan lama yang hanya menertibkan tanpa menyediakan solusi hanya akan memunculkan siklus pelanggaran yang sama. Strategi inovatif bisa mencakup pembuatan zonasi musiman untuk pedagang, pelatihan tertib usaha, atau pemanfaatan teknologi digital untuk pemantauan aktivitas lapangan.

Fleksibilitas menjadi kunci lain dalam strategi manajerial. Saat terjadi lonjakan jumlah pedagang atau ketika pendekatan lama tidak lagi efektif, pemimpin harus siap menyesuaikan strategi. Strategi yang terlalu kaku akan mudah kehilangan daya guna. Karena itu, manajemen strategik dalam organisasi publik haruslah bersifat adaptif dan kontekstual.

Tentu, tidak semua hal bisa diselesaikan hanya melalui pendekatan persuasif. Namun, penegakan hukum yang adil dan proporsional hanya bisa diterima publik jika proses perumusannya transparan, dan pelaksanaannya dilandasi semangat pelayanan, bukan sekadar represi. Inilah keunggulan dari kepemimpinan strategik: mampu menyeimbangkan antara ketegasan dan empati.

Dalam konteks ini, keberhasilan Satpol PP bukan hanya dinilai dari berapa banyak pedagang yang ditertibkan, tetapi dari seberapa besar pengaruh positif dari strategi itu terhadap kenyamanan masyarakat dan keberlangsungan ekonomi kecil. Jika strategi yang diterapkan justru menimbulkan resistensi atau memunculkan ketidakadilan baru, maka perlu dikaji ulang pendekatan kepemimpinannya.

Kepemimpinan dalam manajemen strategik juga perlu mencerminkan keberanian mengambil keputusan sulit. Misalnya, mengatur ulang lokasi dagang legal, menyelaraskan regulasi antar OPD, hingga melibatkan pemangku kepentingan lintas sektor. Pemimpin yang hanya berpikir dalam kerangka institusional akan terjebak dalam pendekatan sektoral yang tidak efektif.

Sumber: