Perang Iran-Israel Semakin Memanas, Dinamika Perekonomian Global Terancam

Perang Iran-Israel Semakin Memanas, Dinamika Perekonomian Global Terancam

Ilustrasi Perang Iran-Israel bisa berpotensi mengancam dinamika perekonomian global.-DISWAY.ID-

DISWAY, SULSEL -- Dengan memanasnya situasi perang militer Iran-Israel, dinamika perekonomian global kini menghadapi ancaman besar. Pasalnya, Iran sendiri juga memegang posisi sebagai penghubung strategis antara Asia Tengah, Timur Tengah, dan jalur energi global. 

Menurut Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, kekuatan Iran dalam skema geopolitik juga mampu menahan ekspansi AS dan NATO ke jantung Eurasia. 

Oleh karena itulah, jika Iran dikendalikan Barat, Rusia kehilangan “tembok selatannya”, dan China kehilangan akses darat strategis ke Timur Tengah. 

Inilah mengapa perang ini tidak bisa dibaca secara sempit sebagai konflik Israel-Iran semata. Ini adalah perang untuk menentukan arsitektur dunia pasca-hegemonik.

"Kita berada pada titik balik sejarah di mana dunia menghadapi dua pilihan, melanjutkan dunia multipolar dengan kekuatan yang seimbang, atau kembali ke dunia unipolar yang didominasi satu negara dan satu ideologi, neoliberalisme Barat," jelas Achmad ketika dihubungi Disway, Senin 23 Juni 2025.

Selain itu, Achmad menambahkan, blokade Selat Hormuz tidak dapat dihindari jika perang benar-benar berkecamuk. 

Harga minyak bisa meroket hingga bahkan USD 150 per barel-saat ini 78 USD per-barel, memicu inflasi global, krisis energi di Eropa dan Asia, serta memperburuk ketimpangan ekonomi global pasca-COVID.

"Indonesia, sebagai negara net-importir minyak dan komoditas, juga akan terdampak keras. Saat ini harga batubara, emas, CPO sawit juga menunjukan tren yang meningkat," katanya. 

Subsidi energi akan membengkak, nilai tukar rupiah bisa tertekan, dan harga pangan bisa naik drastis," papar Achmad.

Hal serupa sebelumnya juga turut diungkapkan oleh Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita. 

Menurutnya, gangguan pada produksi energi Iran yang produksinya mencapai 3,2 juta barel per hari akan memicu gangguan pasokan sekaligus memicu fluktuasi harga energi dipasar internasional.

Sebagai contoh, harga minyak Brent telah berfluktuasi antara USD 73 hingga USD 92 per-barel paska perang Iran-Israel, dengan analis memperingatkan potensi kenaikan 15-20 persen pada 2025.

"Volatillitas harga energi dunia ini juga semakin tinggi seiring dengan munculnya ancaman penutupan selat Hormuz yang telah menjadi urat nadi jalur pasokan energi dunia," tutur Agus Gumiwang. 

Oleh karena itulah, Kemenperin mendorong pelaku industri untuk tidak hanya menggunakan energi secara efisien, tetapi juga mendiversifikasi sumber energi yang digunakan dalam produksi. (*)

Sumber: disway.id