Forum WCSMF Austria, Munafri Kenalkan Siri', Tabe', Kita, Sebagai Penggerak Inovasi Sosial di Makassar

Munafri Arifuddin saat tampil sebagai pembicara di Forum WCSMF di Vienna Austria--
DISWAY,SULSEL – Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, menekankan pentingnya kearifan lokal sebagai fondasi membangun kota inklusif dan berkelanjutan.
Hal itu, disampaikan saat menjadi narasumber di panggung internasional. Di hadapan para pemimpin kota dari berbagai belahan dunia, pada forum bergengsi World Cities Summit Mayors Forum (WCSMF) 2025 yang digelar di Vienna, Austria, Kamis (3/7/2025) waktu setempat.
Ia secara khusus mengangkat nilai-nilai budaya Bugis-Makassar seperti siri’ (harga diri), tabe’ (kesantunan), dan semangat kita (kebersamaan) yang menjadi ruh penggerak inovasi sosial di Makassar.
Pesan inspiratif tersebut berhasil menarik perhatian peserta forum dan memperkenalkan identitas khas Kota Makassar di panggung internasional.
"Merupakan suatu kehormatan untuk bergabung dalam forum bergengsi ini. Hari ini saya ingin berbagi bagaimana kami meningkatkan inovasi dan layanan publik di Kota Makassar," ujarnya mengawali presentasi.
Di hadapan para pemimpin kota, pakar kebijakan publik, dan delegasi internasional, Munafri memaparkan bagaimana kearifan lokal Makassar menjadi jantung inovasi pemerintahan dan penguatan ekonomi kreatif.
Dalam paparan materi program unggulan di Kota Makassar, Munafri menekankan pentingnya nilai-nilai kebersamaan dan martabat yang diwariskan leluhur sebagai pondasi membangun kota yang inklusif, adaptif, dan berkelanjutan.
Munafri kemudian memperkenalkan Makassar sebagai kota terbesar di kawasan Indonesia Timur dengan posisi strategis sebagai gerbang konektivitas nasional.
"Meskipun berkembang pesat secara ekonomi, pemerintah Kota Makassar, dan masyarakat tidak melupakan nilai-nilai budaya kearifan lokal yang menjadi identitas warga kami," jelasnya.
Pada kesempatan ini, Wali Kota berlatar pengusaha itu, ia menggaungkan kearifan lokal sebagai landasan tata kelola pembangunan Kota
Munafri menyampaikan refleksi mendalam yang menyentuh perhatian para delegasi. Ia menjelaskan bahwa terobosan teknologi dan kebijakan publik di Makassar berakar dari nilai-nilai kearifan lokal yang mengatur laku hidup masyarakat.
"Izinkan saya berbagi sesuatu yang tak muncul dalam dokumen industri, tetapi justru menentukan arah pertumbuhan Makassar. Kearifan lokal kami," kata Munafri dengan nada semangat dalam materi disajikan.
Munafri menyebut, nilai-nilai itu menjadi pegangan kepemimpinan yang memprioritaskan martabat kemanusiaan, kolaborasi, dan kekuatan informasi.
Ia kemudian memperkenalkan tiga nilai utama masyarakat Makassar: Siri – harga diri dan martabat yang menjadi standar perilaku dalam kehidupan budaya Bugis-Makassar.
"Siri bukan hanya soal melawan hukum atau peraturan. Siri berarti kami memegang standar tinggi dalam menghargai diri sendiri dan orang lain," ujarnya.
Lanjut politisi Golkar itu, bahwa istilah Tabe – ungkapan sopan santun sebelum memasuki percakapan atau ruang pertemuan.
"Dengan izin Anda (permisi). Ini bukan hanya tradisi, tapi cara kami memastikan relasi sosial berjalan setara dan saling menghormati," katanya.
Kemudian, Appi melanjutkan dengam sebutan Kita – kebersamaan dan solidaritas. Dimana menggambarkan sebutan atau ajakan santun kepada orang lain.
"Kita adalah bentuk inklusif dari kami. Dalam menghadapi tantangan, kami tidak berjalan sendiri, tapi bersama-sama," imbuhnya.
Munafri menyebut, nilai-nilai itu menjadi pegangan kepemimpinan yang memprioritaskan martabat kemanusiaan, kolaborasi, dan kekuatan informasi.
Gambaran umum, Munafri mengajak para pemimpin dunia merenungkan tiga kata kunci kearifan lokal yang menjadi identitas masyarakat Makassar: siri’, tabe’, dan kita.
Yang pertama, siri’ berarti martabat. Di Makassar, martabat diharapkan dari semua orang—bukan hanya pemimpin. Ketika seseorang melanggar aturan, itu bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi juga mencederai harga dirinya.
"Siri’ adalah pengingat bagi kita semua untuk selalu hidup dengan integritas, bahkan ketika tidak ada yang mengawasi," sebutnya.
Nilai kedua, lanjut Munafri, adalah tabe’, yang bermakna sopan santun dan izin.
"Di Makassar, kami tidak memaksakan kebijakan. Kami mulai dengan tabe’. Kami bertanya. Kami mendengarkan. Kami melanjutkan dengan hormat," tuturnya.
Sementara kata ketiga, kita, bermakna kebersamaan yang inklusif. Ini bukan sekadar kebiasaan bahasa, melainkan cerminan bahwa memimpin bukan hanya untuk rakyat, tapi bersama rakyat.
"Dalam percakapan sehari-hari, masyarakat kami sering mengganti ‘kamu’ dengan ‘kita’. Ini bukan sekadar kebiasaan bahasa, melainkan cerminan bahwa kami memimpin bukan hanya untuk rakyat, tapi bersama rakyat," ujar Munafri.
Ia menutup pidatonya dengan refleksi mendalam, bahwa di tengah percepatan teknologi dan otomatisasi global, justru kearifan lokal yang menjadi penopang nilai-nilai kemanusiaan dalam kepemimpinan perkotaan.
"Bermartabat dengan rendah hati. Berkuasa dengan izin. Memimpin melalui kebersamaan," pungkasnya, disambut tepuk tangan para delegasi.
Di forum ini, Munafri tak hanya membawa nama Makassar ke panggung internasional, tetapi juga menegaskan bahwa kearifan lokal memiliki tempat terhormat dalam peta inovasi global.(*)
Sumber: