KPK Pantau ‘Gerak Gerik’ Pemprov dan Rekanan

KPK Pantau ‘Gerak Gerik’ Pemprov dan Rekanan

<strong>DISWAYSULSEL.COM, MAKASSAR</strong> - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI belakangan intens menyambangi Kantor Gubernur Sulsel. Terbaru, Kamis 29 September 2022, Satgas 1 Anti Korupsi Badan Usaha KPK RI tampak menggelar rapat, bersama sejumlah pimpinan OPD Lingkup Pemprov Sulsel. Ditemui awak media usai rapat, Kasatgas 1 Anti Korupsi Badan Usaha KPK RI Teguh Widodo menyampaikan, kedatangan pihaknya ke Sulsel yakni untuk menjalankan upaya pencegahan korupsi di daerah. "Jadi kami dari Direktorat Anti Korupsi Badan Usaha KPK. Jadi terkait dengan upaya pencegahan ya, pencegahan korupsi di daerah," ujarnya. Teguh menambahkan, bahwa satuan kerjanya khusus menangani masalah dugaan korupsi di sektor badan usaha. Kaitannya dengan pemerintah, kata dia, bahwa korupsi yang dilakukan badan usaha, kerap kali bersinggungan langsung dengan pihak regulator dalam hal ini pemerintah. "Jadi kami mengampu terkait permasalahan di sektor usaha. Jadi seperti kita ketahui pelaku usaha itu terlibat dalam tindak pidana korupsi, itu mereka pasti melibatkan regulator," jelas Teguh. Kata Teguh, kedatangannya ke Kantor Gubernur Sulsel untuk memberikan pemahaman terkait berbagai hal, yang berpotensi menjadi perbuatan korupsi dari sisi regulator. "Jadi kami datang ke sini (Kantor Gubernur Sulsel) memberikan materi kepada regulator, terkait apa itu korupsi dan bagaimana itu korupsi. Supaya nanti seimbang di pelaku usaha, regulator juga," tukasnya. Dalam pertemuan yang berlangsung di Ruang Rapat Pimpinan Kantor Gubernur Sulsel, kata Teguh, pihaknya memberikan penjelasan secara detail tentang korupsi sesuai Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 32 Tahun 1999. Dimana pertemuan serupa juga dilakukan dengan para pemangku kepentingan khususnya badan usaha, yang kerap terlibat kerjasama dengan pemerintah. "Yang jadi permasalahan kalau salah satunya tidak paham. Pelaku usaha paham apa itu korupsi, tapi regulator tidak paham apa itu korupsi. Akhirnya apa, terjadi suap menyuap nanti," ucapnya. Sehingga, kata dia, pemahaman tentang potensi korupsi wajib dipahami, baik antara badan usaha maupun regulator. "Yah jadi dua-duanya harus paham korupsi itu apa. Tadi kami sampaikan beberapa jenis kelompok korupsi, supaya regulator tahu, oh ternyata ini korupsi," ucap Teguh. Penekanan ke dua pihak tersebut, lanjut Teguh, juga merupakan bagian dari pencegahan korupsi. Sehingga bilamana selama ini antara keduanya melakukan hal berpotensi korupsi, maka dengan adanya penguatan paham korupsi seperti itu, paling tidak mencegah kedua pihak tersebut untuk melakukan perbuatan itu lagi. "Kalau mereka rasionalisasi, misalkan mengaggap bahwa selama saya gak minta, itu gak korupsi. Padahal secara undang-undang itu korupsi. Contohnya seperti itu," ucap Teguh. "Jadi kami dari direktorat anti korupsi itu, memberikan materi ini supaya nanti kedua belah pihak itu paham. Jadi si pelaku usahanya tidak menyuap karena mereka paham, yang regulator juga harus paham bahwa tidak boleh menerima gratifikasi," sambung Teguh. Teguh berharap, dengan adanya penguatan-penguatan tentang potensi terjadinya korupsi, dapat meminimalisir terjadinya tindak pidana korupsi. "Jadi harapan kami supaya nanti di Sulsel ini, semakin berkurang tindak pidana korupsi itu, dan suap menyuap. Karena suap menyuap itu paling sering terjadi, bukan hanya di Sulsel, di seluruh Indonesia juga gitu," tegasnya. Meski begitu, Teguh mengaku, pihaknya hingga saat ini belum menemukan adanya indikasi korupsi. "Selama ini yang kami peroleh indikasi sih belum ada ya. Belum ada kalau indikasi. Tapi kami berharap ini rangkaian dari tugas kami, untuk memberikan pemahaman kepada mereka supaya nanti mereka tidak terjerumus dalam situ," paparnya. Terpisah, Plt Inspektur Daerah Sulsel Syafruddin Kitta saat dikonfirmasi menerangkan, suap bisa terjadi karena adanya upaya dari pihak ketiga, untuk 'memuluskan' kepentingannya terhadap pihak regulator. "Kalau upaya Pemprov (Sulsel) memang harus dimulai dengan komitmen dari pimpinan ke bawah. Upaya yang sudah dilakukan adalah membuat zona integritas, dengan maklumat terkait dengan layanan yang ada," terangnya. Ia mengaku bahwa untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, perlu adanya komitmen dan integritas dari pimpinan. "Ini harus dimulai dengan contoh yang baik pimpinan, dari atas kemudian ke bawah. Makanya ada namanya maklumat, ada pakta integritas, selain itu dengan membuat sistem yang baik. Karena sistem yang baik itu akan mencegah terjadinya suap," tuturnya. Komitmen pencegahan korupsi oleh Pemprov Sulsel, kata Syafruddin, telah dibuktikan dengan sejumlah capaian-capaian di bidang yang banyak bersinggungan dengan publik termasuk pihak ketiga. "Nah ini sudah kita tunjukkan, PBJ (Pengadaan Barang dan Jasa) ya, di perizinan juga sudah bagus," sebutnya. Selain internal, tutur Syafruddin, Pemprov Sulsel juga telah membentuk komite advokasi daerah terkait dengan pencegahan korupsi. Komite itu melibatkan unsur organisasi pengusaha, seperti Kadin, Gapensi, Inkindo, serta berbagai organisasi lainnya. "Untuk mengajak dari segi pengusahanya, supaya terjadi dua fungsi (pencegahan). Kan tadi dijelaskan bahwa harus dari sisi regulatornya, pengusaha, masyarakatnya, serta swasta," harapnya. Pengawasan berjenjang harus dilakukan semua pihak, untuk mencegah terjadinya korupsi, bilang Syafruddin. Ia menganalogikan, bahwa korupsi sering terjadi di ruang gelap, karena sifat korupsi adalah abu-abu. "Korupsi tidak terjadi di ruang yang terang. Ini yang harus diantisipasi. Pengawasan harus berjenjang," tegasnya. Pengawasan yang manjur menurut Syafruddin, bahwa dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat. "Oleh karenanya pengawasan itu selain dari sistemnya sendiri, (dalam) pengawasan itu masyarakat harus terlibat, pelaku usaha itu sendiri juga harus terlibat. Awasi pemerintah, awasi pelaku usaha," pungkasnya.(sky)

Sumber: