Kisruh Eksekutif-Legislatif Berimbas Gaji Honorer dan PPPK Bulukumba Melayang

Kisruh Eksekutif-Legislatif Berimbas Gaji Honorer dan PPPK Bulukumba Melayang

<strong>diswaysulsel.com, BULUKUMBA</strong> -- APBD-Perubahan Tahun Angaran 2022 Bulukumba gagal ditetapkan akhir September lalu. Akibat adanya kisruh antara eksekutif dan legislatif. Buntut dari hal itu, hingga kini, sejumlah tenaga honorer dan Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK) lingkup Pemkab Bulukumba belum menerima gaji. Selain itu, dana bagi hasil terhadap pemerintah desa juga tidak dibayarkan. Anggota DPRD Bulukumba, Juandy Tandean mengaku sangat menyayangkan agenda penetapan APBD Perubahan tidak dilakukan. Menurutnya, hal ini bisa membuat rakyat menjadi menderita. "Ada tenaga kontrak yang belum digaji, kemudian ini tidak bisa dirapel di APBD pokok 2023 untuk gaji mereka. Mana lagi utang terhadap pihak ketiga senilai Rp7 miliar, dan makan minum yang diutang. Ini kan bikin susah masyarakat," sesal Juandy, di Warkop Jallo Bulukumba, Minggu (16/10/2022). Dia menyarankan, seharusnya Pemkab Bulukumba menurunkan sikap ego demi memikirkan kesejahteraan masyarakat. Misalnya, tidak memaksakan pembangunan gedung satu atap (Satap) yang menjadi penyebab tak ditetapkannya APBD Perubahan sebelumnya. "Awalnya karena gedung Satap. Bupati mendorong pembangunannya, sedangkan kami menganggap ini berpotensi bermasalah di kemudian hari. Makanya, kita minta supaya jangan dulu," jelas legislator Partai Golkar Bulukumba ini. Meski demikian, lanjut Juandy, awalnya pembangunan Satap memang disetujui DPRD Bulukumba. Namun, kata dia, seiring perjalanan yakni DPRD meminta dokumen soal kepemilikan lahan yang akan dibongkar, diantaranya bekas lahan PT Jiwasraya, hanya pemerintah tidak mampu memperlihatkan, sehingga DPRD menolak. "Pemerintah harus memberi contoh yang baik. Siapapun dalam posisi banggar saat ini pasti tidak akan menyetujui, karena takut ikut bersalah karena kebijakan salah. Kita sudah begadang membahas, tapi saat paripurna persetujuan Ranperda APBD-P, justru bupati tidak hadir," ungkapnya. Kabid Humas Diskominfo Bulukumba, Andi Ayatullah Ahmad menjelaskan, sebenarnya dari awal, pemerintah daerah tidak ingin merespon soal tidak jadinya penetapan perubahan APBD 2022. Sebab, lebih mempertimbangkan kondusifitas dengan lembaga DPRD. Hanya saja, DPRD yang lebih dulu mempersoalkan dan bahkan menuduh pemda kekanak-kanakan. "Sudah jelas, alasan utama tidak ditetapkannya anggaran perubahan karena faktor tidak tercapainya kesepakatan antara Banggar dan TAPD terkait poin-poin yang menjadi materi perubahan, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 12 tahun 2021 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah," kata Andi Ayatullah melalui rilisnya. Dia menjelaskan, bukan hanya faktor penolakan pembangunan Satap sehingga tidak tercapai kesepakatan Banggar dan TAPD, namun ada hal lebih prinsipil dalam proses penganggaran ini dinilai melanggar. Apa itu? Sejumlah dana saving hasil pembahasan tidak jelas diplot kemana. Bahkan jika anggaran Rp24 miliar Satap ditolak dan menjadi saving, anggaran tidak jelas dialokasikan kemana. Sekretaris Badan Pendapatan dan Keuangan Daerah (BPKD) Bulukumba, Andi Irma Damayanti menambahkan, tidak ada penetapan APBD Perubahan jelas mempengaruhi beberapa pembayaran tenaga honorer. Namun, kata dia, tidak bisa diratakan, karena masih ada beberapa OPD tetap mampu membayarkan gaji honorer. "Iya, memang ada yang bermasalah. Tapi tidak semua, hanya beberapa saja. Misalnya Taruna Siaga Bencana (Tagana), karena Dinas Sosial hanya menganggakan enam bulan saja, karena berharap ada APBD Perubahan," bebernya. Dia mendorong, seharusnya OPD sudah memikirkan apa yang menjadi wajib yang mana yang tidak. Mereka harus menganggarkan satu tahun anggaran bagi honorer yang menjadi belanja wajib. "APBD-P ini tidak menentu, kadang ada, kadang tidak ada. Seharusnya diploat satu tahun, seperti Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) tetap ada," tutupnya. (*) &nbsp; Penulis: Syamsir Siregar

Sumber: