Rekor Laba
<strong>Oleh: Dahlan Iskan</strong> Perang Ukraina yang memutuskan harus menang Amerika Serikat. Selasa lalu DPR Amerika Serikat mengeluarkan resolusi bahwa Ukraina harus menang lawan Rusia di perang sekarang ini. Itu sudah menjadi UU di Amerika. DPR sudah setuju. Diputuskan secara bulat-bundar. Dua partai setuju. Senat pun segera menyetujuinya. Tinggal ditandatangani Presiden Joe Biden. Satu dua hari ini. Di Ukraina sendiri, dua hari kemudian, tersiar berita: Presiden Zelenskyy baru saja melakukan pembicaraan telepon dengan Presiden Xi Jinping. Istimewa. Selama satu jam. Itulah kontak pertama secara langsung antara dua presiden. Pembicaraan itu, kata Zelenskyy kepada media, sangat penuh arti bagi hubungan kedua negara. Kata ''penuh arti'' itu jadi headline terpenting. Sejak terjadi perang di Ukraina hubungan kedua negara memang mendingin. Tiongkok dianggap pro-Rusia. Tiongkok memang satu-satunya negara besar yang tidak mau mengecam serangan Rusia itu. Setelah perang berlangsung 13 bulan lebih tiada gambaran siapa yang menang. Dunia kelelahan. Apalagi dua negara itu sendiri. Maka sikap Tiongkok yang, menurut dirinya sendiri netral itu, menjadi berarti. Hanya Tiongkok yang bisa berbicara mendalam dengan Rusia. Terutama dalam mencari solusi perdamaian. Di tengah suasana dingin itu rupanya Tiongkok terus menjalin kontak dengan Ukraina. Pelaku kontaknya memang di bawah level menteri luar negeri. Tujuannya ganda: kalau gagal tidak membuat kehilangan muka. Kalau berhasil bisa ditingkatkan ke level yang lebih tinggi. Rupanya diplomasi pejabat bawahan itu berhasil. Puncaknya Zelenskyy mau kontak langsung dengan Xi Jinping. Tiongkok kini memang menjadi harapan dunia untuk memainkan perannya sebagai penengah. Kalau tidak, maka ekonomi dunia akan terus tidak menentu. Memang, dengan perang ini, perusahaan minyak Amerika memperoleh durian runtuh. Laba mereka mencapai level ''belum pernah terjadi dalam sejarah perusahaan mereka'': USD 200 miliar. Itu baru dari Exxon Mobil, BP, Shell, TotalEnergies, dan Chevron. Masing-masing lama sekitar USD 30 miliar. Tapi rakyat Amerika termasuk yang ikut menderita. Sampai orang yang tidur di pinggir jalan kian banyak. Sampai medsos di satu negara Afrika mengejek: di negara kami pun tidak ada gelandangan sebanyak itu. Tentu ''gelandangan'' yang di Amerika itu bukan sepenuhnya gelandangan seperti di Asia. Mereka masih punya mendapatkan besar: sekitar USD 30.000 setahun. Sekitar Rp 400 juta/tahun. Termasuk BLT dari negara. Hanya saja, dengan penghasilan segitu, mereka tidak bisa lagi beli rumah. Pun secara mencicil 20 tahun. Padahal di sana tidak mudah mencari rumah di kompleks Mertua Indah. Kalau perang berlanjut dalam mode slow motion seperti sekarang, yang gembira raja-raja minyak itu. Sekaligus betapa susahnya dunia. Amerika pilih perang dan menang. Harapannya. Xi Jinping pilih merintis perdamaian. Dan sulit. Tentu banyak sekali yang dibicarakan selama 1 jam itu. Tiongkok pasti merasakan bagaimana terancamnya satu negara bila tetangga dekatnya menjadi satelit negara lawan. Itu yang dirasakan Rusia ketika Ukraina ingin menjadi anggota NATO. Tiongkok tahu perasaan Rusia tersebut. Amerika tidak bisa merasakan perasaan itu. Tetangganya di utara adalah sahabat terbaiknya. Tetangganya di selatan, Meksiko, bisa dibuat tergantung ke Amerika. Amerika baru akan bisa merasakan itu kalau, misalnya, tiba-tiba, Mexico menjadi negara anti Amerika sekaligus menjadi satelitnya Rusia atau Tiongkok. Maka Amerika enteng saja ketika meloloskan UU ''Ukraina harus menang'' Selasa lalu. Dan yang disebut ''menang'' di resolusi Amerika itu adalah: batas negara harus dikembalikan ke posisi tahun 1991. Itu berarti beberapa wilayah yang sudah direbut Rusia harus dikembalikan. Termasuk semenanjung Krimea yang direbut Rusia jauh sebelum perang Ukraina. Masih ditambah lagi: Rusia harus mengganti kerugian perang, harus membiayai rehabilitasi semua kerusakan akibat perang, harus mengganti rugi mereka yang menjadi korban perang, dan Rusia harus mempertanggungjawabkan secara hukum serangan itu. Tentu Zelenskyy sudah tahu keputusan Amerika tersebut. Harusnya ia senang-gulung-gulung. Tapi kemudian ia masih mau menerima telepon panjang dari Xi Jinping. Bahkan Senin kemarin Tiongkok boleh mengirim utusan untuk melanjutkan telepon satu jam itu. Mungkin Zelenskyy sudah lebih realistis: harus menang itu pakai apa? Selama ini Amerika dan negara anggota NATO sudah membantu uang, tentara, dan senjata. Belum juga menang. Seorang ahli militer di Amerika mengatakan kepada media: tentu Ukraina bisa menang. Asal pesawat tempur kelas F-16 milik Amerika dikerahkan ke Ukraina. Itu berarti yang perang bukan lagi Ukraina: sudah langsung Amerika. Pertanyaannya: apakah itu mungkin? Amerika, pun dengan UU baru itu, belum akan turun langsung di Ukraina. Sebentar lagi Pilpres di sana. Dan Rusia sudah mengancam, kalau itu terjadi, akan menggunakan nuklir. Tingginya semangat Amerika melahirkan UU baru tersebut bukan saja dilihat dari bulatnya dukungan parlemen, juga dari asbabunnuzul-nya: "Pokoknya kejadian tahun 1931 tidak boleh terulang," ujar pimpinan parlemen Amerika. Yang dimaksud adalah ketika Adolf Hitler, penguasa diktator Jerman, sukses menyerang wilayah negara sekitarnya. Sampai akhirnya terjadi perang dunia pertama. Rusia, kata Amerika, harus dikalahkan agar tidak terjadi perang dunia lagi. Maka perkembangan terbaru di Ukraina adalah: desakan agar perang ditingkatkan sampai Ukraina menang; versus usaha Tiongkok untuk mencari jalan damai. Memang ada aliran pemikiran seperti ini: untuk bisa damai dunia harus perang. Itulah aliran sebagian wanita yang perangnya sampai menang pengadilan agama. (<strong>Dahlan Iskan</strong>)
Sumber: