Sendang Pancuran
<strong>Oleh: Dahlan Iskan</strong> <strong>PERTENGKARAN</strong> antar anak Lee Kuan Yew ternyata belum sudah. Anak bungsunya, Lee Hsien Yang, terus mengkritik kakak sulungnya yang kini menjadi Perdana Menteri Singapura: Lee Hsien Loong. Mengkritiknya dari luar negeri. Lewat Facebook. Hsien Yang tidak berani lagi pulang ke Singapura. Yakni sejak Hsien Yang dipanggil polisi tahun lalu: terkait dengan perseteruan lama dengan si kakak sulung. Yakni soal warisan rumah besar di Oxley Road nomor 38. Di situlah dulu, waktu kecil, mereka tinggal bersama sang ayah. Rumah besar. Delapan kamar. Umur bangunannya sudah 125 tahun. Bukan. Bukan rebutan untuk saling memiliki. Hanya soal akan diapakan rumah itu. Kakak Sulung menghendaki diabadikan sebagai monumen sejarah. Ayah mereka, Lee Kuan Yew, adalah bapak bangsa. Juga bapak modernisasi Singapura. Segala-galanya bagi Singapura. Si bungsu menghendaki rumah itu dibongkar. Diratakan dengan tanah. Agar tidak terjadi kultus pada ayah mereka. Itu, katanya, sesuai dengan wasiat sang ayah. Anak sulung menganggap wasiat itu dipalsukan. Kriminal. Hsien Yang dipanggil polisi. Yang lebih ngotot untuk dibongkar sebenarnya saudara tengah. Wanita: ''sendang diapit pancuran''. Namanyi: Lee Wei Ling. Ahli syaraf. Neurolog. Tomboy. Kini berumur 68 tahun. Si bungsu memihak saudara tengah. Hsien Yang memihak Wei Ling: 2:1. Di antara tiga bersaudara itu Wei Ling-lah yang lebih lama di rumah besar. Dia terus serumah bersama papa-mama. Sampai Lee Kuan Yew meninggal tahun 2015. Mungkin karena Wei Ling tidak menikah. Juga otaknya amat cerdas. Belakangan ini Wei Ling sakit. Agak parah. Terkait dengan syaraf. Dia menjadi banyak lupa. Maka tinggal Hsien Yang sendirian yang melawan kakak sulung. "Mungkin saya tidak akan bisa melihat kakak perempuan saya lagi," kata Hsien Yang dari perantauannya. Serangan terbaru dari Hsien Yang terjadi pekan lalu. Lewat Facebooknya. Yakni tentang penggunaan uang negara untuk merenovasi rumah sewaan. "Hanya karena yang menyewa rumah itu seorang menteri," tulis si bungsu. Hsien Yang terus mengkritik pemerintahan kakak sulung. Ketika terbongkar kasus korupsi yang melibatkan menteri Transportasi awal bulan ini, Hsien Yang menulis: itu bukti kegagalan kepemimpinan Lee Hsien Loong. Rumah yang disewa itu milik negara di bawah SLA (Singapore Land Authority). Letaknya di Ridout Road nomor 26. Yang menyewa: Menteri Hukum K. Shanmugam. Awalnya, 2018, Shanmugam menyewa selama 3 tahun. Lalu diperpanjang. Ia menyewa di situ karena ingin menjual rumah pribadinya. Harga jual rumah di Singapura memang lagi mahal-mahalnya. Harga sewa rumah kolonial ini SGD 26.000 sebulan. Setara dengan Rp 300 juta/bulan. Ia menjabat menteri dalam negeri merangkap menteri hukum. Sebelum itu ia menteri hukum merangkap menteri luar negeri. Akibat postingan di Facebook itu, Hsien Yang dikirimi ultimatum oleh Menteri Kebudayaan, Kemasyarakatan dan Pemuda Edwin Tong. Mr Tong juga wakil menteri hukum. Isinya: Hsien Yang harus memperbaiki isi Facebooknya atau mencabutnya. Edwin Tong membantah perbaikan rumah di Jalan Ridout Road No 26 karena ada menteri yang tinggal di situ. Kakak Sulung, sebagai perdana menteri, sudah menginstruksikan aparatnya agar menyelidiki kasus itu. Hasilnya: tidak ada hubungan antara perbaikan rumah dengan siapa yang menyewa rumah. Maka Hsien Yang dianggap menyiarkan kabar bohong. Kalau Hsien Yang tidak melakukan koreksi maka tuduhan padanya akan tambah satu lagi: melanggar UU penyiaran, Ia pun melakukan koreksi atas postingan tersebut, tapi mengunggah lagi materi berikutnya: bahwa ia tetap pada keyakinannya bahwa renovasi itu ada hubungan dengan siapa yang sedang menyewa rumah itu. Berarti Hsien Yang akan menerima ultimatum lagi. Hsien Yang adalah seorang lawyer. Demikian juga isterinya. Sang menteri yang menyewa rumah juga seorang lawyer. Yakni sebelum jadi anggota DPR dan kemudian menjabat menteri dua pereode. Shanmugam, 66 tahun, justru lebih keras. Ia memberi ultimatum bahwa Hsien Yang harus mencabut postingannya dan minta maaf. Masih harus pula membayar ganti rugi nama baik. Rupanya ada juga dukungan dari dalam negeri untuk Hsien Yang. Bahkan banyak yang mengusulkan agar Hsien Yang maju sebagai calon presiden di Pilpres bulan September depan. Hsien Yang ternyata juga berminat. Hanya saja ia tidak mungkin pulang. Kalau pun pulang akan langsung berurusan dengan hukum. Berarti ia tidak mungkin lolos sebagai calon. KPU di sana punya wewenang menentukan siapa saja yang bisa maju sebagai Capres. Presiden Halimah Yusuf sudah dengan tegas menyatakan tidak mau lagi maju sebagai calon. Cukup satu masa jabatan, 6 tahun. Meski jabatan presiden di sana hanya seremonial, yang mencalonkan diri ada tiga orang. Yakni Tharman Shanmugaratnam, George Goh Ching Wah, dan Seng Soon Kia. Rasanya Tharman yang dikehendaki untuk terpilih. Ia Menko yang sudah meletakkan jabatan dan sudah berhenti dari pimpinan partai penguasa, PAP. Ia juga pernah memimpin GIC, pemegang cadangan devisa negara. Yang terpenting ia suku minoritas. Halimah minoritas Melayu Islam. Tharman minoritas India Hindu. Anak sulung –yang menjadi tidak jelas kapan akan turun takhta– menghendaki jabatan presiden di tangan minoritas. Bergantian. Antara Melayu dan India. Itu karena jabatan perdana menteri pasti di tangan suku Tionghoa. Di Jawa orang percaya ''sendang diapit pancuran'' harus dicarikan jalan keluar secara adat. Di Singapura sering hanya ada ''sendang'' tanpa ''pancuran''. (<strong>Dahlan Iskan</strong>)
Sumber: