Kerawanan Politik Uang di Pemilu
<strong>DISWAY, MAKASSAR —</strong> Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengeluarkan pemetaan kerawanan terjadinya politik uang di seluruh Indonesia untuk Pemilu dan Pilkada Serentak 2024, baru - baru ini. Sulawesi Selatan masuk dalam 29 Provinsi yang potensi terjadi politik uang. Namun hasil pemetaan berada di angka nol. Kemudian berdasarkan kerawanan tertinggi agregasi Kabupaten/Kota, Sulawesi Selatan berada di urutan ke enam dari 28 Provinsi. Anggota Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad mengatakan, tidak ada angka nol mengenai kerawanan politik uang. Kendati praktik politik uang berada di Kabupaten/Kota dengan modus yang beragam. "Pengawasan politik uang tidak bisa hanya mengandalkan Bawaslu, mengingat kompleksitas model-model dan teknologi yang digunakan dalam praktik tersebut. Masyarakat pemilih harus sadar dan peserta pemilu harus serius berupaya mengurangi praktik politik uang," ujar Saiful. Momok politik uang atau money politik masih menghantui demokrasi di 2024 mendatang. Pasalnya politik uang telah menjadi budaya. Itu ditengarai demokrasi di negara ini semakin transaksional. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustiyanti menilai, potensi politik uang potensi besar terjadi. Indikatornya, itu dipengaruhi dari sisi peserta Pemilu yang kerap menganggap politik uang merupakan cara mudah untuk mendapatkan suara dari pemilih. "Walaupun mungkin efektivitasnya tidak terlalu tinggi, " kata Khoirunnisa Nur Agustiyanti. Disebutkan Khoirunnisa, faktor lain yang mendorong terjadinya politik uang di Pemilu. Kerap dipengaruhi kondisi masyarakat yang pragmatis. "Hal ini disebabkan karena masyarakat di Indonesia tidak dekat dengan partai politik. Kita tidak ada ikatan dengan parpol, ditambah tidak kenal calonnya. Sehingga mereka memilih bukan dengan pertimbangan visi, misi, dan program, tapi karena transaksional, " ucapnya. Manajer Strategi dan Operasional Jaringan Suara Indonesia (JSI), Nursandy Syam menilai, politik cukup potensi terjadi di setiap level. Baik Pilpres, Pileg hingga Pilkada. " Hal itu sulit dihindari seiring demokrasi elektoral kita yang semakin transaksional. Sebagian pemilih masih minim literasi politik tentang demokrasi yang sehat, " katanya. Di lain sisi, sebagian besar aktor-aktor politik masih menganggap cara vote buying atau membeli suara pemilih dinilai masih efektif untuk mendulang dukungan. "Untuk meminimalisir potensi politik uang, memang dibutuhkan komitmen kuat dan bersama dengan semua pihak yang memiliki interest di event politik, " katanya. Anggota KPU Sulsel, Upi Hastati mengaku, pihaknya telah melakukan beragam upaya mencegah terjadinya politik uang menghadapi kontestasi demokrasi akan datang. Termasuk, mencerdaskan pemilih melalui sejumlah program. "Kami menggandeng sejumlah lembaga dan simpul masyarakat untuk memerangi politik uang. Serta melakukan pendidikan pemilih melalui berbagai program, " katanya. Upaya tersebut dilakukan, karena politik uang merusak demokrasi dan mental masyarakat. Serta merupakan contoh pendidikan politik yang buruk terhadap masyarakat dan generasi muda. (BAR)
Sumber: