Komunikasi Rempang

Komunikasi Rempang

<strong>Oleh: Dahlan Iskan</strong> <strong>HEBOH</strong> dulu, komunikasi belakangan. Itulah kasus Pulau Rempang tetangga Batam. Menteri Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil langsung terjun ke lapangan. Minggu malam lalu. Sang Menteri datang ke rumah tokoh Melayu di Rempang, Gerisman. Setelah Magrib. Sampai sekitar pukul 21.00. Besoknya, Minggu siang, komunikasi dilanjutkan di meja makan siang. Sang menteri yang mentraktir mereka. Kali ini disertai pejabat terkait di pusat maupun daerah. Lokasinya di Swiss-Belhotel. Di Harbour Bay, kawasan Sungai Jodoh, Batam. Pertemuan malam itu cair sekali. Tidak saling bersitegang. Apalagi pertemuan keesokan harinya. Di forum dengan Bahlil itu tidak ada pembicaraan soal relokasi penduduk. Tokoh Melayu seperti Gerisman sendiri juga tidak pernah menolak investasi besar di Rempang. Gerisman hanya tidak mau direlokasi. Alasannya: luas pulau Rempang itu 17.000 hektare. Tidak mungkin semuanya untuk pabrik. Warga itu hanya menempati lahan tidak sampai 10 persen dari luas pulau Rempang. Di sana memang ada 16 kampung. Tapi bukan kampung besar. Di 16 kampung itu penduduknya hanya 7.500 orang. Tidak sampai 2.000 rumah tangga. Gerisman sendiri tinggal di Kampung Pantai Melayu sejak 1993. Ia lahir di Pulau Panjang, di seberang Pantai Melayu. Jaraknya hanya 20 menit dari perahu kecil. Posisi rumah Gerisman di Pantai Melayu. Tempat wisata lokal. Pohon-pohon nyiur tumbuh di pantai itu. Kalau Sabtu, Minggu, dan libur hari besar ramai sekali. Gerisman hidup dari wisatawan lokal itu. Sumber penghasilannya di situ. Waktu saya ke Pantai Melayu, bulan lalu, Pak Gerisman lagi pergi ke kota. Saya hanya muter sebentar di kampung sepi itu. Kebetulan lagi gerimis. Saya ditemani Marganas, mantan anak buah yang kini punya media online sendiri. Marganas sudah dua kali ke rumah Gerisman. Tuan rumah selalu curhat soal rencana relokasi. Sambil makan suguhan masakan Melayu. Kini kondisi masyarakat di Rempang tenang. Fokus Bahlil hanya soal penyediaan lokasi pabrik kaca dari Tiongkok. Luasnya 2.700 hektare. Tidak seberapa dibanding luas pulau Rempang yang 17.000 hektare. Hanya saja memang ada kampung yang masuk lokasi 2.700 hektare itu. Yakni empat kampung: Tanjung Banun, Dapur 6, Sembulang, Pasir Panjang. Bahlil merencanakan ''menggeser'' empat kampung itu. Ia tidak mau menggunakan istilah relokasi. Selama ini mereka kan menolak direlokasi. Siapa tahu tidak menolak kalau digeser. Dari 17.000 hektare luas Pulau Rempang tidak semua bisa dihuni atau dialihkan untuk pabrik. Yang 10.000 hektare sendiri berstatus hutan. Tidak bisa diubah jadi komersial. Setelah heboh di Rempang, komunikasi dilakukan. Kedatangan Bahlil tanpa melibatkan Pemerintah Provinsi Riau Kepulauan, Wali Kota Batam maupun pihak otorita. Malam itu ia hanya ditemani staf ke Kampung Pantai Melayu. Bahlil langsung bertemu warga tanpa kehadiran pejabat daerah. Titik temu memang belum didapat tapi komunikasi sudah mulai lancar. Persoalan pun menyempit dari 16 kampung ke hanya empat saja. Jumlah KK-nya pun sekitar 700 KK. Dari kedatangan Bahlil itu setidaknya kini warga tahu bahwa lahan yang diperlukan inventor Tiongkok ''hanya'' 2.700 hektare. Bukan keseluruhan pulau Rempang. Pemerintah Jokowi terkenal dengan kebijakan ''ganti untung'' untuk semua proyek jalan tol. Tidak pernah terjadi gejolak berat di pembebasan lahan untuk jalan tol. Juga di lahan untuk rel kereta cepat Jakarta-Bandung. Rasanya Rempang pun akan mengikuti pola itu. (<strong>Dahlan Iskan</strong>)

Sumber: