Pelanggaran Netralitas  ASN Jadi Momok di Pilkada Serentak

Pelanggaran Netralitas  ASN Jadi Momok di Pilkada Serentak

<strong>diswaysulsel.com</strong>  - Indikasi pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) masih menjadi momok serius menjelang Pilkada Serentak, 27 November 2024 mendatang.  Sebab indikasi ketidaknetralan ASN tidak menutup kemungkinan terjadi pada momentum politik lima tahunan nanti. Direktur Nurani Strategic, Nurmal Idrus mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan ketidaknetralan ASN di Pilkada. Antaranya hubungan kekerabatan,  motivasi jabatan, tekanan pimpinan hingga ketidaksukaan ASN terhadap bakal calon. Menurut mantan Ketua KPU Makassar itu, mobilisasi ASN untuk mendukung kandidat tertentu memiliki pengaruh besar. Sebab, figur yang  jarang terekspos  di publik bisa mendapat suara signifikan. Itu telah terbukti pada Pileg 14 Februari lalu, figur yang punya hubungan kekerabatan dengan Kepala Daerah elektoral melejit. "Birokrasi kalau tidak netral itu bisa merubah kontestasi. Orang tidak ada apa - apanya saja  bisa melejit elektoralnya," kata Nurmal Idrus dalam diskusi dengan tema  'Netralitas  ASN Harga Mati, Melanggar Sanksi Berat Menanti' di salah satu cafe di Jalan Boulevard, Kota Makassar,  Selasa, (16/7/2024). "Ada beberapa figur elektoral rendah, tetapi kemudian memperoleh suara yang besar. Tentu kita bisa melihat orang tuanya punya pengaruh," sambungnya. Hanya saja diungkapkan Nurmal, fenomena tersebut  terkendala dengan regulasi.  Pasalnya, Badan Pengawas Pemilu belum bisa melakukan tindakan sebelum tahapan Pilkada dimulai. "Hari ini saya tidak tahu regulasi apa yang dipakai Bawaslu ketika  ada ASN mendaftar di partai politik.  Sementara dia masih berstatus  ASN. Regulasi apa yang bisa menjangkau ASN itu dianggap tidak netral," katanya. Untuk menghentikan polemik tersebut,  Nurmal menyarankan, sebaiknya hak politik ASN diberlakukan seperti TNI/Polri. Kendati, posisi ASN cukup dilematis, dilarang terlibat politik praktis tetapi memiliki hak pilih. "Dari pada kita berdebat tidak ada henti hentinya mengenai netralitas, lebih baik ASN ini dicabut hak pilihanya seperti TNI Polri," sarannya. Sementara Ketua Bawaslu Makassar, Dede Arwinsyah mengatakan, sejak diterbitkan surat edaran lima menteri/lembaga, yakni, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB),  Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Ketua Bawaslu. Dengan SKB lima menteri dan lembaga tersebut,  kata Dede, Bawaslu bisa menindaklanjuti apabila ada temuan atau informasi awal ASN melakukan pelanggaran netralitas. "SKB lima menteri dan lembaga, teman teman bawaslu bisa melakukan penelusuran kemudian diteruskan ke KASN. Itu mekanisme sementara," katanya. "Ketika ada laporan masuk ke kami terkait dengan ASN, maka kami wajib melakukan penelusuran untuk memastikan.  SKB lima menteri dan lembaga bisa kami melakukan penelusuran ke bawah kami lakukan verifikasi kemudian diteruskan ke KASN," sambungnya. Diungkapkan Dede, berbeda ketika tahapan Pilkada Serentak sudah dimulai. Regulasi untuk memproses ASN yang diduga tidak netral bisa menggunakan Undang-Undang 10 tahun 2016 tentang Pilkada Serentak. "Berbeda jika tahapan sudah masuk, kita sudah bisa memproses, kemudian meneruskan ke Gakkumdu," ucapnya. Dede juga mengimbau kepada masyarakat luas untuk melaporkan jika ada ASN melakukan pelanggaran netralitas.   Sebagai upaya pencegahan pelanggaran  netralitas ASN, Bawaslu sudah mengirimkan surat imbauan ke instansi  - instansi terkait. "Kalau ada terkait netralitas  ASN, silahkan laporkan kepada kami ke Bawaslu. Kalau ada informasi awal akan lakukan penelusuran. Kami sudah mengirimkan imbauan kepada instansi yang ada sebagai bentuk pencegahan," imbuhnya. <!--/data/user/0/com.samsung.android.app.notes/files/clipdata/clipdata_bodytext_240716_141540_546.sdocx-->

Sumber: