Kaji Ulang Perubahan Kedua UU ITE Terhadap Kebocoran Data Pribadi

Kaji Ulang Perubahan Kedua UU ITE Terhadap Kebocoran Data Pribadi

<strong>Oleh: Akbar Fhad Syahril</strong> PERUBAHAN kedua atas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Indonesia, yang diresmikan melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 2024, datang di tengah meningkatnya kekhawatiran publik tentang kebocoran data pribadi. Dengan berbagai insiden kebocoran data yang terjadi, pertanyaan yang muncul adalah apakah perubahan ini cukup untuk melindungi hak digital masyarakat Indonesia secara efektif. <strong>Perubahan Kunci dalam Undang-Undang ITE</strong> Salah satu perubahan signifikan dalam Undang-Undang ITE yang baru adalah peningkatan perlindungan privasi online dan peninjauan ulang terhadap sanksi yang diterapkan. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa hukuman yang diberikan sebanding dengan pelanggaran yang dilakukan, serta memberikan dasar hukum yang lebih jelas dan adil dalam menangani pelanggaran di dunia maya. <strong>Kebocoran Data: Isu yang Belum Terselesaikan</strong> Meskipun ada upaya untuk memperbaiki regulasi, kebocoran data tetap menjadi masalah krusial. Contoh terbaru adalah kebocoran data pengguna eHAC yang menyoroti betapa rapuhnya sistem keamanan digital pemerintah. Pakar keamanan siber menyatakan bahwa infrastruktur keamanan digital pemerintah Indonesia masih sangat lemah, sehingga rentan terhadap serangan peretas. <strong>Kepastian Hukum dan Perlindungan Hak Digital</strong> Perubahan Undang-Undang ITE diharapkan dapat mewujudkan kepastian hukum di ruang digital. Menteri Komunikasi dan Informatika menyatakan bahwa amandemen ini bertujuan untuk memperkuat jaminan pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan individu dalam ruang digital. Namun, efektivitasnya dalam memberikan perlindungan nyata masih dipertanyakan. <strong>Peran </strong><strong>Undang-Undang</strong> <strong> Perlindungan Data Pribadi</strong> Selain Undang-Undang ITE, hadirnya Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) juga menjadi langkah penting dalam mempersempit penyalahgunaan data pribadi dan kebocoran data. UU PDP memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengawasi tata kelola data pribadi yang dilakukan oleh penyelenggara sistem elektronik. <strong>Tantangan Implementasi dan Penegakan Hukum</strong> Meskipun regulasi telah diperbarui, tantangan terbesar adalah implementasi dan penegakan hukum. Banyak kasus kebocoran data yang tidak ditangani dengan baik, seperti yang terjadi pada Cermati.com, di mana pemberitahuan kepada pengguna dilakukan terlambat dan tidak memberikan informasi yang memadai tentang kebocoran yang terjadi. <strong>Pasal Karet dan Multitafsir</strong> Salah satu kritik terhadap Undang-Undang ITE adalah adanya pasal-pasal karet yang dapat menimbulkan multitafsir. Hal ini dapat mengancam kebebasan berekspresi dan berpotensi digunakan untuk kriminalisasi dengan motif politik. Revisi terbaru berusaha mempersempit ruang multitafsir ini, namun efektivitasnya masih perlu dibuktikan. <strong>Peran Pemerintah dan Kewenangan Penyidik</strong> Perubahan Undang-Undang ITE juga memperjelas peran pemerintah dan kewenangan penyidik pegawai negeri sipil dalam menangani pelanggaran di ruang digital. Ini termasuk kewenangan untuk memerintahkan pemutusan akses sementara terhadap rekening bank, uang elektronik, dan/atau aset digital yang terlibat dalam pelanggaran. <strong>Kebutuhan Akan Otoritas Mandiri</strong> Para ahli menyarankan pembentukan otoritas mandiri untuk mengawasi keamanan data dan memberikan kepastian hukum perlindungan data. Hal ini penting mengingat banyaknya insiden kebocoran data yang terjadi tanpa disadari oleh pemerintah. <strong>Keseimbangan Antara Keamanan dan Kebebasan</strong> Salah satu tantangan utama dalam revisi Undang-Undang ITE adalah menemukan keseimbangan antara keamanan dan kebebasan. Perlindungan data pribadi harus dijamin tanpa mengorbankan kebebasan berekspresi dan hak digital lainnya. <strong>Peran Teknologi dalam Perlindungan Data</strong> Teknologi dapat memainkan peran penting dalam memperkuat perlindungan data. Penggunaan enkripsi dan teknologi blockchain, misalnya, dapat meningkatkan keamanan data dan mengurangi risiko kebocoran. Pemerintah dan sektor swasta perlu berkolaborasi untuk mengadopsi teknologi ini secara luas. <strong>Pendidikan dan Kesadaran Digital</strong> Selain regulasi, pendidikan dan kesadaran digital juga merupakan aspek penting dalam melindungi data pribadi. Masyarakat perlu diberdayakan dengan pengetahuan tentang cara melindungi informasi pribadi mereka dan memahami risiko yang terkait dengan dunia digital. <strong>Kolaborasi Internasional</strong> Kebocoran data bukan hanya masalah nasional tetapi juga internasional. Kolaborasi dengan negara lain dalam berbagi informasi dan teknologi keamanan siber dapat membantu memperkuat pertahanan digital Indonesia. Ini juga dapat menciptakan standar internasional yang lebih baik dalam perlindungan data. <strong>Evaluasi dan Revisi Berkala</strong> Regulasi harus dievaluasi dan direvisi secara berkala untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan ancaman baru. Pemerintah perlu memastikan bahwa Undang-Undang  ITE dan Undang-Undang  PDP tetap relevan dan efektif dalam menghadapi tantangan masa depan. Perubahan kedua Undang-Undang ITE merupakan langkah maju dalam upaya melindungi hak digital di Indonesia. Namun, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa regulasi ini benar-benar efektif dalam mencegah kebocoran data dan melindungi privasi individu. Implementasi yang konsisten, penegakan hukum yang tegas, dan pembentukan otoritas mandiri adalah langkah-langkah penting yang perlu diambil untuk mencapai tujuan ini. Dengan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif, Indonesia dapat membangun ekosistem digital yang aman dan terpercaya bagi semua warganya. Dalam era digital yang semakin kompleks ini, perlindungan data pribadi bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan penyedia layanan, tetapi juga setiap individu. Kesadaran akan pentingnya menjaga privasi dan keamanan data harus menjadi bagian dari budaya digital kita sehari-hari. Dengan memahami risiko dan mengambil langkah-langkah proaktif untuk melindungi informasi pribadi, kita dapat berkontribusi pada terciptanya ekosistem digital yang lebih aman dan berkelanjutan. Ini adalah tanggung jawab kolektif yang memerlukan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat untuk memastikan bahwa hak digital kita dihormati dan dilindungi. (*)

Sumber: