Sulsel Daerah Rawan Tinggi di Pilkada, Bawaslu Butuh Pengawasan Partisipatif dari Media

Sulsel  Daerah Rawan  Tinggi di Pilkada,  Bawaslu Butuh Pengawasan Partisipatif dari Media

Tenaga Ahli Bidang Pencegahan, Informasi, dan Partisipasi Masyarakat (Parmas) Bawaslu RI, Aprianti Marwah bersama Anggota Bawaslu Sulsel, Alamsyah melakukan konsolidasi dengan media menjelang Pilkada Serentak 2024.--

DISWAY, SULSEL – Dalam Indeks Kerawanan Pemilihan Kepala Daerah (IKP) yang dirilis  Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) menempati posisi 5 besar sebagai  daerah dengan tingkat kerawanan tinggi pada  Pilkada  Serentak 2024.

Status zona merah ini menempatkan Sulsel sebagai wilayah yang mendapatkan perhatian khusus dari Bawaslu RI.

Terkait pengawasan, Bawaslu menyatakan tidak dapat mengawasi seluruh wilayah secara mandiri dan mengharapkan partisipasi aktif masyarakat, terutama melalui peran media pemberitaan dalam menyebarluaskan informasi pengawasan.

Tenaga Ahli Bidang Pencegahan, Informasi, dan Partisipasi Masyarakat (Parmas) Bawaslu RI, Aprianti Marwah, menyebutkan,   Bawaslu telah diberi mandat resmi melalui Surat Keputusan (SK) untuk menjalin kerja sama dengan media dalam memperkuat pengawasan Pilkada.

“Kita datang ke sini untuk konsolidasi media. Karena Bawaslu RI punya mandat untuk bekerja sama dengan media, dalam melaksanakan Pengawasan Pemilihan. Apalagi di Sulsel ini masuk dalam potensi kerawanan yang tinggi dalam pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2024,” ujarnya di Makassar, Jumat 8 November 2024.

Sulsel menjadi salah satu provinsi yang mendapatkan pengawasan khusus dari Bawaslu karena tingginya risiko konflik. Menurut Apri, upaya pengawasan ini mencakup intensifikasi sosialisasi dan penyebaran informasi preventif melalui media.

Hal ini bertujuan untuk mengajak masyarakat lebih peduli terhadap isu pengawasan Pilkada.

“ Walaupun di daerah yang kerawanannya rendah pun berpotensi juga. Pemilihan ini sangat dinamis, banyak mungkin indikator yang tidak muncul saat kita melakukan pemetaan kerawanan,” jelas Aprianti.

“Kenapa intens dilakukan di Sulsel berulang kali, itu juga jadi bagian untuk mengajak keterlibatan (media), karena kan sayang kalau Bawaslu bekerja sendiri tanpa input dari teman-teman media. Informasinya kan kadang minim, kita juga punya keterbatasan informasi,” sambungnya.

Apri menambahkan  pengawasan ini bukan hanya menjadi tanggung jawab Bawaslu, tetapi juga melibatkan berbagai stakeholder terkait yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).

Pemerintah daerah, polisi, dan pihak lainnya berkolaborasi dalam pengawasan ketat untuk mencegah potensi konflik yang dapat terjadi di wilayah zona merah seperti Sulsel.

“Pengawasan langsung di beberapa lokasi itu juga turut menggandeng sampai Mendagri, Polisi, itu diajak di daerah-daerah yang rawan tinggi. Ditunggu jadwalnya, karena semua orang berpacu dengan waktu dan mengumpulkan banyak sekali stakeholder terkait. Pemetaan kerawanan ini di-sounding ke mereka biar semua aware, kita meminjam mata dan telinga orang lain untuk menyoroti,” terangnya.

Menurut Aprianti, Pilkada cenderung menimbulkan gesekan di tingkat lokal, lebih kuat dibandingkan Pemilu legislatif atau presiden. Bawaslu berupaya keras melakukan pencegahan konflik melalui edaran, keputusan, dan rapat koordinasi. “Pimpinan Bawaslu berkeliling ke semua daerah. Beberapa komisioner bahkan gugur dalam tugas. Hal ini menunjukkan dedikasi tinggi Bawaslu dalam menjaga integritas Pilkada,” ujarnya.

Sementara Komisioner Bawaslu Sulsel, Alamsyah, menyebut berdasarkan penilaian kerawanan Pemilu 2024, Sulsel masuk dalam 5 besar daerah rawan.

Sumber: