Kita pun bertanya mengapa mereka dapat terjerat korupsi ? Bukankah mereka berlatar pendidikan yang tinggi, aktif dalam berorganisasi, dan bahkan sebagian di antara mereka adalah aktivis anti korupsi ?
Dalam perjalanan hidup, kita masing-masing tumbuh dan menempuh titik tinggal dan pergi. Kita terus bergerak seiring waktu dan penggalan kegiatan. Kita semua lahir dan tumbuh di dalam pulau yang disebut rumah yang menjadi lingkungan keluarga inti (Ayah, Ibu, Kakak dan Adik). Mereka menjadi teman interaksi sehari-hari. Kita menjadi cerdas, sehat, trampil dan berintegritas, karena Bapak dan Ibu mendidik sepenuh jiwa mereka. Walaupun, pada prakteknya, tidak semua lingkungan keluarga dapat secara paripurna mendidik anak-anak mereka.
Masa anak-anak adalah masa "tanah" yang waktunya untuk menanam berbagai nilai kebaikan. Rumah dan keluarga adalah pulau pertama yang diharapkan menghidupkan dan menumbuhkan karakter anak yang berintegritas, hidup sederhana (tidak serakah), jujur (tidak berbohong) dan berani. Pembiasaan tidak memakai barang orang lain tanpa ijin dan tidak mengambil barang yang bukan haknya dapat dicontohkan dan diisiplinkan sejak kecil. Kebiasaan ini akan menghindarkan anak berprilaku curang, menyakiti dan mencuri.
Sebaliknya, bila ada anggota keluarga yang tidak memperhatikan dan luput dari pembiasaan hidup berintegritas, hidup sederhana (tidak serakah), jujur (tidak berbohong) dan berani, maka ini awal pertama munculnya prilaku tidak jujur dan serakah di masa dewasa.
Bila dewasa, anak kita berkeluarga, maka mereka memiliki tanggung jawab mendidik generasi yang jujur dan sederhana. Tapi, bagaimana kalau anak kita yang tumbuh besar itu membawa kebiasaan yang tidak jujur dan serakah, maka kita bisa bayangkan, generasi tidak berintegritas akan tercetak secara turun menurun.
Pulau kedua yang akan dilewati oleh anak-anak kita adalah lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan yang di dalamnya ada guru dan proses pembelajaran menjadi harapan membangun generasi yang bukan hanya cerdas dan trampil, tetapi juga memiliki karakter yang jujur, berani dan bertanggung jawab. Di sanalah para pejuang tanpa jasa (guru) mendidik anak-anak kita. Didikan sekolah bisa membantu dan menutupi kekurangan pendidikan karakter yang ada di rumah.
Disinilah pentingnya, guru dibekali kapasitas menjadi guru yang berintegritas dan mengembangkan budaya jujur, berani, dan bertanggung jawab. Namun, bila sumber daya guru rendah, tauladan tidak dimiliki, maka pertanda kita akan panen generasi yang rentang korupsi di masa depan. Oleh karena itu, membangun budaya berintegritas (anti korupsi) di lingkungan sekolah adalah keniscayaan.
Pulau ketiga yang perlu ada budaya integritas adalah masyarakat. Bila di rumah dan di sekolah anak dididik dengan baik, maka lingkungan masyarakat yang berbudaya integritas akan memperkuat anak kita tumbuh dengan karakter yang jujur, berani dan bertanggung jawab. Di masyarakat, terdapat berbagai tempat kegiatan sekaligus tempat berinteraksi antar anggota masyarakat, seperti tempat ibadah, olahraga, sanggar seni budaya, pertanian, kuliner dan lain-lain. Berbagai tempat ini akan efektif menjadi sarana pendidikan budaya integritas, bila masyarakat memahami dan memiliki pengetahuan pengembangan budaya jujur, berani dan bertanggung jawab. Kepemimpinan tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama dan tokoh berbasis kegiatan yang dapat ditauladani dan juga berkomitmen menularkan budaya integritas adalah kunci dari pulau ketiga ini. Namun, bila tokoh -tokoh di masyarakat justru memberikan contoh dan tauladan yang buruk, jauh dari karakter berintegritas, maka kita bisa memastikan benteng membangun budaya integritas di masyarakat juga runtuh. Prilaku tidak berintegritas di tengah lingkungan masyarakat akan menjadi perongrong tenggelamnya pulau pertama, pulau kedua dan juga pulau ketiga ini.