Membangun Pulau-Pulau Integritas

Jumat 29-08-2025,13:33 WIB
Oleh: Muh. Seilessy

Apalagi kondisi kemiskinan masyarakat, terbatasnya akses sumber daya ekonomi,  rendahnya wawasan serta kesadaran berbangsa (berdemokrasi), dan tekanan budaya "hedon" (bermewah-mewah) telah menjadi pendorong bagi banyak orang mencari sumber penghidupan secara instan (menghalalkan segala cara). Pada kondisi seperti ini, masyarakat mengalami kerentanan akan kerapuhan integritas. 

 

Kondisi seperti ini, juga mempengaruhi kompetisi politik mulai lokal sampai nasional. Sebagian masyarakat tidak lagi melihat calon pemimpin dalam berbagai tingkatan dipilih berdasarkan kualitas kepemimpinan dan rekam  jejak "track record", akan tetapi siapa yang banyak uangnya, banyak bagi-bagi, dialah yang dipuja puji dan dipilih. Adagium "Ada uang abang disayang, gak ada uang abang ditendang"" bolehlah menjadi kata paling sering terdengar di tengah masyarakat terutama waktu pesta demokrasi berlangsung, mulai dari pemilihan ketua rukun warga  (RW), pemilihan kepala desa, pemilihan bupati, pemilihan gubernur, pemilihan anggota legislatif daerah dan pusat, serta pemilu presiden dan wakil presiden. 

 

Politik biaya tinggi dan budaya "hedon" (bermewah-mewah) mendorong hasrat dan rasa gengsi mempertahankan status sosial, kekuasaan dan kenikmatan atau kenyamanan hidup. Siklus ini akan membuat munculnya ketamakan atau keserakahan (greed), tidak pernah puas, untuk mendapatkan harta melebihi kebutuhan dasar. 

 

Jack Bologne dalam "Gone Theory" menyatakan bahwa kebutuhan (needs) dan keserakahan  terkait individu.  Menurut  Donald R. Cressey dalam "Fraud Triangle Theory" bahwa kebutuhan dan keserakahan menjadi motivasi seseorang melakukan korupsi. Teori Willingness and Opportunity to Corrupt juga mengungkapkan bahwa  niat atau keinginan melakukan korupsi karena didasari adanya kebutuhan. 

 

Di lingkungan masyarakat juga muara pertemuan antar keluarga, antar teman sekolah dan alumni, antar teman sekampung atau sesama daerah,  antar teman atau rekan kerja, teman sehobi dan lain-lainnya.  Kita berharap jejaring hubungan keluarga dan pertemanan ini, menjadi salah satu pengingat dan penjaga integritas.  Rasa malu akan muncul bila salah satu keluarga atau teman yang terungkap (terexpose) melakukan korupsi. 

 

Kita tidak ingin keluarga dan teman justru menjadi pendorong hilang dan lumpuhnya akal sehat kita. Bahkan lebih berbahaya lagi, bila akal "rasionalitas digunakan untuk mengambil keputusan melakukan kolusi, nepotisme dan korupsi karena merasa manfaat yang diterima lebih besar. Seperti yang diungkapkan oleh Jack Bologne pada  Gone Theory bahwa pelaku telah siap dengan konsekuensi bila kegiatan korupsi yang dilakukan terungkap (terexpose).  Donald R. Cressey  dalam Fraud Triangle Theory juga mengungkapkan bahwa pelaku korupsi telah menggunakan rasionalitas atas perbuatannya. Hal ini semakin diperjelas dalam Teori Cost-Benefit Model bahwa korupsi terjadi jika manfaat korupsi yang didapat dirasakan lebih besar dari biaya/risikonya. 

 

Bila pulau keluarga, pulau sekolah, dan pulau lingkungan masyarakat tegak dengan budaya berintegritas, didukung dengan perbaikan sistem dan tata kelola yang akuntabel dan transparan  pada pulau ke empat yaitu tempat bekerja baik di kelembagaan negeri maupun swasta, maka kita berharap adanya perbaikan atas maraknya peristiwa korupsi. Namun, kita melihat hari ini bahwa telah terjadi kelemahan sistem tata kelola lembaga-lembaga yang ada. Hal ini menjadi celah kerapuhan dan membuka peluang (kesempatan) untuk korupsi.  Jack Bologne dalam Gone Theory menyampaikan bahwa kesempatan merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya korupsi pada organisasi, instansi dan masyarakat luas.

Bagi pemilik otoritas atau kekuasaan akan mudah terdorong menyalahgunakan sistem yang lemah untuk kuntungan sendiri. Teori Willingness and Opportunity to Corrupt juga menyatakan bahwa  korupsi terjadi jika terdapat kesempatan/peluang terutama karena kelemahan atau kekurangan pada  sistem pengawasan.  Hal ini sejalan dengan Teori Korupsi Robert Klitgaard yang dikenal dengan CDMA Theory, yang menyatakan bahwa sistem Korupsi terjadi karena adanya faktor kekuasaan dan monopoli yang tidak dibarengi dengan akuntabilitas. Donald R. Cressey dalam "Fraud Triangle Theory" juga menyatakan bahwa kekuasaan dan monopoli yang tidak akuntabel akan mendorong terjadinya korupsi. 

 

Berbagai peristiwa korupsi yang terjadi di negeri ini, menjadi tanda bahwa pulau utama kita telah terabrasi dan terintrusi aliran budaya korupsi. Gelombang semakin membesar  menghancurkan dinding benteng integritas sebagian para penyelenggara negara baik di eksekutif, legislatif dan yudikatif. Ketika integritas negeri jebol, membuat pulau-pulau utama juga semakin tergerus dan hampir lagi tenggelam. 

Tags :
Kategori :

Terkait