Menyoal Efektivitas Hukum dalam Melindungi Data Pribadi di Era Digital

Rabu 17-07-2024,06:23 WIB
Oleh: Muhammad Fadly

<strong>Oleh: Muh Akbar Fhad Syahril</strong> MASALAH kebocoran data di Indonesia telah menjadi perhatian serius dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) telah diundangkan untuk memberikan perlindungan hukum yang kuat, kenyataannya, insiden kebocoran data masih sering terjadi. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas hukum dalam melindungi data pribadi di era digital. Indonesia adalah negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menegaskan bahwa semua warga negara harus tunduk pada hukum yang berlaku. Dalam konteks perlindungan data pribadi, UU PDP hadir sebagai respons terhadap meningkatnya insiden kebocoran data yang merugikan masyarakat. UU ini mengatur berbagai aspek perlindungan data, mulai dari hak subjek data, kewajiban pengendali data, hingga sanksi administratif dan pidana bagi pelanggarannya. Meskipun UU PDP telah disahkan, implementasinya di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan utama adalah kelembagaan dan regulasi teknis. UU PDP mengamanatkan pembentukan lembaga pengawas yang bertanggung jawab kepada presiden. Namun, hingga kini, struktur dan otoritas lembaga ini belum sepenuhnya jelas. Ketiadaan peraturan pelaksana yang rinci juga menghambat efektivitas UU ini. Selain itu, kesiapan pengendali data juga menjadi masalah. Banyak badan publik dan swasta yang belum siap untuk memenuhi kewajiban sebagai pengendali data. Hal ini terlihat dari masih banyaknya insiden kebocoran data yang terjadi, seperti yang dilaporkan oleh ELSAM, di mana terdapat dugaan pengungkapan melanggar hukum terhadap 668 juta data pribadi sepanjang tahun 2023. Kesadaran dan praktik baik dalam melindungi data pribadi di Indonesia masih rendah. Banyak pengendali data yang belum menerapkan langkah-langkah teknis dan organisasi yang memadai untuk memastikan keamanan data pribadi. Dalam teori hukum, penegakan hukum harus memenuhi tiga unsur utama: kepastian, kemanfaatan, dan keadilan. UU PDP, meskipun sudah memberikan kerangka hukum yang jelas, masih belum mampu memberikan kepastian hukum yang diharapkan. Banyaknya insiden kebocoran data menunjukkan bahwa manfaat dari UU ini belum dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat. Selain itu, keadilan dalam penegakan hukum juga menjadi sorotan. Sanksi yang diatur dalam UU PDP, baik administratif maupun pidana, harus diterapkan secara konsisten untuk memberikan efek jera. Namun, implementasi sanksi ini masih belum optimal, terutama terhadap badan publik yang seringkali menjadi sumber kebocoran data. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan dan penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Dalam pelaksanaan dan penegakan hukum, keadilan harus adil, baik secara komutatif maupun secara distributif. Perkembangan teknologi informasi yang pesat juga menambah kompleksitas dalam penegakan hukum perlindungan data pribadi. Teknologi yang semakin canggih membuat data semakin mudah diakses dan disebarluaskan, sehingga risiko kebocoran data semakin tinggi. Oleh karena itu, penegakan hukum harus mampu mengikuti perkembangan teknologi untuk tetap efektif. Untuk meningkatkan efektivitas UU PDP, beberapa langkah yang dapat diambil adalah penyusunan peraturan pelaksana yang rinci. Pemerintah perlu segera menyusun peraturan pelaksana yang rinci untuk mengatur berbagai aspek teknis dari UU PDP. Hal ini termasuk panduan teknis untuk pengendali data dalam melindungi data pribadi. Penguatan kelembagaan juga sangat penting. Lembaga pengawas yang dibentuk harus memiliki otoritas yang jelas dan independen dalam menjalankan fungsinya. Model kelembagaan yang independen seperti PPATK dapat menjadi acuan dalam pembentukan lembaga pengawas PDP. Peningkatan kesadaran dan kepatuhan pengendali data juga menjadi kunci keberhasilan UU PDP. Pemerintah dan lembaga terkait perlu meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pengendali data melalui sosialisasi, pelatihan, dan audit berkala. Langkah-langkah ini penting untuk memastikan bahwa pengendali data memahami dan mematuhi kewajiban mereka sesuai dengan UU PDP. Peran masyarakat juga tidak kalah penting dalam penegakan hukum perlindungan data pribadi. Masyarakat harus lebih proaktif dalam melaporkan insiden kebocoran data dan menuntut hak-hak mereka sesuai dengan UU PDP. Dengan demikian, penegakan hukum dapat berjalan lebih efektif dan memberikan perlindungan yang optimal bagi data pribadi warga negara. Dalam konteks internasional, Indonesia juga perlu belajar dari negara-negara lain yang telah lebih dulu memiliki regulasi perlindungan data pribadi yang efektif. Misalnya, General Data Protection Regulation (GDPR) di Uni Eropa yang telah terbukti mampu memberikan perlindungan data pribadi yang kuat dan efektif. Kerjasama internasional juga penting dalam penegakan hukum perlindungan data pribadi. Mengingat data dapat dengan mudah melintasi batas negara, kerjasama dengan negara lain dalam penegakan hukum dan pertukaran informasi sangat diperlukan untuk menangani insiden kebocoran data yang bersifat lintas negara. Secara keseluruhan, meskipun UU PDP telah memberikan dasar hukum yang kuat untuk perlindungan data pribadi di Indonesia, tantangan dalam implementasinya masih besar. Diperlukan upaya bersama dari pemerintah, lembaga pengawas, dan masyarakat untuk memastikan bahwa UU ini dapat berjalan efektif dan memberikan perlindungan yang optimal bagi data pribadi warga negara. Dengan demikian, harapan untuk menciptakan lingkungan digital yang aman dan terpercaya dapat terwujud. Penegakan hukum yang efektif dalam perlindungan data pribadi tidak hanya akan melindungi hak-hak individu, tetapi juga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dan pemerintah. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan efektivitas UU PDP harus terus dilakukan dengan melibatkan semua pihak terkait. Dengan kerjasama yang baik antara pemerintah, lembaga pengawas, pengendali data, dan masyarakat, perlindungan data pribadi di Indonesia dapat ditingkatkan dan insiden kebocoran data dapat diminimalisir. Harapan untuk menciptakan lingkungan digital yang aman dan terpercaya dapat terwujud dengan penegakan hukum yang efektif dalam perlindungan data pribadi. Penegakan hukum yang efektif dalam perlindungan data pribadi tidak hanya akan melindungi hak-hak individu, tetapi juga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dan pemerintah. Di sisi lain, terdapat ironi yang mencolok dalam upaya perlindungan data pribadi di Indonesia. Dalam sebuah episode podcast "Close The Door" yang dipandu oleh Deddy Corbuzier dengan judul "5 Menit Doang Gue Bobolnya‼️ Pak Menteri Bisa Apa⁉️ Lebih Susah H4ck Warnet⁉️", seorang narasumber mengungkapkan pada menit ke 20:30:05 bahwa ada praktisi asal Indonesia yang tinggal di Thailand, Yohanis Nogroho, yang bersedia membantu secara sukarela dalam kasus kebocoran data ini. Sayangnya, upaya ini tidak mendapat sambutan positif. Narasumber mengatakan bahwa rekan ahli (Yohanis Nogroho) tersebut malah tidak direspon baik oleh oknum di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Hal ini menunjukkan adanya resistensi internal yang dapat menghambat upaya perbaikan sistem perlindungan data. Hal ini menunjukkan adanya resistensi internal yang dapat menghambat upaya perbaikan sistem perlindungan data. Insiden ini mencerminkan kurangnya apresiasi terhadap upaya kolaboratif yang dapat memperkuat sistem perlindungan data di Indonesia. Padahal, kolaborasi dengan ahli dan pakar di bidang keamanan siber sangat penting untuk mengatasi tantangan teknis yang kompleks. Resistensi semacam ini tidak hanya merugikan individu yang menawarkan bantuan, tetapi juga masyarakat luas yang datanya berisiko bocor. Kebocoran data yang belum menemukan solusi ini menunjukkan bahwa permasalahan tidak hanya terletak pada regulasi dan kelembagaan, tetapi juga pada budaya dan sikap internal di lembaga pemerintah. Diperlukan perubahan paradigma dan sikap yang lebih terbuka terhadap kolaborasi dan bantuan eksternal. Pemerintah harus menyadari bahwa keamanan data adalah tanggung jawab bersama yang memerlukan kontribusi dari berbagai pihak, termasuk ahli dan pakar independen. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk memperbaiki budaya kerja di lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas perlindungan data. Pelatihan dan sosialisasi tentang pentingnya kolaborasi dan penghargaan terhadap keahlian eksternal harus ditingkatkan. Selain itu, mekanisme pengawasan internal harus diperkuat untuk memastikan bahwa setiap upaya untuk memperbaiki sistem perlindungan data diterima dan diimplementasikan dengan baik. Dengan demikian, meskipun UU PDP telah memberikan dasar hukum yang kuat, tantangan dalam implementasinya masih besar. Diperlukan upaya bersama dari pemerintah, lembaga pengawas, masyarakat, dan ahli eksternal untuk memastikan bahwa UU ini dapat berjalan efektif dan memberikan perlindungan yang optimal bagi data pribadi warga negara. Harapan untuk menciptakan lingkungan digital yang aman dan terpercaya dapat terwujud dengan penegakan hukum yang efektif dan kolaborasi yang baik antara berbagai pihak terkait.

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler