<strong>diswaysulsel.com, MAKASSAR </strong>- Jelang Pilkada Serentak, publik digemparkan dengan aksi tak patut oleh seorang oknum anggota TNI yang mengaku sebagai adik Mentan RI Amran Sulaiman. Oknum yang bernama Sersan Mayor (Serma) Andi Arifuddin Sulaiman itu melakukan aksi teror terhadap salah satu politisi Partai Gerindra, Harmansyah. Pasalnya, Harmansyah merupakan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Gerindra Sulawesi Selatan. Sementara, adik kandung Amran Sulaiman yakni Andi Sudirman Sulaiman sendiri diusung oleh Gerindra untuk maju pada kontestasi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulsel. Terlepas dari musabab ‘aksi koboi’ Serma Arifuddin ini, tindakannya tersebut pun menuai berbagai reaksi. Di mana sebagai TNI, dia seharusnya menjaga ketentraman masyarakat apalagi menjelang Pilkada. Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Universitas Negeri Makassar (UNM), Dr. Herman, menjelaskan bahwa perilaku oknum anggota TNI yang melakukan teror, dan bahkan menakut-nakuti masyarakat sipil, selain bertentangan dengan prinsip negara hukum, juga secara diametral telah melanggar ketentuan konstitusional tentang perlindungan, promosi, pemenuhan, dan penghargaan terhadap Hak Asasi manusia (HAM). “Selain bertentangan dengan prinsip negara hukum dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD NRI ‘45, juga secara diametral telah melanggar ketentuan konstitusional. Tentang perlindungan, promosi, pemenuhan, dan penghargaan terhadap hak asasi manusia,” jelasnya kepada Harian Disway Sulsel, Minggu 8 September 2024. Menurut dia, perilaku anggota TNI sebagai garda terdepan menjaga keamanan dan keselamatan rakyat dari serangan luar negara. Bukan justru kekuatan tersebut dipergunakan di dalam negeri untuk menakut-nakuti atau meneror masyarakat sipil. Selain itu juga, hal ini pastinya bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang (UU) yang mengatur tentang tugas dan fungsi (taaks en functie) TNI di dalam UU yang seharusnya menjaga keselamatan negara dan rakyat. “Tindakan yang dilakukan oknum anggota TNI ini mengindikasikan tidak hanya pelanggaran etik dan moral seorang prajurit TNI yang seharusnya mengayomi, melindungi masyarakatnya, namum demikian juga merupakan suatu tindakan pelanggaran HAM, dan pelanggaran terhadap ketentuan UU,” terang Herman. “Ketentuan UU baik di dalam UU yang mengatur tentang tugas dan fungsi utama seorang prajurit TNI, termasuk UU yang mengatur tindak pidana militer yang dilakukan oleh seorang prajurit TNI,” tambahnya. Lebih jauh, dia pun menjelaskan bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi di Indonesia sebagai negara hukum. Di mana tentu perlindungan kepada masyarakat menjadi prinsip yang fundamental dalam ketentuan konstitusional UUD Negara Republik Indonesia 1945. “Salus Populi Suprema Lex esto, atau keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi, negara hukum Indonesia, pada prinsipnya sebagaimana ketentuan konstitusional dalam UUD NRI ' 45, perlindungan kepada masyarakat, terutama hak untuk tidak diperlakukan secara sewenang-wenang adalah hak asasi manusia (ground rechten),” tutupnya. Diketahui pasca insiden teror yang dia dapatkan, Harmansyah pun melakukan pengaduan atas tindakan para oknum TNI ini kepada Detasemen Polisi Militer (Denpom) XIV/4 Makassar. Namun, tersiar kabar bahwa para oknum ini mangkir dari panggilan pemeriksaan Denpom. Mengklarifikasi hal ini, Kepala Penerangan Kodam/XIV (Kapendam) Hasanuddin, Kolonel Inf. Mangapul Hutajulu mengatakan bahwa para oknum yang teradu tersebut mangkir dalam panggilang pemeriksaan Denpom. “Tidak benar itu kabar bahwa oknum anggota tersebut mangkir dari panggilan pihak penyidik dalam hal ini Denpom XIV/MKSSR,” katanya kepada Harian Disway Sulsel, Minggu 8 September 2024. Dia pun menyampaikan, terkait dengan perkembangan proses penyelesaian permasalahan yang dilakukan oleh oknum prajurit Kodam XIV/Hsn itu, saat ini telah ditindaklanjuti sesuai prosedur yang berlaku. “Oknum prajurit Kodam XIV/Hsn tersebut saat ini di Denpom XIV/4 Makassar dan tengah menjalani proses pemeriksaan/penyelidikan oleh Penyidik Polisi Militer sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” terangnya. Dia pun mengatakan, agar masyarakat dapat bersabar dan memberikan kesempatan kepada aparat penegak hukum dalam hal ini Denpom XIV/4 Makassar untuk melakukan proses pemeriksaan dan penyelidikan tersebut. “Saat ini masih dalam tahap penyelidikan ya. Jadi biar pihak penyidik Denpom XIV/4 Makassar bekerja selesaikan hal tersebut,” tukasnya. Diketahui, Harmansyah sendiri sebagai korban mengadukan sekiranya 10 oknum prajurit TNI yang diduga telah melakukan teror yang mengakibatkan keluarganya merasa terancam dan dirugikan secara mental. “Kurang lebih 10 orang (oknum yang dilaporkan). Sementara dikembangkan oleh teman-teman Denpom,” sebut Harmansyah usai melapor ke Denpom XIV/4 Makassar, Kamis 5 September 2024. Selain melaporkan para oknum anggota TNI tersebut, Harmansyah juga mengatakan akan melaporkan satu oknum sipil yang turut serta dalam aksi itu. Di mana kata dia, oknum sipil tersebut diduga merupakan staf ahli mantan Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman. “Semalam saya sudah melakukan pelaporan, hari ini saya melengkapi berita acara pemeriksaan kurang lebih satu jam setengah. Saya akan juga melakukan pelaporan ke Polrestabes, karena katanya ada satu oknum situ juga mantan kepala desa yang saya tidak tahu juga permasalahan dengan saya apa. Yang katanya juga salah satu mantan staf ahli di gubernuran,” terangnya. Selanjutnya, ujar Harmansyah, dia menyerahkan proses pemeriksaan maupun penyelidikan sepenuhnya kepada pihak Denpom XIV/4 Makassar. Dia mengatakan hanya menempuh jalur hukum yang semestinya karena dirinya bersama keluarga merasa terancam dengan kejadian ini. “Tindak lanjut itu teman-teman Denpom yang lebih kapabel. Saya berharap bahwa ini bisa ditindaklanjuti secara tegas. Saya sebagai warga sipil yang sangat membutuhkan perlindungan dari orang-orang yang berwenang,” tutupnya. Sebelumnya istri Harmansyah, Reni, sebagai saksi yang menyaksikan langsung tindakan para oknum TNI tersebut menjabarkan kronologi kejadian aksi tersebut. Dia mengatakan, pada Rabu 4 September, beberapa orang berseragam Pakaian Dinas Lapangan (PDL) loreng mendatangi kediamannya di Perumahan Bumi Husada Indah, Kecamatan Manggala, Kota Makassar. "Sekitar hampir jam 5 datang beberapa oknum marah-marah mencari suami saya (Harmansyah). Katanya dia mau memukul kepala suami saya sampai berdarah. Bahkan dia mengucap akan menembak kepala suami saya kalau ketemu," beber Reni dalam video tersebut. Adapun Reni mengaku bahwa oknum TNI tersebut sempat mengancam dia bersama anak-anaknya akan diculik jika tak menemukan Harmansyah. Ancaman tersebut dilontarkan akibat Harmansyah pada saat itu sementara tidak berada di rumah. "Jika tidak ketemu dengan suami saya, maka saya dan anak-anak saya katanya akan diculik. Setelah itu dia mendobrak pagar sampai dia bisa berhasil masuk. Kemudian dia menggedor-gedor pintu ruang tamu, di mana di dalam itu ada anak kecil saya dua orang umur 7 dan 9 tahun," ucap Reni sambil menahan tangis. Tak hanya sampai di situ, karena tak berhasil masuk ke dalam rumah, Reni mengungkapkan bahwa oknum tersebut mematikan aliran listrik rumahnya dari luar, sampai membuat kedua anaknya ketakutan. Oleh karena itu, dalam video tersebut Reni meminta bantuan kepada para pimpinan TNI, dalam hal ini Pangdam TNI Hasanuddin XIV demi mendapatkan perlindungan. Kabarnya, aksi ini dipicu oleh dugaan keterlibatan Harmansyah terhadap pengepungan putra Mentan Andi Amar Ma’ruf Sulaiman, usai debat calon Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Sulsel. Namun keterlibatan tersebut sampai hari ini masih bersifat dugaan, yang kemudian juga ditepis oleh Harmansyah sendiri. (REG/E)
Belum Apa-apa Klan Sulaiman Berulah
Senin 09-09-2024,15:51 WIB
Editor : Muhammad Fadly
Kategori :