DPRD Kota Makassar
PEMKOT MAKASSAR

Gerhana Keadilan

Gerhana Keadilan

Andi Muhammad Jufri, M.Si Praktisi Pembangunan Sosial--

Oleh: Andi Muhammad Jufri (Praktisi Pembangunan Sosial)

 

Setiap ada ketidakadilan, ada nurani terusik, mulut bersuara dan berteriak, tangan bergerak serta kaki melangkah, berbaris bersama meluruskan agar semua berada di jalan keadilan. Dengan keadilan, kehidupan damai, harmoni,  sejahtera untuk semua dapat dirasakan. Dengan kacamata keadilan, setiap keputusan dan tindakan  dapat dinilai beretika dan bermoral atau sebaliknya. 

 

Hanya seringkali keadilan terkalahkan atas kepentingan dan atas nama tujuan mulia bernama "pembangunan" kesejahteraan.  Namun, kesejahteraan yang dimaksud tereduksi  pada kepentingan kelompok atau segilintir orang. Bahkan "pembangunan" sebagai proses menyejahterakan rakyat pun berubah menjadi proses menyengsarakan rakyat. 

 

Kedok atas nama "pembangunan kesejahteraan" telah lama berlangsung di negeri ini.  Disadari atau tanpa disadari, disengaja atau tidak disengaja, diketahui atau tidak diketahui, dipahami atau tidak dipahami, secara lambat laun, hasil pembangunan ber-kedok itu, akan tercium dan tampak nyata di mata nurani rakyat.

 

Bagi yang berpikir rasional, hati nuraninya akan menuntun pada kesadaran kritis atas kondisi dan hasil pembangunan yang ber-kedok "pembangunan kesejahteraan". Budi Baskoro dari Mongabay.co.id dan Aldo Sallis dari Kompas.id, merupakan jurnalis investigatif yang menyoal mengenai keadilan dan masa depan  masyarakat lokal yang semakin terpinggirkan, petani yang mengalami kriminalisasi, lingkungan yang rusak, hilangnya hak masyarakat adat dan terjadinya konflik di bumi Borneo. Kedua jurnalis tersebut, menuangkan kegelisahan nurani dan pikiran kritisnya, dengan narasi rasional  di buku bertajuk Hantu Tuan Kebun (Kalteng Pos, 25 April 2025). 

 

Nurani negeri terusik ketika "Rempang" bergejolak. Masyarakat adat merasa terancam secara serius atas tanah, harta  dan masa depan mereka, ketika pemerintah republik, dengan atas nama "pembangunan" akan merelokasi masyarakat agar Proyek Rempang Eco City dapat berjalan lancar (Tempo.co, 25 Desember 2024). 

 

Peristiwa konflik kepemilikan lahan yang sering mengalahkan yang lemah menjadi cerita derita rakyat dan tertumpahkan di banyak lembaga advokasi dan bantuan hukum yang peduli atas nasib rakyat. Kita sungguh prihatin, ketika pemerintah republik yang diharapkan menjadi pelindung dan pengayom rakyat, justru kalah dengan "mafia" ber-kedok pembangunan kesejahteraan itu. 

 

Sumber: