DPRD Kota Makassar
PEMKOT MAKASSAR

Gerhana Keadilan

Gerhana Keadilan

Andi Muhammad Jufri, M.Si Praktisi Pembangunan Sosial--

 

Sila "Ketuhanan Yang Maha Esa" bermakna bahwa  kita membangun negeri dengan menjunjung tinggi moral dan etika ketuhanan (ajaran agama) yang berarti bahwa setiap kebijakan dan pelaksanaannya menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan, kejujuran, dan keadilan. 

 

Sila "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab" bermakna bahwa kita membangun negeri dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, inklusif, adil, beretika, dan berkelanjutan. 

 

 

Sila "Persatuan Indonesia"  bermakna bahwa membangun negeri dengan semangat gotong royong, menghargai keberagaman, dan mengedepankan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi atau golongan. 

 

Sila "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan" bermakna bahwa membangun negeri dengan menempatkan kedaulatan rakyat dan musyawarah mufakat sebagai landasan utama dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan bersama. 

 

Sila  "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" bermakna bahwa membangun negeri untuk mewujudkan kemakmuran yang merata, kesetaraan akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja, serta penegakan hukum yang adil tanpa memandang suku, agama, ras, atau golongan.

 

Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 dan Pancasila,  telah menjadi matahari yang memancarkan cahaya keadilan untuk pembangunan negeri. Namun, kita perlu waspada dengan kepentingan pribadi, kekuasaan, atau intrik, yang membuat suara dan kepentingan rakyat terabaikan dan terpinggirkan. Fenomena ini dapat diibaratkan seperti gerhana matahari atau bulan, di mana cahaya tertutup bayangan sehingga terjadi kegelapan.  Sebuah keadaan ketika cahaya keadilan tertutupi, karena "kedok" kepentingan segilintir (pribadi dan kelompok) sehingga yang terjadi justru ketidakadilan, maka inilah yang disebut "gerhana keadilan". 

 

Berbagai sumber daya yang melimpah,  lalai dirawat. Eksploitasi berlebihan menghancurkan ekosistem. Pembangunan tak terpola dan industri tak ramah, menurunkan kualitas ekosistem. Pada titik tertentu, "tanah", "udara" dan "air" menyerah dan tak memberi manfaat kepada kita. Bahkan sebaliknya kehancuran lebih cepat mendatangi kehidupan manusia. 

Sumber: