Pappaseng FLP Sulsel: Sejarah, Tantangan, hingga Polemik Perpustakaan

Dialog Literasi Festival Pappaseng Forum Lingkar Pena (FLP) Wilayah Sulsel dan Antropos Indonesia, Perpustakaan: Ruang Sunyi yang Mendadak Berisik, Sabtu 25 Januari 2025.--Istimewa--
"Justru hari ini Perpustakaan yang paling berisik menurut saya itu adalah perpustakaan virtual," ujar pembina FLP UIN Alauddin ini.
Dia pun menguraikan, tantangan dari perpustakaan virtual yang ada saat ini adalah mesin pencari (Google dan Yahoo), media sosial, serta Artificial Intelligent (AI). Di mana, tantangan ini melahirkan pergeseran budaya baca di tengah masyarakat modern.
"Butuh adanya digital detoks dari medsos itu kita harus berhati-hati. Saya pernah melakukan riset tentang Nomopobhia, di mana orang-orang itu tidak bisa jauh dari gadget-nya," ungkapnya.
Terakhir, Pembicara keempat pada dialog ini adalah Akademisi Universitas Hasanuddin, Fajlurrahman Jurdi.
Terkait dengan polemik yang terjadi di lingkungan perpustakaan belakangan ini, Fajlurrahman yang merupakan ahli hukum menjelaskan tentang Undang-undang yang menjerat para pelaku pemalsuan rupiah.
Fajlurrahman menerangkan bahwa terdapat dua Undang-undang yang dapat dikenakan pada tindak pidana para pelaku pemalsuan rupiah di Perpustakaan UIN Alauddin Makassar tersebut, yakni Pasal 244 dan 255 KUHP lama yang masih berlaku, dan Pasal 374 dan 375 UU 1/2023 KUHP.
Sumber: