Prof Karta Buka Suara Soal Proyek Rp87 Miliar UNM yang Dilaporkan ke APH

Rektor Universitas Negeri Makassar, Prof Karta Jayadi. --
DISWAY, SULSEL — Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof Karta Jayadi, akhirnya angkat bicara terkait laporan dugaan korupsi proyek senilai Rp87 miliar di lingkungan kampusnya yang kini tengah ditangani Aparat Penegak Hukum (APH).
Prof Karta menyatakan pihaknya menghormati seluruh proses hukum yang sedang berjalan. Bahkan, ia menganggap pelaporan tersebut merupakan langkah yang tepat guna menghindari simpang siur informasi di publik.
"Silakan. Kami kan pihak yang dilaporkan. Ini langkah yang bagus biar tidak simpang siur ini berita. Koridor APH menjadi yang terbaik," singkat Prof Karta saat dimintai tanggapan, Kamis, (26/6/2025).
Bahkan, Prof Karta menegaskan, pihaknya siap menghadapi laporan tersebut. Termasuk menyiapkan tim hukum.
"UNM selalu siap untuk semuanya. Insyaallah," tegasnya.
Diketahui, laporan proyek Rp87 miliar tersebut dilakukan Pemuda Solidaritas Merah Putih ke Polda Sulawesi Selatan pada 2 Juni 2025, dan dilanjutkan ke Kejati Sulsel pada 3 Juni 2025 dengan laporan yang sama.
UNM diketahui menerima alokasi anggaran sebesar Rp87 miliar dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui program Percepatan Reformasi Perguruan Tinggi Negeri (PRPTN).
Dana ini bertujuan mendukung transformasi UNM dari Badan Layanan Umum (BLU) menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH).
Namun dalam pelaksanaannya, Pemuda Solidaritas Merah Putih menduga terdapat sejumlah penyimpangan anggaran dan penyalahgunaan wewenang, termasuk pelanggaran terhadap prosedur pengadaan barang dan jasa.
Salah satunya, mengenai penggunaan anggaran yang dikelola oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang disebut tidak memiliki sertifikat kompetensi sebagaimana diatur dalam regulasi pengadaan barang dan jasa.
Tak hanya itu, dugaan mark-up dalam pengadaan barang, seperti komputer dan smart board. Di mana pengadaan 75 unit komputer, harga per unit disebut mencapai Rp32 juta, padahal harga pasaran hanya sekitar Rp24 juta. Terjadi selisih Rp7 juta per unit.
Sementara pengadaan smart board senilai Rp250 juta per unit juga dinilai janggal. Ichsan menyebut ada selisih harga sekitar Rp100 juta dari harga pasaran.
"Beberapa pengadaan dilakukan melalui e-katalog, padahal seharusnya lelang karena tingkat kompleksitas proyek, seperti pembangunan ruang laboratorium standarisasi," kata Ketua Pemuda Solidaritas Merah Putih, Ichsan. (*)
Sumber: