Marah Harian

Marah Harian

<!-- wp:paragraph --> <p><sup>Oleh: Dahlan Iskan</sup></p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p><strong>ANDA</strong> pun punya pengalaman serupa ini: diperlakukan kejam oleh seseorang tapi akhirnya berterima kasih pada orang tersebut.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Begitu juga drh Indro Cahyono –teman akrab Anda itu.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Tanpa Dr Lies Parede, Indro tidak bisa jadi peneliti virus yang hebat seperti sekarang ini. Ia ingat benar ketika pertama menjadi</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>pegawai departemen pertanian. Ia ditempatkan di Balai Penelitian Hewan (Vetaria). Di Bogor.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Hari itu Indro ingin menghadap seniornya. Untuk minta arahan apa yang harus dikerjakan. Sang senior cuek-bebek. Cenderung ketus.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Sinis. Merendahkan.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Akhirnya Indro tahu. Pegawai-pegawai di situ yang memberi tahu. Sifat Dr Lies memang begitu. Bahkan dia itu tidak suka bicara</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>dengan siapa pun. Indro pun sedikit terhibur. Tidak sendirian. Ia terus berusaha mendekati Dr Lies. Tidak putus asa. Tidak ngambek.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Ia tahu bahwa Dr Lies memang orang hebat. Dr Lies jagoan dalam melakukan riset. Tidak terbantahkan. Dr Lies adalah penemu</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>vaksin flu burung. Juga penemu vaksin ND dan Gumboro. Beliau mampu melakukan isolasi virus-virus ayam. Juga mampu melakukan</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:image {"id":5164,"width":767,"height":455,"sizeSlug":"large","linkDestination":"none"} --> <figure class="wp-block-image size-large is-resized"><img src="https://diswaysulsel.com/wp-content/uploads/2022/07/Disway-Penyakit-ND-1-300x178.png" alt="" class="wp-image-5164" width="767" "455"/></figure> <!-- /wp:image --> <!-- wp:paragraph --> <p>setting uji diagnostik nasional untuk Flu Burung, ND dan Gumboro.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Indro justru mengagumi seniornya itu. Enam bulan lamanya Indro melakukan riset sendiri. Tanpa bimbingan siapa pun. Ia meneliti embrio.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Melihat ketekunan Indro itu hati Dr Lies akhirnya luluh. Sedikit. Dia lemparkan satu berkas ke Indro. "Pelajari itu. Kamu bikin. Ikuti</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>apa yang ada di berkas itu," ujar Dr Lies seperti ditirukan Indro –mungkin tidak persis begitu.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Yang dilemparkan itu adalah berkas hasil penelitian seorang profesor dari Inggris: Eric Worral. Ia menemukan: virus itu bisa</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>dikeringkan. Lalu dibikin bubuk. Disimpan. Kelak bubuk itu dihidupkan. Virus pun bisa hidup kembali.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Oleh Eric, teknik mengeringkan virus itu disebut Xerovac. Indro harus membaca hasil penelitian Eric. Lalu harus mempraktikkannya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Indro harus bisa mengeringkan virus. Caranya sesuai dengan petunjuk Eric Worral.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Sebelum mempraktikkannya Indro harus merumuskan dulu secara tertulis. Rumusan itu ia sodorkan ke Dr Lies. Sang pembimbing</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>hanya melirik sekilas kertas Indro. Lalu membuangnya begitu saja.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Indro memungut karya tulisnya itu. Ia renungkan lagi di mana salahnya. Ia pun membuat rumusan baru. Disodorkan kembali ke Dr</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Lies. Dibuang lagi.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Dibuang lagi, dibuang lagi. Sampai 17 kali. Di sodoran yang ke 18 Lies masih tidak gembira. Tapi tidak dibuang lagi. "Kerjakan," kata</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Dr Lies.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Maka Indro mengerjakan proses pengeringan virus. Berhasil. Bisa juga membuat bubuk virus. Bisa disimpan sampai 6 bulan. Artinya:</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>di bulan keenam itu virus masih bisa dihidupkan lagi. Masih bisa hidup.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Virus yang dikeringkan itu adalah Gumboro. Avibirnavirus. Serupa virus AIDS pada manusia, tapi menyerang ayam. Yakni menyerang</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>sistem kekebalan ayam.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Sekian tahun kemudian Indro gemetar. Ia mendengar Eric Worrel mau datang ke Bogor. Ia membayangkan apakah akan bisa bertemu</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Eric, tamu penting di Balai Penelitian tempatnya bekerja. Indro masih peneliti junior. Indro begitu ingin bertemu dengan peneliti</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>yang karyanya ia praktikkan. Indro ingat gara-gara karya Eric ia dilempar 17 kali oleh Dr Lies.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Bisa bertemu. Indro hanya ingin minta tanda tangan. Bukan di bukunya, tapi di atas berkas hasil penelitiannya. Berkas itu sudah agak</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>lusuh. Tapi bersejarah bagi dirinya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Saat Indro minta tanda tangan itulah Eric memuji Indro. "Saya pakai cara Anda. Anda hebat. Bagaimana Anda bisa membuat bubuk</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>virus yang mampu bertahan enam bulan," ujar Eric.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Kepala Indro membesar. "Bikinan saya sendiri hanya bisa bertahan dua minggu," ujar Eric. "Apa yang kamu lakukan?" tanyanya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>"Saya hanya mengikuti hasil penelitian Profesor Eric," jawab Indro merendah.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Kini Eric sudah meninggal. Indro tahu dari anaknya. Sang anak ke Bogor juga. Ia bukan peneliti seperti ayahnya. Ia pewaris</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>perusahaan. Penemuan-penemuan Eric telah menjadi kekayaan perusahaan.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Saat tersiksa itu Indro sudah kawin. Sudah punya anak. Ia kawin ketika masih sama-sama mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Universitas Gadjah Mada. Waktu wisuda pun anaknya sudah satu.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Indro mengajak istri dan tiga anaknya saat meneruskan kuliah di Australia. Sang istri jualan makanan di Australia. Untuk bisa</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>mencukupkan beasiswa yang suami.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Rupanya Sang istri jadi penguat suami. Terutama saat Indro di-bully secara nasional. "Saya sudah kebal. Dimarahi siapa pun tidak</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>terasa," katanya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Gara-gara tiap hari dimarahi Dr Lies dulu?</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>"Bukan hanya itu. Sampai sekarang pun saya masih dimarahi. Tiap hari," katanya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Yang disindir rupanya terasa. Ia pukul pundaknya dengan kepalan tangannyi. Pasangan ini, ehm, seperti masih pacaran saja. (*)</p> <!-- /wp:paragraph -->

Sumber: