Sekolah Terpencil di Takalar Ini Buktikan Bisa Maju, Terapkan Program Anti-Bullying dan Literasi Digital

--
DISWAY, SULSEL — Terletak jauh dari pusat kota Takalar, SDN Inpres 160 Bontolebang di Desa Moncongkomba, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, justru bisa menjadi contoh inspiratif bagi sekolah lain.
Di tengah keterbatasan fasilitas, sekolah ini berhasil membangun lingkungan belajar yang berkarakter melalui program anti-bullying berbasis budaya lokal dan transformasi digital di kalangan guru sejak tahun 2024.
Kepala SDN Inpres 160 Bontolebang, Safar Salam dihubungi melalui telepon selulernya, Ahad (12/10/25), mengatakan pihaknya mengembangkan program bertajuk “Paburitta: Pelajar Berbudaya Tanpa Perundungan” sebagai bentuk penanaman nilai-nilai luhur masyarakat Takalar kepada siswa.
“Perilaku bullying tidak sesuai dengan budaya leluhur kita. Siswa yang melakukan perundungan berarti melanggar nilai sipakatau, sipakainge, dan sipakalebbi yang menjadi dasar kehidupan masyarakat Bugis-Makassar,” ujar Safar Salam.
Program Paburitta menekankan pemahaman tentang berbagai bentuk perundungan, baik verbal, fisik, psikologis maupun siber, serta dampak negatifnya bagi korban dan pelaku. Melalui diskusi kelas, simulasi kasus, dan pembuatan poster, siswa diajak memahami pentingnya menghargai sesama.
Sekolah juga membangun komitmen bersama antara siswa dan guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan ramah anak. Sebanyak 90 siswa dan 10 guru menandatangani poster deklarasi anti-bullying, disertai kesepakatan konsekuensi edukatif bagi pelanggar.
“Setiap anak yang melakukan bullying akan dibina dengan pendekatan edukatif, seperti menulis refleksi dan melakukan aksi sosial agar mereka memahami dampak dari tindakannya,” jelas Safar Salam.
Selain membangun karakter siswa, sekolah ini juga mendorong transformasi digital di kalangan guru. Sejak akhir tahun 2023, seluruh guru di SDN Inpres 160 Bontolebang telah mampu mengoperasikan komputer secara mandiri.
Dalam waktu enam bulan, 6 guru kelas dan 3 guru mata pelajaran berhasil menguasai pengisian laporan siswa dan dokumen kinerja secara digital melalui pendampingan rutin yang dipimpin kepala sekolah.
“Awalnya banyak guru yang belum berani menggunakan komputer. Sekarang semua sudah bisa membuat laporan sendiri dan bahkan mengajarkan dasar teknologi kepada siswa,” tutur Safar Salam.
Meski masih menghadapi kendala jaringan internet, Safar menegaskan semangat para guru dan siswa tidak surut. Menurutnya, kemajuan teknologi harus berjalan seiring dengan penguatan nilai budaya.
“Teknologi hanya alat. Fondasi utamanya tetap karakter dan budaya kita. Sekolah ini berupaya mencetak generasi yang cerdas, santun, dan berkarakter,” pungkasnya. (ZQ)
Sumber: