Ekosistem Mangrove Mengalami Penyusutan, Dewan Mulai Godok Ranperda
<!-- wp:paragraph --> <p><strong>DISWAY</strong> - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan (DPRD Sulsel) tengah menginisiasi pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Mangrove. Inisiasi tersebut dilakukan lantaran ekosistem mangrove di Sulsel mulai terjadi penyusutan.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Di mana kawasan mangrove kerap dijadikan sebagai obyek wisata. Sehingga kerap terjadi pengalihan fungsi.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>"Salah satu pengalihan fungsi ekosistem Mangrove ini biasanya masuk di kawasan wisata. Ini biasanya terjadi alih fungsi, nah ini harus diatur dengan baik bahwa memang harus ada hutan mangrove di Sulsel yang kita pertahankan secara berkelanjutan tidak boleh dialih fungsikan," kata anggota Pansus Mangrove DPRD Sulsel, Hengky Yasin, Rabu, (7/9).</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Sebaliknya, kata Hengky, pengalihan fungsi kawasan Mangrove bisa dilakukan apabila ada kepentingan - kepentingan mendesak. Itu pun akan diatur dalam Ranperda Mangrove nantinya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>"Tetapi ada saja yang bisa dialih fungsikan dengan kepentingan kepentingan yang lain," tukasnya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Legislator Provinsi dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengungkapkan, Ranperda Mangrove ini juga bakal dikuatkan dengan status hukum. Seumpama, kata dia, terjadi perusakan Mangrove atau pengalihan fungsi, akan diterapkan pemberian sanksi.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>"Pasti ada sanksi hukumnya, baik berupa denda maupun sanksi pidana," ujarnya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Terkait Ranperda Mangrove dikhawatirkan tumpang tindih dengan peraturan di Pemerintahan Kabupaten dan Kota, yang lebih dulu dibuat, katanya, akan dilakukan penyesuaian.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Di mana peraturan daerah terkait hutan Mangrove sudah lebih dulu diterapkan oleh Pemerintah Kota Makassar yang tertuang dalam Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) serta dikuatkan dengan Peraturan Daerah (Perda).</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>" Dalam pengelolaan mangrove, akan menyangkut kepada wilayah - wilayah dengan ekosistem mangrove itu berada. Jadi kita ambil contoh Makassar yang sudah ada RTRW, kita akan sesuaikan," ucapnya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Sementara itu, Direktur Blue Forests, Rio Ahmad mengatakan, beberapa dekade terakhir kondisi mangrove di Sulsel terus mengalami degradasi. Jika pada 1994 luasan mangrove sebesar 110.000 hektare, sekarang jumlahnya menyusut hingga hanya 12.278 hektar.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Menurut Rio, potensi rehabilitasi mangrove di Sulsel seluas 133.000 hektar yang tersebar di berbagai daerah. Upaya konservasi telah banyak dilakukan terutama di level komunitas.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>"Meskipun sifatnya sporadis, namun hasilnya sudah mulai terlihat, seperti yang dilakukan di Lantebung Makassar dan Kepulauan Tanekeke Takalar," katanya dalam rapat dengar pendapat bersama Pansus Mangrove DPRD Sulsel, Senin, (7/9).</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Senada, Yayasan Konservasi Laut Indonesia (YKLI) Sulsel bahwa inisiasi perda mangrove dari DPRD Sulsel sebuah upaya penting untuk melindungi ekosistem mangrove yang tersisa di Sulsel. Sekaligus memperbaiki tata kelola dan upaya pemulihan ekosistem mangrove yang rusak.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Hanya saja YKLI berharap, Ranperda Mangrove ini tidak terjadi tumpang tindih regulasi antara Provinsi dan Pemerintah Kabupaten dan Kota.***</p> <!-- /wp:paragraph -->
Sumber: