Ada “Cerita” Apa Dibalik “Layar” Kemenkeu?
<strong>Oleh: Riska Ramadhani, </strong><strong>Mahasiswi Institut Ilmu Sosial dan Bisnis Andi Sapada</strong> <em><strong>“Stop bayar pajak”, “Wajib pajak dikejar pajak, pejabat pajak kaya tak wajar”.</strong></em> Beragam headline dan cuitan muncul di sosial media terkait aksi “Rubicon” babat habis tubuh Kemenkeu khusunya seluruh pioner perpajakan. Aksi tersebut berawal dari Penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy (20) anak pegawai pajak, Rafael Alun Trisambodo, terhadap David (17) putra petinggi GP Ansor, Jonathan Latumahina berbuntut panjang disorotnya gaya hedon Mario di sosial media dengan memamerkan mobil Jeep rubicon. Dikutip dari laman Kompas.com Jeep Rubicon tersebut berjenis Jeep Wrangler dengan harga fantastis yaitu kisaran RP. 1,6 Milyar. Setelah dilakukan cek fisik kendaraan di direktorat lalu lintas Polda Metro Jaya, rupanya Rubicon tersebut memiliki nilai pajak kendaraan bermotor (PKB) RP 6.678.000, dengan masa berlaku 4 Februari 2023. Artinya, ada keterlambatan membayar pajak sehingga dikenakan denda dengan total tunggakan pajak yang harus dibayar senilai RP 6.989.000. Kendati ini pun menjadi sorotan publik terhadap perburuan “Harta Karun” para pegawai pajak. Menduga apakah uang pajak untuk pegawai pajak? Tidakkah perlunya menelisik lebih jauh apakah dibalik “layar” kita dapat menemukan “pemeran” lainnya pada “cerita” ini? Atau bagaimana pengawasan terhadap laporan harta keuangan pegawai pajak sehingga tak memunculkan kecurigaan sama sekali? Kepercayaan publik rasa-rasanya goyah atas gaya hedon tersebut dengan kekayaan yang sangat tak wajar apabila berdasar pada profil mereka. Dikutip laman rm.id, pada Laporan Harta Keuangan Kekayaan Penyelenggara Negara (LPHKN) tercatat harta kekayaan yang dimiliki Rafael Alun Trisambodo sebesar RP 56.1 Miliar, harta tersebut melebihi harta kekayaan Dirjen Pajak Suryo Utomo sebesar RP 14,4 Miliar. Terpantau kekayaan yang dimiliki Rafael Alun Trisambodo melonjak dari tahun ke tahun. Kenaikan terjadi pada Januari 2013 hartanya dilaporkan sebesar RP 21,45 miliar, lalu melonjak pada Oktober 2015 sebesar RP 39,34 miliar. Kenaikan signifikan juga terjadi pada Desember 2019, dari RP 44,27 miliar naik menjadi RP 55,65 miliar pada Desember 2020. Hingga akhirnya naik kembali menjadi RP 56,1 miliar pada Desember 2021. Namun diduga kekayaan tersebut belum sepenuhnya dilaporkan, dikutip dari laman detik.com, hasil investigasi terbukti sederet pelanggaran yang dilakukan Rafael Alun Trisambodo yaitu tidak sepenuhnya melaporkan kekayaan berupa uang tunai dan aset bangunan yang dimilikinya dalam LHKPN. Rafael Alun Trisambodo juga menggunakan modus nominee atau menggunakan nama orang lain atas asetnya serta diketahui tidak patuh dalam pelaporan dan pembayaran pajak. Hal ini tidak menunjukkan etika integritas dan keteladannya yang jelas-jelas sebagai pegawai pajak. Pada 4 tahun terakhir ini juga transaksi keuangan Rafael Alun Trisambodo mencapai RP 500 miliar lebih yang terjadi selama periode 2019-2023. Temuan transaksi mencurigakan tersebut menyebabkan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana memblokir rekening Rafael Alun Trisambodo dan keluarganya. Sekitar 40 rekening yang telah diblokir termasuk milik Mario dan juga perusahaan atau badan hukum yang terafiliasi dengan Rafael Alun Trisambodo (CNN Indonesia). Pemblokiran ini dilakukan lantaran diduga adanya indikasi pencucian uang yang dilakukannya. Berdasarkan pertimbangan tersebut Kemenkeu resmi memecat Rafael Alun Trisambodo dengan dalil Pasal 31 ayat 1 PP 94 Tahun 2021 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Selain itu “Tindakan yang dilakukan melanggar asas kepatutan dan asas kepantasan publik” Kata Sri Mulyani, Menteri Keuangan. Menampakkan gaya hedon pada publik seolah-olah mereka menikmati kemewahan dibandingkan “menikmati” dinamika sosial di masyarakat. Sangat disayangkan etika penyelenggara negara tampak dipinggirkan padahal etika merupakan pembatas bagi mereka dalam bertindak agar tak keluar dari norma hukum. Perburuan terbaru harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo, PPATK menyatakan ada temuan uang berupa safe deposit box senilai RP 37 miliar yang terdiri pecahan mata uang dollar Amerika Serikat dan Singapura. “Kita menduga demikian (hasil suap)”, tutur Ivan. Kendati demikian safe deposit dan hasil analisis PPATK tersebut akan ditindak lanjuti oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kian kemari “perburuan” harta kekayaan pegawai Kemenkeu semakin perlu dilakukan hal ini didukung munculnya isu-isu serupa. <strong>KPK menyoroti 134 pegawai pajak memiliki saham di 208 perusahaan.</strong> Meskipun dalam Pasal 5 PP Nomor 94 2021 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil tidak ada larangan untuk berbisnis, namum menurut Pahala Nainggolan, Mentor KPK kepemilikan saham tersebut umumnya menggunakan nama istri mereka. Dia menduga cara ini dilakukan untuk bermain aman. Hal ini berisko terjadi tindak pidana korupsi berupa gratifikasi dan suap yang dilakukan wajib pajak terhadap pegawai pajak untuk menurunkan kewajiban pajaknya. Melalui perusahaan-perusahaan yang sahamnya dimiliki pegawai pajak, suap dan gratifikasi dapat dilakukan secara samar-samar. <strong>Gaya hedon Ditjen Bea dan Cukai</strong> Setelah Kepala Bea dan Cukai Yogyakarta (Eko Darmanto), kini Kepala Bea dan Cukai Makassar (Andhi Pramono) juga disorot lantaran gaya hedon, juga anaknya di sosial media. Laporan LHKPN pada 16 Februari 2022 tercatat harta yang dimiliki Andhi Pramono sebesar RP 13,7 miliar termasuk rumah mewah di Cibubur. Kemenkeu telah memeriksa Andhi Pramono dan jika terbukti adanya pelanggaran maka akan dilakukan hal serupa pada Eko Darmanto, dicopot dari jabatannya. <strong>Transaksi ganjal 300 T</strong> Dikutip laman CNBC Indonesia, adapun transaksi mencurigakan sebesar RP 300 T yang ada di Kemenkeu diungkap oleh Mentri Politik dan Hukum, Mahfud MD. Meskipun Sri Mulyani mengatakan bahwa PPATK tidak pernah melaporkan transaksi mencurigakan tersebut ke kementriannya. Namun Mahfud MD menilai hal ini urusan Aparat Penegak Hukum (APH) karena terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). “Saya bicara UU TPPU yang kita buat dengan sadar karena yang korupsi itu hanya mampu selesaikan sedikit, sedangkan pencucian yang ini kejahatan luar biasa yang jumlahnya lebih banyak dan ini terbiarkan. Makanya gita gencarkan mulai sekarang,” ujarnya. Meskipun dalam tahap pemeriksaan, namun sangat penting melakukan pembersihan dan perombakan pada tubuh Kemenkue hingga disiplinkan pegawai. Meski tak semua seperti itu, Isu-isu ini memprihatinkan terkhusus kepercayaan publik pada para penyelenggara negara dalam melaksanakan tugasnya dibalik “layar”. Ketidakmampuan untuk menjangkau dan akses dalam “menonton” maka rakyat Indonesia mempercayakan sepenuhnya kepada penyelenggara negara untuk melaksanakan tugasnya sebagaimana ketentuan norma hukum yang berlaku sebagai batas kekuasaan dalam bertindak. Pentingnya pula totalitas oleh badan-badan penanggung jawab sebagai “pembersih” agar tidak lengah dalam melaksanakan tugasnya sebelum terjadi “cerita” yang tidak diinginkan. Cegah sebelum terjadi. Jangan sampai pemeriksaan dilakukan hanya ketika terbit sebuah “cerita”. Mengapa hal mencurigakan seperti ini tidak disadari sebelum munculnya Agnes Gracia (15) sebagai “Justice Colaborator” dalam mengungkap “cerita”. Atau apakah para “pemeran” memang sungguh profesional dalam melaksanakan “perannya”? Sehingga penonton terpukau tidak menyadari “peran” apa yang mereka terapkan.
Sumber: