PT WPB Diduga Tidak Penuhi Kewajiban Membayar THR Karyawannya
<strong>diswysulselcom</strong> - PT Wahyu Pradana Binamulia (WPB) yang bergerak di bidang usaha ekspor udang beku dan hasil laut yang produksinya dikirim ke sejumlah negara ditengarai enggan memenuhi kewajiban karyawannya untuk membayar Tunjangan Hari Raya (THR). Padahal pembayaran THR memiliki regulasi yang jelas terkait kewajiban perusahaan. Hal ini Berdasarkan Permenaker No.6 tahun 2016 pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan berhak mendapatkan THR Keagamaan dari perusahaan. Pekerja/buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah. Sedangkan Pekerja/buruh yang bermasa kerja minimal 1 bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan THR secara proporsional, dengan menghitung jumlah masa kerja dibagi 12 bulan dikali satu bulan upah. Meski memiliki payung hukum jelas mengenai pemberian THR terhadap karyawan, namun pihak PT WPB yang berpusat di Kota Makassar, Sulawesi Selatan enggan memenuhi kewajiban tersebut. Akibat ketidakjelasan tersebut, aksi demonstrasi di depan pabrik PT WPB terus berlangsung di jalan Kima raya I D -2 C, Kota Makassar Sulawesi Selatan. Aksi ini dilakukan oleh Persatuan Serikat Buruh Makassar (PSBM) yang telah memasuki hari ke empat, di mana demonstrasi telah dimulai pada 12 April 2023. Adapun tuntutan dari buruh agar PT WPB segera menunaikan kewajibannya melaksanakan pemberian THR kepada para buruhnya. Ketua Partai Buruh Sulsel, Akhmad Rianto menyebutkan, selain pembayaran THR yang belum terealisasi, PT WPB juga menerapkan jam yang kerja yang panjang dan semua buruh tidak mendapatkan BPJS ketenagakerjaan. Menurut Akhmad, Dinas Ketenegakerjaan (Disnaker) Provinsi Sulsel sebenarnya telah melakukan mediasi antara pihak perusahaan dan buruh, hanya saja menemui jalan buntu. Sebab Disnaker ditengarai tidak profesional dalam melakukan mediasi. "Di mana seharusnya Disnaker sebagai perwakilan pemerintah untuk bagaimana dapat berdiri secara adil justru menekan buruh," ungkap Akhmad melalui keterangannya, Sabtu, (15/4/2023). "Sangat miris melihat perusahaan mempekerjakan dan mengupah buruhnya jauh di bawah standar internasional produk yang dihasilkan. Padahal apa yang dihasilkan oleh perusahaan itu adalah merupakan keringat dari para buruhnya yang mereka upah secara tidak manusiawi," sambungnya. Akhmad menilai pengupahan yang dilakukan PT Wahyu Pradana Binamulia merupakan salah satu contoh perbudakan di jaman modern. Untuk Partai Buruh meminta kepada seluruh pelaku industri produk pengolahan di seluruh dunia di eropa, asia dan amerika untuk tidak menerima produksi hasil dari PT. Wahyu pradana Binamulia sebelum status buruh, upah, BPJS, THR dan hak-hak dasar diselesaikan. "Dan kami juga meminta seluruh stakeholder yakni Kementerian Perikanan dan Kelautan, Dinas Perdagangan, Perpajakan, Perizinan untuk memeriksa seluruh dokumen - dokumen perusahaan dalam menjalankan usahanya di Indonesia," imbuhnya.***
Sumber: