Ini Alasan Parpol Menyukai Cawapres dari NU
<strong>DiswaySulsel, Makassar </strong>- Partai politik sepertinya menyukai daya pikat suara yang dimiliki oleh figur-figur dari Nahdatul Ulama (NU), untuk dijadikan Calon Wakil Presiden (Cawapres). Bagaimana tidak, ada beberapa kader NU yang telah lama mencuat menjadi Cawapres. Sebut saja Khofifah Indar Parawansa, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, Erick Thohir, dan yang terbaru Nasaruddin Umar. Wakil Presiden sekarang pun yaitu Ma'ruf Amin merupakan kader senior NU, dan pernah menjabat sebagai Ra'is 'Aam periode 2015-2018. Ra'is 'Aam merupakan jabatan tertinggi dalam tubuh kepengurusan NU. Salah-satu cawapres potensial yaitu Cak Imin bahkan mengaku telah mengantongi restu, dari para kiyai-kiyai untuk menjadi capres atau cawapres. "Saya siap karena saya lulusan pesantren dan kader Nahdatul ulama, karena sudah ada doktrin ajaran amanah dari para Nahdliyyin dan ulama kita," ujarnya kepada awak media di Makassar, belum lama ini. Apalagi ia menegaskan bahwa kunci cawapres ada di tangan PKB, sebagai partner koalisi Gerindra dengan capresnya Prabowo Subianto. Ia juga memamerkan kekuatan Nahdliyin yang ia sebut sangat besar, dan tanpanya cita-cita Indonesia yang maju dan makmur tidak akan terjadi. "Kalau ada cita-cita Indonesia maju makmur tidak akan terjadi tanpa melibatkan kekuatan Nahdatul Ulama baik di grass root maupun di kekuatan politik," imbuh Cak Imin. Mantan Menteri Tenaga Kerja Era SBY itu juga mengatakan jika pemimpin bangsa ini berasal dari NU, maka akan menjadi kekuatan yang paling bisa mengubah kehidupan masyarakat. Sementara itu, Pengamat Politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar Sukri Tamma menilai, mengapa kader NU menjadi salah-satu Cawapres potensial, sebab Jawa Timur yang merupakan daerah dengan pemilih terbesar ketiga di Indonesia merupakan basis NU. "Sehingga nama NU yang jadi jualan, karena itu yang terlihat cukup kuat disana dan itu yang coba disasar dan kalau kita lihat kecenderungannya hampir semua cawapres itu berkaitan dengan NU, kecuali pak Ridwan Kamil dan pak Sandiaga Uno," tuturnya kepada Harian Disway Sulsel, belum lama ini. Para parpol koalisi tertarik untuk memecah suara yang berada di Jawa Timur karena beberapa daerah lainnya sudah dikuasai mayoritas oleh satu parpol tertentu. Misalnya kata Sukri Jawa Tengah yang dikuasai oleh PDI Perjuangan. "satu-satunya daerah yang bisa dipecah ialah Jawa Timur dan yang bisa memecah itu ialah elit elit NU dengan memakai nama NU, apalagi Jatim daerah penduduk nomor tiga terbesar di Indonesia pemilih nomor tiga terbesar juga, jadi di satu sisi para rival ingin akan memecah itu yang pada pemilu lalu dimenangkan PDI, artinya ingin mengambil peluang suara disitu," terangnya. Jika para pasangan calon (paslon) capres-cawapres semuanya atau dua dari tiga paslon (asumsi 3 paslon) mamasang kader NU sebagai Cawapresnya potensi keterbelahan suara NU kemungkinan besar dapat terjadi. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unhas itu menilai, memang jika bersama-sama menggunakan kader NU potensi keterbelahan itu dapat terjadi. Namun disatu sisi pemilih juga tidak ada yang terlalu kontra terhadap NU, maksudnya apabila ia merupakan kader NU dan pemilih tidak berafiliasi dengan NU, maka pemilih akan enggan memilih. "Jadi sekarang urusannya berapa yang bisa diambil dan itu yang sedang diupayakan oleh para partai koalisi dan capres untuk bisa memaksimalkan suara di Jatim sambil memecah hasil pemilu 2019 yang lalu dimana PDIP menang disana," pungkasnya. Parpol dengan paslonnya mencoba untuk merebut sebanyak mungkin suara yang bisa mereka dapatkan serta mencoba memecah dominasi satu parpol di suatu wilayah dengan pemilih yang besar. (fat/sky)
Sumber: