Kejati Periksa Syamsari Kitta terkait Kasus Tambang Pasir Laut Takalar
<strong>DISWAY, MAKASSAR —</strong> Mantan Bupati Takalar, Syamsari Kitta diperiksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan yang merupakan tindak lanjut atas kasus dugaan korupsi penyimpangan penetapan nilai pasar atau harga dasar pasir laut di perairan Galesong Utara tahun anggaran 2020. Pemeriksaan tersebut dibenarkan Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi. Katanya, pemeriksaan terhadap Syamsari Kitta untuk memaksimalkan pengusutan kasus ini. "Hari ini (Selasa kemarin) Penyidik memeriksa mantan Bupati Takalar. Dia diperiksa dalam status sebagai saksi," kata Soetarmi kepada awak media, Selasa kemarin. Pemeriksaan terhadap Syamsari setelah Kejati Sulsel menetapkan mantan Sekretaris DPRD Takalar, Faisal Sahing. Di mana Faisal pernah menjabat Plh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar Tahun Anggaran 2020, yang mana era kepemimpinan Syamsari Kitta. Faisal dianggap turut melakukan perbuatan yang merugikan keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi pajak daerah terkait penetapan harga jual pasir laut Takalar. Faisal menjadi bagian tidak terpisahkan dari perkara mantan Kepala BPKD Takalar, Gazali Machmud (GM). Serta Juharman (JH) selaku Kepala Bidang Pajak dan Retribusi Daerah BPKD dan Hasbullah (HB) selaku Kepala Bidang Pajak Daerah Kabupaten BPKD. Di mana Gazali, Juharman dan Hasbullah saat ini telah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Negeri Makassar. Kejati juga telah menetapkan dua tersangka dari pihak rekanan, antaranya mantan Direktur PT Alefu Karya Mandiri, Sadimin Yitno Sutarjo dan mantan Direktur Utama PT. Banteng Laut Indonesia, Akbar Nugraha. Mereka menjadi tersangka dalam perkara yang menimbulkan kerugian negara Rp7 miliar lebih. Para tersangka melakukan dugaan penyimpangan terhadap harga dasar pasir laut pada kurun waktu Februari-Oktober 2020 di wilayah perairan Galesong Utara. Ini merupakan kegiatan pertambangan mineral bukan logam dan bantuan berupa pengerukan pasir laut yang dilakukan PT Boskalis Internasional Indonesia. Wilayah tersebut masuk dalam konsesi milik PT Alefu Karya Makmur dan PT Benteng Laut Indonesia. Hasil dari penambangan pasir laut tersebut digunakan untuk mereklamasi pantai di Kota Makassar untuk proyek pembangunan Makassar New Port Phase 18 dan 1C. Namun dalam perjalanan pengerukan tersebut, perusahaan telah diberikan nilai pasar harga dasar pasir laut berdasarkan dengan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yang diterbitkan oleh BPKD dengan nilai pasar atau harga dasar pasir laut Rp7.500 per meter kubik. Namun, harga itu bertentangan dan tidak sesuai nilai pasar sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Sulsel nomor 1417/VI/tahun 2020 per tanggal 05 Juni 2020 tentang Penerapan Harga dan Peraturan Bupati Takalar nomor 27 tahun 2020, nilai pasar yang telah ditetapkan Rp10.000 per meter kubik. Atas perbuatannya tersangka disangkakan Pasal 2 Ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-undang RI Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP. Subsider Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber: