Upacara Baijiu
![Upacara Baijiu](https://sulsel.disway.id/uploads/Ilustrasi-upacara-Baijiu-2.png)
<!-- wp:paragraph --> <p><sub>Oleh: Dahlan Iskan</sub></p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p><strong>diswaysulsel.com</strong> -- MEILING sudah tahu. Saya tidak bisa ikut ''upacara'' setelah makan seperti itu.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Terlalu panjang. Terlalu lama. Terlalu malam. Saya harus mengatur istirahat.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>"Biar mereka happy-happy di sini. Anda saya antar pulang ke hotel. Besok pagi-pagi kan harus senam," ujar Meiling.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Ia pun pamit suaminyi. Juga pamit teman-temannyi itu. Dia yang mengemudikan mobil Bentley suaminyi. Seharga Rp18 miliar.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Upacara seperti itu sebenarnya sudah sangat biasa saya ikuti –secara pasif. Di Singapura. Di Hongkong. Di Taiwan. Di banyak kota di Tiongkok.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Awalnya mereka hanya memesan anggur merah: wine. Saat mulai makan. Satu botol. Dituangkan ke gelas khusus wine masing-masing. Gelas itu pun diangkat. Saling bersulang.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Saya selalu menyentuhkan gelas saya lebih rendah dari gelas mereka: berisi air putih. Itu sebagai penanda saya lebih junior –di bidang ini. Juga penanda saya lebih menghormati mereka.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Sebagian dari mereka membalas sopan santun itu. Dengan cara lebih merendahkan posisi gelas mereka. Saya kembali merendahkan lagi gelas saya. Mereka juga kembali merendahkan gelas mereka.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Begitulah adat mereka.<br>Boleh dikata, setiap selesai menyuap satu sendok salah satu dari mereka mengajak bersulang. Satu sendok lagi, yang lain yang mengajak bersulang. Sekali makan begini bersulangnya bisa 50 kali.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Satu botol itu pun habis.<br>Datang lagi botol berikutnya. Sebagai wartawan, saya kurang cermat: tidak menghitung berapa botol yang sudah mereka minum.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Begitu makanan habis. Dipesanlah botol jenis lain. Baijiu. Spirit. Arak. Warna bening. Gelas pun diganti yang kecil. Diisi es batu. Baijiu pun dituangkan. Sekali teguk. Gan bei!</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Lalu diisi lagi. Dituangkan lagi. Sambil terus mengobrol. Teguk lagi. Mengobrol lagi. Gan bei lagi.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Sebagian wajah mereka mulai memerah. Ada juga yang tidak. Yang tidak merona itu pertanda lebih kuat.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Saya bagian menuangkannya. Daripada ikut meminumnya. Es batu habis. Mangkuk penuh es batu berikutnya disajikan. Ini pertanda satu botol itu bukan yang terakhir.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Pasti. Bukan.<br>Salah satu dari mereka pun berdiri. Menghilang. Sesaat kemudian ia datang lagi. Ada botol besar di tangannya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Botol itu besar! Tapi isinya tidak penuh. Seperti sudah berkurang sepertiga.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Ternyata ia mengambil botol itu dari tempat penyimpanan Baijiu di restoran itu.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>"Ini restoran milik anggota klub. Saya anggota di sini. Boleh titip minuman di sini," katanya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Saya lihat restoran ini bintang lima. Lokasinya di tengah-tengah lapangan golf. Ini club house.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Rupanya teman itu lama tidak ke sini. Selama pandemi. Setelah Covid, inilah kali pertama ia ke restoran ini. "Sudah lebih 2 tahun tidak makan dan main main golf di sini," katanya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>"Berarti, minuman ini sudah lebih dua tahun disimpan di sini?" tanya saya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>"Sudah enam tahun," jawabnya.<br>Ia lantas menunjukkan tulisan di botol itu. Ada nama pemiliknya. Ada tanggal berapa pertama dititipkan di situ. Tahun 2016.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Saya pun mulai siap-siap mental. Harus menemani mereka sampai menghabiskan 2/3 botol itu.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Untunglah Meiling menyelamatkan saya. Biasanya Robert Lai yang jadi juru selamat. Robert belum berani keluar rumah. Demi istrinya yang kalau sampai kena Covid akan fatal sekali.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Keesokan harinya saya dijemput si penitip botol.<br>"Tadi malam, isi botol itu habis? Atau masih ada sisa untuk disimpan lagi?" tanya saya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>"Habis," jawabnya.<br>"Apakah disimpan selama enam tahun tidak berubah rasa?" tanya saya lagi.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>"Sepanjang disimpan di botol kaca atau botol keramik tidak akan bisa berubah," jawabnya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Sepanjang pengalaman saya, ''upacara'' seperti itu paling meriah di Taiwan. Paling sunyi di Jepang. Tengah-tengahnya Singapura.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Di Taiwan, ''upacara'' seperti itu riuhnya bukan main. Selesai satu tegukan diikuti permainan kalah-menang.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Pakai dua tangan. Jari digenggam atau jari dibuka. Tebak-tebakan. Sambil bicara-bicara keras. Tertawa keras.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Itulah cara mereka meraih kebahagiaan. Kerja keras, minum keras, tertawa lepas.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Putin dan Zelenskyy mestinya ikut cara Taiwan itu saja. (*)</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:heading --> <h2></h2> <!-- /wp:heading -->
Sumber: