Makassar Kusut

Makassar Kusut

<strong>Oleh: Ardian Dandi</strong> TAHUN 2022 Survey Most Liveable City Index (MLCI) merilis data skor 10 besar kota layak huni. Skor itu didasarkan pada survei persepsi warga terkait 28 indikator, mencakup fasilitas kesehatan, ketahanan pangan, transportasi, keamanan, pengelolaan sampah, sampai pelayanan pemerintah di masing-masing kota (databoks, 2023). Dari 10 kota layak huni tersebut, tidak ada Makassar. Padahal di tahun 2022 ketika Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Makassar tumbuh signifikan dan menyentuh 1 Triliun. Kita dapat menarik kesimpulan bahwa nilai PAD kota yang tinggi, tidak secara otomatis menjamin kota itu menjadi layak huni. Tidak berlebihan juga kita mengatakan kalau trend pembangunan kota-kota di Indonesia cenderung menaruh perhatiannya pada aspek fisik dan pergulatan dan pertumbuhan ekonomi ketimbang pada mengupayakan pembangunan tersebut untuk kehidupan manusia berbudaya. <strong>Makassar Layak Huni?</strong> Kita kesampingkan dulu slogan 'kota dunia' atau 'menuju kota dunia'. Mari berfokus menjawab tentang bagaimana Makassar dapat menjadi kota layak huni (liveable city) dengan merehabilitasi paradigma tatakelola pembangunan seperti itu. Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana seharusnya itu dilakukan. Selain itu juga paradigma memandu untuk membingkai aturan-aturan dalam mengintepretasikan informasi yang dikumpulkan dalam rangka menjawab persoalan-persoalan tersebut. Sebuah kota tentu sangat penuh dengan hingar-bingar peredaran kepentingan. Banyak makna yang diproduksi di dalam kota. Banyak permasalahan fundamental yang kurang disadari. Sudah tentu masyarakat di dalamnya mengalami itu semua secara langsung. Pada gilirannya membentuk pemahaman yang abai pada kontradiksi pokok. Terkhusus untuk segmen mahasiswa, hal tersebut akan berimplikasi cara kita merespon isu yang sangan banyak dan beragam, tanpa pernah betul-betul menyasar isu substansial. Implikasinya mahasiswa yang selalu mendaku dirinya sebagai agen perubahan berubah bentuk menjadi seksi sibuk. Oleh karena itu apabila kita bersepakat untuk mengatakan bahwa tata kelola, tata perkotaan, dan tata sosial di Makassar itu sangat kusut, itu berarti terjadi kekusutan pikiran tentang masalah inti, yaitu: kapitalisme.

Sumber: