Kajati Sulsel Setujui Restoratif Justice Tiga Perkara, Satu Ditolak
<strong>diswaysulsel.com</strong> - Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kajati Sulsel), Agus Salim menyetujui tiga perkara untuk dilakukan Restorative Justice (RJ) dan satu ditolak. Persetujuan ini disetujui Kajati Sulsel ketika melaunching Pilot Project Pelaksanaan Keadilan Restoratif Secara Mandiri di Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Selasa (16/7/2024). Adapun perkara yang dimohonkan persetujuan RJ yakni, dua Perkara dari Kejari Jeneponto, satu Perkara dari Kejari Luwu dan satu Perkara dari Kejari Pinrang. Setelah Kajati Sulsel Agus Salim mendengarkan ekspose perkara pidana yang disampaikan Kajari Jeneponto, Kajari Luwu, dan Kajari Pinrang, sebelum mengambil keputusan, ia mengingatkan pelaksanaan RJ harus dapat memastikan semata-mata untuk memberikan pelayanan hukum terbaik bagi masyarakat. Adapun perkara disetujui untuk dihentikan yakni, Perkara Tindak Pidana Penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHPidana, yang dilakukan oleh Tersangka Rajja Dg. Lea Bin Sampara asal Kejari Jeneponto. Perkara Tindak Pidana Penganiayaan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana, yang dilakukan oleh Tersangka Haris Alias Liwang Bin Hading asal Kejari Jeneponto. Lalu Perkara Tindak Pidana Penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) atau Ayat (2) KUHPidana, yang dilakukan oleh Tersangka Hasanuddin Alias Hasan Bin Uddin asal Kejari Luwu. Sedangkan satu perkara pidana asal Kejaksaan Negeri Pinrang ditolak. Setelah pelaksanaan RJ, Agus Salim memerintahkan kepada Aspidum Kejati Sulsel untuk segera melaporkan hasil pelaksanaan RJ tersebut kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum. "Bahwa keadilan restoratif merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan," katanya. Untuk memitigasi kemungkinan terjadinya penyimpangan maka Kajati Agus Salim memerintahkan jajarannya untuk melaksanakan proses penyelesaian perkara yang dimohonkan RJ dilakukan secara cermat, hati-hati, selektif, terukur, transparan dan akuntabel serta melibatkan semua pihak yang berkepentingan. "Sebagai 'pilot project' dalam desentralisasi pengendalian dan pengawasan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif secara mandiri," ucapnya. Agus Salim menegaskan pelaksanaan RJ yang dilakukan secara mandiri dimaksud dapat langsung diputuskan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dengan tetap mempedomani petunjuk teknis dan berbagai ketentuan yang berlaku. "Serta senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip utama Restorative Justice sebagai penegakan hukum humanis yang bertitik tolak pada upaya-upaya pemulihan dan menciptakan tata tertib dalam kehidupan bermasyarakat," ucapnya. Diketahui ekspose Perkara untuk dimohonkan persetujuan Restorative Justice (RJ) diikuti oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Dr. Teuku Rahman, SH.,MH, Asisten Tindak Pidana Umum Kejati Sulsel, Rizal Syah Nyaman, S.H.,M.H., Koordinator Pidum, Kasi Oharda, Kasi Teroris, Kasi Kamnegtibum Pada Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Sulsel, Kepala Kejaksaan Negeri Jeneponto, Kepala Kejaksaan Negeri Luwu, Kepala Kejaksaan Negeri Pinrang beserta jajaran yang dilakukan secara virtual. <!--/data/user/0/com.samsung.android.app.notes/files/clipdata/clipdata_bodytext_240716_125159_205.sdocx-->
Sumber: