Kader Ramai-Ramai Kritik Golkar
<strong>diswaysulsel.com, MAKASSAR </strong>- Menjelang tahapan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Selatan, maka konstelasi politik juga semakin mengerucut. Saat ini beberapa partai politik mulai memperlihatkan arah dukungannya. Tak terkecuali dengan arah dukungan Partai Golongan Karya (Golkar). Meskipun belum menyatakan dukungan secara resmi, saat ini Partai ‘Beringin Rindang’ itu diisukan lebih memilih bergabung dengan poros koalisi lain yakni poros Andi Sudirman Sulaiman yang berpaket dengan Fatmawati Rusdi. Isu ini semakin menguat setelah mantan Gubernur Sulsel itu dikatakan berhasil mengumpulkan rekomendasi partai-partai Koalisi Indonesia Maju (KIM), termasuk Partai Golkar. Rekomendasi Golkar ke figur eksternal ini bertentangan dengan tradisi Golkar pada perhelatan Pilgub. Diketahui bahwa sepanjang sejarah Pilgub Sulsel, Golkar tak pernah absen mendorong kader internalnya sendiri. Bukan tanpa alasan, Golkar sebagai partai politik yang besar dikatakan tak pernah kekurangan figur potensial untuk dijadikan sebagai seorang calon kepala daerah termasuk di Pilgub. Namun tradisi itu diprediksi buyar karena pada Pilgub Sulsel 2024 kali ini, dikabarkan Golkar memilih realistis meskipun punya kader-kader yang mumpuni. Adapun diketahui, beberapa kader yang mendapat surat tugas dari DPP Golkar dan disiapkan untuk maju pada Pilgub Sulsel di antaranya adalah Ilham Arief Sirajuddin, Taufan Pawe, Adnan Purichta Ichsan, dan Indah Putri Indriani. Wacana Golkar akan absen mendorong kader untuk bertarung di Pilgub ini pun, mendapat reaksi dari beberapa kader seniornya. Salah satu politisi senior Golkar, HM. Roem, mengatakan kemungkinan Golkar meninggalkan tradisi mengusung kader di Pilgub adalah hal yang tak lazim. Dia mengatakan hal ini terjadi karena saat ini segala keputusan berada di tangan pengurus DPP Golkar. “Tapi saya sebagai orang yang pernah di Golkar di masa lalu, ya beda zamannya, karena sekarang serba di pusat (keputusannya). Kalau dulu daerah punya kewenangan untuk mengambil keputusan. Kalau sekarang semua diputuskan di pusat, kayak pemerintahan di masa orde baru,” ujar Roem saat dihubungi Harian Disway Sulsel, Selasa 30 Juli 2024. Mantan Ketua DPRD Sulsel tiga periode ini pun menyayangkan apabila benar Golkar menghilangkan tradisi politiknya pada setiap kontestasi Pilgub. Menurut dia, Golkar di daerah seharusnya bangga jika dapat mengusung kadernya sendiri sebagai keputusannya di tingkat lokal. “Sayang yah, Golkar seharusnya punya kebanggaan kalau bisa mengusung kadernya sendiri, kalau tidak bisa 01 ya 02. Kedua, menurut saya itu jadi ukuran keberhasilan kepengurusan di satu periode,” katanya. Menurut Roem, jika Golkar tidak dapat mendorong kader sendiri di Pilgub, hal ini dapat dilihat sebagai kegagalan kepengurusan pengurus Golkar di daerah. Sebab, periodesasi kepengurusan yang bersamaan dengan waktu Pilkada yakni 5 tahun, kata dia, seharusnya menjadi ajang evaluasi kaderisasi yang dilakukan pengurus DPD I Golkar. Apakah semasa kepengurusannya itu dapat melahirkan kader-kader potensial yang dapat bertarung di Pilkada maupun Pilgub. “Kalau mencalonkan saja tidak, bagaimana mau tahu keberhasilannya, mengukur kinerjanya dalam satu periode kepengurusan. Tentu bukan hanya itu ukurannya, tetapi itu yang paling real bisa dilihat,” sebut politisi Golkar asal Sinjai ini. “Tidak harus menang, tetapi banyak hal yang bisa diukur dari sebuah penyelenggaraan Pilgub. Bukan soal menang kalah, tapi memang selama ini Golkar tidak pernah tidak mencalonkan. Sayang sekali, kita ini punya potensi besar. Kalau kita lihat dari surveinya kan bagus-bagus (kader Golkar),” tandasnya. Reaksi senada juga berasal dari politikus senior Partai Golkar, Hoist Bachtiar. Mantan legislator DPRD Sulsel ini mengungkapkan kekecewaannya apabila benar Golkar tidak dapat turut berpartisipasi langsung mendorong kadernya sebagai kontestan Pilgub Sulsel. “Kalau memang benar Golkar akan mengusung non-kader, tentunya secara pribadi saya kecewa. Golkar Sulsel memiliki banyak kader terbaik sebagai calon gubernur dan wakil gubernur. Dan sepengetahuan saya mereka semua siap bertarung,” ucapnya kepada Harian Disway Sulsel, Selasa 30 Juli 2024. Menurut Hoist, Golkar merupakan salah satu partai politik besar dan punya prinsip yang mendasar terkait pengusungan kader pada kontestasi Pilkada. Sehingga kader-kader Golkar, kata dia, seharusnya bisa menjadi petarung yang terlibat langsung dalam kontestasi tersebut. “Masa partai besar mau dimainin sama Gerindra-Nasdem? Harus jadi lawannya, baik di Pilgub nanti maupun di dewan nanti,” sebutnya. Terpisah, Anggota DPRD Sulsel fraksi Golkar, M. Arfandi Idris, juga ikut memberikan tanggapannya terkait wacana ini. Di mana Arfandi mengatakan dirinya cukup optimis bahwa Golkar merupakan partai politik yang berlandaskan aturan organisasi mengenai proses tahapan perekrutan calon kepala daerah. “Yang pertama bahwa isu itu saya menganggap itu hoaks. Karena pertama Golkar itu punya aturan organisasi bagaimana rekrutmen untuk pilihan calon kepala daerah. Saya sangat meyakini Golkar selama ini sangat konsisten dengan pelaksanaan aturan itu,” ungkapnya kepada Harian Disway Sulsel, Selasa 30 Juli 2024. Menurut Arfandi, apabila DPP Golkar tidak mematuhi aturan tersebut, maka ada potensi hal itu menjadi batu sandungan pengurus dalam rangka kepemimpinan berikutnya. Oleh karena itu, dia meyakini Golkar tidak akan melenceng dari aturan organisasi yang telah disepakati bersama tersebut. “Di mana di situ sudah diatur bentuk penjaringan, sejauh mana penetapan bakal calon itu disesuaikan dengan mekanisme partai salah satunya mereka telah diberi penugasan sebagai kader untuk memenangkan Golkar pada Pemilu lalu,” ujarnya. Legislator DPRD Sulsel ini mengatakan, tentu pertimbangan Golkar akan mengacu pada surat tugas yang telah diberikan tersebut. Di mana surat tugas tersebut telah diberikan kepada para kader internalnya. Adapun penerima surat tugas tersebut di Sulsel di antaranya adalah Ilham Arief Sirajuddin, Taufan Pawe, Adnan Purichta Ichsan, dan Indah Putri Indriani. “Kebesaran partai Golkar itu kan penataan organisasi lebih mapan, kepemimpinan yang konsisten, dan sangat disiplin. Jadi kalau keluar dari aturan itu, itu sudah pelanggaran bagi pimpinan partai. Dan itu bisa jadi masalah dalam pengajuan rekomendasi calon kepala daerah di Golkar pada masa mendatang,” jelasnya. Apabila DPP Golkar memutuskan tidak mendorong kader internal pada Pilgub Sulsel, kata Arfandi, hal itu berarti menandakan pihak DPP sudah tidak melihat Sulsel sebagai lumbung suara Golkar lagi. Sehingga, seharusnya DPP memprioritaskan kader untuk diusung di Pilgub Sulsel, agar partai Golkar tidak ketinggalan momentum memenangkan kontestasi politik. “Jadi kalau bukan (kader Golkar), pemetaan DPP sudah tidak memperhatikan lagi Sulsel sebagai lumbung partai Golkar. Yang ketiga, Golkar ini partai nasionalis yang di setiap daerah menjadi stabilisator kepentingan pemerintahan,” terangnya. Dengan menafikan kemungkinan Golkar tidak mengusung kader sendiri, secara tidak langsung Arfandi mengatakan pintu untuk paket ASS-Fatma tertutup mendapatkan dukungan Golkar. Hal itu karena dia masih meyakini Golkar masih akan konsisten berpegang teguh pada aturan organisasinya sendiri. “Ya tidak mungkin lah Sudirman dikasih rekomendasi, karena Sudirman ini tidak punya peran aktif dalam meningkatkan suara partai Golkar di Pemilu yang lalu. Masa orang berdarah-darah memenangkan, terus tidak dapat rekomendasi. Terus ada orang yang ujug-ujug tidak tahu dari mana, mau dikasih. Kan lucu,” sebut Arfandi Idris. “Tentu kita berharap kader partai Golkar lah yang dikasih. Pilih lah salah satu di antara 4 nama itu yang dinilai terbaik. Silakan (di posisi 01 atau 02) yang penting dia ada di konstelasi itu. Kalau dia tidak ada kader, kepentingan apa yang akan didahulukan,” tambahnya. (REG/E)
Sumber: