Sinkronisasi Kebijakan Satu Peta Benahi Masalah Tata Ruang

Sinkronisasi Kebijakan Satu Peta Benahi Masalah Tata Ruang

<strong>diswaysulsel.com, Jakarta, FMB9 -</strong> Kebijakan Satu Peta (KSP) merupakan salah satu upaya strategis pemerintah dalam mempercepat pembangunan yang terintegrasi dan holistik agar bisa keluar dari middle income trap. Karena itu, langkah integrasi dan sinkronisasi data spasial menjadi inovasi penting untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tata ruang dan ketidakakuratan data yang selama ini menjadi kendala implementasi KSP. Staf Khusus Bidang Percepatan Pembangunan Wilayah, Pembangunan Infrastruktur dan Investasi Koordinator Bidang Perekonomian RI, Wahyu Utomo hingga saat ini integrasi peta-peta telah mencapai 98 persen, tinggal menyisakan 1-2 peta lagi untuk memenuhi target. Setelah integrasi rampung 100 persen, baru dilakukan sinkronisasi untuk membereskan permasalahan peta-peta tematik yang masih tumpang tindih dalam KSP. "Jika sudah 100 persen terintegrasi, tinggal sinkronisasi. Ini penting untuk melihat dan menyelesaikan peta-peta mana yang tumpang tindih," ujar Wahyu dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Integrasi Satu Peta Satu Data untuk Satu Indonesia’, Senin (5/8/2024). Wahyu menjelaskan, KSP ini didasarkan pada 85 peta tematik yang telah dikompilasi sejak dilakukan pada 2016 lalu. Sejak saat itu, integrasi dan sinkronisasi dilakukan pemerintah secara bertahap. "Tahun 2016 kita diamanatkan untuk membuat kompilasi dari 85 file IGT (Informasi Geospasial Tematik). Pada tahun 2024, kita menambah jumlahnya menjadi 151 file IGT, dan ini sudah hampir selesai, tinggal dua peta lagi," ujarnya. Tidak hanya untuk mempercepat pembangunan, lanjut Wahyu, KSP juga menjadi alat penting bagi kementerian maupun lembaga dalam merencanakan dan merumuskan kebijakan. Misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menggunakan data KSP untuk meninjau penertiban kelapa sawit di Kalimantan Tengah dan Riau. Selain itu, KSP juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan batas-batas wilayah antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). "Dengan UU Cipta Kerja, sinkronisasi peraturan yang berbeda-beda di tiap kementerian dan lembaga akan lebih mudah dilakukan. Dalam proses sinkronisasi nanti akan terlihat mana peraturan yang lebih dahulu lahir dan mana yang merupakan turunan," kata Wahyu. Pun demikian dalam konteks Online Single Submission (OSS), kata Wahyu, KSP ini menjadi dasar penting untuk pemerintah daerah dalam menerbitkan perizinan, sehingga mempercepat proses investasi dan pembangunan di Indonesia. "Kebijakan Satu Peta ini penting karena jadi dasar untuk referensi penerbitan regulasi dan perizinan di OSS," tuturnya. Wahyu berharap, KSP mampu membawa perubahan signifikan dalam tata ruang dan pengelolaan lahan di Indonesia. Dengan pemanfaatan teknologi geospasial yang lebih baik, pemerintah optimis dapat menciptakan kondisi yang lebih kondusif bagi pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.* <strong>Penulis: Andi Irfan</strong>

Sumber: