Paradoks Perang Nuklir di Semenanjung Korea
<strong>Oleh: Muhammad Nur Candra, Praktisi Militer di Lembaga Pendidikan TNI AL</strong> PERANG NUKLIR merupakan salah satu ancaman terbesar bagi umat manusia pada abad ke-21 di Semenanjung Korea. Hal itu terlihat dengan jelas dan menjadi sangat nyata dengan adanya ketegangan yang berkelanjutan antara Korea Utara dan Korea Selatan. Pun, Amerika Serikat dan para sekutunya ikut terlibat. Dengan demikian, ancaman senjata nuklir memainkan peran kunci dalam menjaga perdamaian di wilayah tersebut. Semenanjung Korea telah menjadi pusat ketegangan sejak Perang Korea pada 1950 hingga 1953 yang berakhir tanpa perjanjian damai. Hanya dengan genjatan senjata, Korea Utara mulai mengembangkan program nuklirnya sebagai bagian dari strategi pertahanan untuk proteksi diri melawan ancaman secara eksternal. Aliansi yang kuat antara Amerika Serikat dan Korea Selatan serta kebijakan pencegahan sanksi terhadap Korea Utara memperburuk situasi hingga saat ini. Indonesia yang aktif dalam kancah perdamaian dunia tentu tidak akan tinggal diam dan memegang peran yang sangat krusial dan berkontribusi memeberikan win-win solution bagi negara-negara yang bersengketa maupun negara-negara yang berpotensi terjadinya sengketa. Sesuai dengan keinginan dan cita-cita luhur bangsa yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada dua kata inti, yaitu ”Perdamaian Abadi”, rakyat Indonesia senantiasa membangkitkan semangat/gairah perjuangan ”rawe-rawe rantas…” di berbagai bidang di mana pun berada dan bertugas. <strong>TUJUAN</strong> Tujuan penulisan ini adalah memberikan gambaran umum kepada para stakeholder dan para ilmuan maupun setiap individu dalam menghadapi perubahan situasi yang tidak menentu serta pembelajaran dalam menganalisis case study yang terjadi secara nyata. <strong>MANFAAT</strong> Memberikan wawasan dan cara pandang serta berpikir KDH (kritis-dinamis-holistik) sehingga setiap individu dapat memiliki kemampuan verbal dalam merespons dan beradaptasi secara tepat pada situasi perubahan lingkungan baik secara internal, regional, maupun global. <strong>PARADOKS PENCEGAHAN MELALUI KETAKUTAN</strong> Pencegahan nuklir didasarkan terhadap konsep bahwa suatu ancaman penggunaan senja nuklir dapat menghancurkan secara total, mencegah agresi dari pihak lawan, sehingga Korea Utara melakukan pengembangan senjata nuklir untuk mencegah invansi atau serangan lawan. Korea Utara menggunakan kebijakan ”byungjin” (Kim Jong-un, 2013) yang menekankan pada improvisasi senjata nuklir dan ekonomi secara bersamaan. Ancaman tersebut dapat menciptakan ketakutan yang luar biasa serta menjaga perdamaian melalui ketakutan akan konsekuensi yang mengerikan (perang nuklir). Di sisi lain, nuklir mempunyai nilai kebermanfaatan yang sangat tinggi jika diolah secara cermat dan penuh kehati-hatian. Misalnya, daur ulang limbah nuklir, transmutasi, penggunaan dalam bidang kedokteran, penelitian ilmiah tanpa abai terhadap segala risiko kesehatan dan dampak lingkungan yang terjadi. <strong>STABILITAS YANG TIDAK STABIL</strong> Kehadiran senjata nuklir dapat menciptakan stabilitas yang sangat rapuh, khususnya di Semenanjung Korea. Ketegangan sering kali meningkat karena insiden militer dan provokasi dari kedua pihak. Contohnya, pelaksanaan uji coba nuklir Korea Utara pada 10 September 2019 serta latihan gabungan antara Amerika Serikat dan Korea Selatan pada 24 Februari 2014. Hal tersebut merupakan sebuah contoh konkret dari ketidakstabilan itu. Namun, di balik hal tersebut, ancaman perang nuklir telah menjaga kedua pihak melakukan tindakan yang lebih agresif, menciptakan semacam perdamaian yang tegang dan tidak stabil. <strong>KEAMANAN MELALUI ANCAMAN EKSTREM</strong> Keamanan di Semenanjung Korea dicapai melalui ancaman kehancuran secara total. Korea Utara menggunakan strategi pencegahan nuklir dengan menunjukkan kemampuan mereka untuk dapat menyerang balik jika diserang. Sementara itu, Korea Selatan mengikuti langkah-langkah militer secara diplomatik dan mengikuti kebijakan dari Amerika Serikat, seperti kebijakan ”fire and fury” (Michael Wolff , 2018), sehingga menunjukkan bahwa ancaman ekstrem dapat menjadi sesuatu yang efektif dalam mencegah konflik bersenjata. Meskipun, itu memiliki dampak risiko yang besar. <strong>KETERGANTUNGAN PADA KETIDAKPERCAYAAN PARADOKS LAIN</strong> Perdamaian acap kali dijaga melalui ketidakpercayaan dan kesiapan untuk perang. Di Semenanjung Korea, ketidakpercayaan antara Korea Utara dan Korea Selatan serta para sekutu mereka dapat mengakibatkan peningkatan aktivitas militer dan intelijen. Hal-hal seperti latihan militer gabungan, modernisasi persenjataan, dan aktivitas kontraintelijen dapat menunjukkan bagaimana ketidakpercayaan mendorong kedua pihak untuk selalu waspada dan siap menghadapi kemungkinan-kemungkinan terjelek yang akan mereka hadapi, yang pada gilirannya dapat mencegah eskalasi lebih lanjut. <strong>PERDAMAIAN YANG DIPEROLEH MELALUI KESIAPAN PERANG</strong> Paradoks ini menunjukkan bahwa kesiapan perang bisa menjadi cara untuk mencegah perang. Korea Selatan dengan dukungan dari Amerika Serikat akan terus memperkuat kemampuan militernya. Modernisasi persenjataan dan peningkatan teknologi merupakan langkah-langkah konkret yang diambil untuk memastikan kesiapan dalam menghadapi serangan lawan. Meski dapat menciptakan lingkungan yang penuh ketegangan, hal tersebut juga dapat menjaga perdamaian dengan memastikan bahwa setiap tindakan agresi akan mendapatkan respons yang menghancurkan. <strong>IMPLIKASI GLOBAL DAN SIMPULAN</strong> Paradoks pencegahan nuklir di Semenanjung Korea memiliki implikasi besar bagi stabilitas global. Ketergantungan pada senjata nuklir untuk menjaga perdamaian dapat memicu perlombaan senjata nuklir di wilayah lainnya dan meningkatkan risiko konflik secara global. Salah satu upaya dunia internasional ialah harus terus melakukan langkah untuk mencapai solusi damai yang berkelanjutan dan mengurangi ketergantungan terhadap senjata nuklir. Meskipun ancaman nuklir dapat menciptakan perdamaian yang rapuh, solusi jangka panjang perdamaian yang berkelanjutan adalah tujuan utama yang harus selalu wujudkan. Senjata yang dirancang untuk kehancuran secara total memang dapat, secara ironis, menjaga perdamaian. Namun, ketergantungan pada senjata nuklir merupakan solusi yang berbahaya dan tidak memiliki kebermanfaatan secara keberlanjutan. Dengan begitu, manusia yang hidup di dunia harus terus berupaya mencari jalan keluar menuju perdamaian yang abadi dan menghindari eskalasi terjadinya perang nuklir. (*)
Sumber: