Doktor Ilmu Politik di UC Berkeley Johnathan Guy: Bu Pian Bu Yi
<strong>diswaysulsel.com, MAKASSAR </strong>- Bhimrao Ramji Ambedkar (1891–1956), seorang pembaharu sosial India yang pernah menjadi menteri Hukum dan Kehakiman pada kabinet pertama Nehru, punya pernyataan yang sangat menginspirasi Johnathan Guy. Ia adalah kandidat doktor ilmu politik di UC Berkeley yang memfokuskan penelitiannya pada tata kelola sektor migas pemerintah Indonesia dan India. Simak bunyinya. "A historian ought to be exact, sincere and impartial; free from passion, unbiased by interest, fear, resentment or affection; and faithful to the truth, which is the mother of history, the preserver of great actions, the enemy of oblivion, the witness of the past, the director of the future." Terjemahan lengkapnya tinggal Anda googling saja. Tapi intinya: sejarawan, atau ilmuan bidang apapun, tidak boleh bias. Mesti jujur dan bebas dari kepentingan. Sebab, ia akan menjadi penuntun arah masa depan. Atau, dalam istilah Kaisar Tang Taizong, "以史为鉴" (yǐ shǐ wéi jiàn): sejarah akan dijadikan cermin untuk berkaca. Memang, bukan main sulitnya untuk menjadi orang yang "不偏不倚" (bù piān bù yǐ): berdiri di tengah, tidak condong pada pihak manapun. Makanya, ada yang bilang, kalaupun terpaksa memihak, maka memihaklah kepada kebenaran dan mereka yang (di)lemah(kan). Sebagaimana dibilang Haruki Murakami, sastrawan masyhur Jepang. "Seandainya saya diperintah untuk memihak antara tembok yang kokoh dan sebutir telur yang akan hancur lebur karena melawannya, walau bagaimanapun, saya akan memihak telur itu." Untuk bisa begitu, butuh nyali yang tak kecil. Konon, seseorang baru akan punya keberanian luar biasa untuk melawan, kalau ia sudah tahu bahwa melawan atau tidak melawan tetap akan mati; atau ia merasa sudah selesai dengan dirinya sendiri yang dibuktikan dengan independensi ekonomi. Pasalnya, acap kali kita melihat orang yang sebelumnya idealis, tiba-tiba menjilat air ludahnya sendiri lantaran ingin memperbaiki perekonomian atau mendapatkan jabatan. Barangkali itulah mengapa, kesejahteraan perlu benar-benar diperhatikan. Tentu, harus dengan cara yang, kata Pramoedya Ananta Toer, "sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya." (*)
Sumber: