Pergerakan ASS-Fatma Hanya di Elit, Danny-Azhar Sentuh Grassroot
<strong>diswaysulsel.com, MAKASSAR </strong>- Kontestasi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Selatan (Sulsel) dapat dipastikan berlangsung dengan skema head to head antara pasangan calon (paslon) Mohammad Ramdhan ‘Danny’ Pomanto yang berpaket dengan Azhar Arsyad, berhadapan dengan Andi Sudirman Sulaiman (ASS) yang berpasangan dengan Fatmawati Rusdi. Pasca kedua paslon ini resmi mendaftar sebagai paslon kandidat Pilgub Sulsel, 29 Agustus 2024 kemarin, terlihat para kandidat mulai bergerak melakukan pergerakan demi mendulang elektoral sebelum bertarung 27 November mendatang. Keduanya pun dinilai memiliki pola-pola pendekatan politik yang berbeda satu sama lain. Di mana pasangan Danny Pomanto – Azhar Arsyad dinilai jadi paslon yang menggunakan pola sosialisasi dengan menyentuh pemilih secara langsung, atau bisa dikatakan paslon Danny-Azhar (DiA) ini melakukan interaksi dengan basis akar rumput (grassroot) hampir tak berjarak. Salah satunya terlihat pada deklarasi pasangan ini pasca mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulsel Kamis yang lalu. Di mana pasangan ini lebih memilih melakukan deklarasi di tempat umum yang mudah diakses oleh segala kalangan grassroot yakni di MNEK Center Point of Indonesia (CPI) Jl. Metro Tanjung Bunga. Sementara, paslon rivalnya, ASS-Fatma dinilai merupakan pasangan yang cukup eksklusif. Di mana dalam rekam jejak ASS sebagai figur politisi, bukan rahasia lagi bahwa mantan Gubernur Sulsel itu terlahir dari rahim kalangan elitis. ASS yang merupakan adik kandung dari Menteri Pertanian RI, Andi Amran Sulaiman itu dipandang sebagai politisi dengan jaringan yang menjangkau kalangan atas secara meluas. Buktinya untuk maju bertarung di Pilgub Sulsel, ASS mampu “mengantongi” parpol-parpol sebagai kenderaan bermodalkan komunikasi politik dengan para elit parpol di tingkat pusat. Berbeda dengan paslon DiA, diketahui saat deklarasi pasangan sebelum melakukan pendaftaran di KPU Sulsel Kamis lalu, pasangan ASS-Fatma ini menggelar deklarasinya di salah satu hotel berbintang di Makassar. Deklarasi tersebut pun diramaikan oleh para elit dari 10 parpol pengusung pasangan Andalan Hati ini. Lantas, menilik dari strategi dan pola-pola pendekatan yang dilakukan oleh masing-masing paslon ini, apakah hal ini akan menjadi indikator pendulang elektoral untuk bertarung pada Pilgub Susel November mendatang? Ataukah akan jadi bomerang yang justru menguntungkan lawan? Pola manakah yang paling efektif untuk membuka peluang kemenangan di Pilgu Sulsel nanti? Pengamat Politik Profetik Institut, M. Asratillah mengatakan bahwa tentu sepanjang sejarah kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), paslon yang selalu diharapkan adalah pasangan figur yang dekat dengan akar rumput atau masyarakat itu sendiri. “Tentu kita selalu mengidealkan pasangan kandidat yang dekat dengan akar rumput alias merakyat. Cuma untuk menilai sejauh mana kandidat merakyat, bisa ditentukan dari beberapa hal,” kata Asratillah kepada Harian Disway Sulsel, Minggu 1 September 2024. Hal pertama yang menjadi indikator kandidat merupakan figur merakyat, kata dia, adalah dengan sejauh mana kandidat bersangkutan sering berbincang dan menyerap aspirasi masyarakat jauh sebelum pemilihan. “Karena tidak sedikit kandidat yang turun ke masyarakat, hanya saat mereka akan memasuki tahapan pemilihan,” sebut Asratillah. “Kedua, sejauh mana visi dan misi yang mereka susun bisa menjawab secara efektif persoalan-persoalan publik. Terutama untuk segmen masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah,” imbuhnya. Hal ketiga, menurut Asratillah, adalah kemampuan kandidat tersebut melibatkan konstituennya dalam setiap langkah politik yang mereka ambil. Baik sebelum mereka menghadapi kontestasi ataupun saat berkontestasi nanti. Lebih jauh, dalam perspektif marketing politik, lanjut dia, agar bisa memenangkan kompetisi politik, maka si kandidat mesti mampu mencitrakan dirinya sebagai pihak yang sangat dekat dengan rakyat. Menurut Asratillah sendiri, untuk ajang Pilgub Sulsel kandidat yang terlihat berhasil dengan citra tersebut adalah Danny Pomanto. “Citra ini bisa dibangun melalui model sosialisasi politik, tagline politik yang digunakan, hingga simbol-simbol yang dipakai. Dan untuk hal ini Pak DP (Danny Pomanto) lebih berhasil mecitrakan dirinya sebagai kandidat yang dekat dengan akar rumput,” ungkapnya. Namun, kembali lagi Asratillah menegaskan bahwa penilaian bahwa seorang kandidat Pilkada merakyat tidak dapat dilihat hanya dari citranya menjelang kontestasi. Melainkan, kata dia, diukur dari tiga hal yakni, menyerap aspirasi langsung, visi-misi jadi jawaban problematika masyarakat, serta melibatkan konstituen. “Sekali lagi, merakyat tidaknya seorang politisi tidak hanya ditentukan oleh citra yang dibangun saat kompetisi. Namun bisa diukur dari tiga hal yang saya sebutkan di awal,” tukasnya. Sementara itu, Pakar Komunikasi Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Firdaus Muhammad mengakui bahwa pola komunikasi politik yang dilakukan oleh kedua paslon ini terkesan variatif. “Pola komunikasi kedua pasangan variatif dan tentunya juga adaptif. Menyesuaikan situasi, kondisi tempat mereka bersosialisasi,” katanya kepada Harian Disway Sulsel, Minggu 1 September 2024. Maha Guru Komunikasi Politik Islam ini mengatakan bahwa pola komunikasi politik yang digunakan oleh masing-masing paslon ini akan bergantung pada strategi tim maupun konsultan politik. “Pastinya mereka memiliki pendamping tim komunikasi politik. Meski begitu, masing-masing memiliki kekhasan berbicara di hadapan masyarakat,” tandasnya. Meskipun dinilai berhasil membangun citra merakyat dan dekat dengan basis grassroot, Danny Pomanto dikatakan masih memiliki tantangan lain. Di mana jaringan basis grassroot yang dimilikinya masih berpusat di kota Makassar yang telah dia pimpin selama dua periode ini. Sehingga menjadi PR bagi Danny untuk melakukan ekspansi politiknya ke luar Makassar. Sementara ASS yang notabene sebagai politisi yang muncul dari “atas”, meskipun memiliki back up jaringan elit yang kuat, masih punya kelemahan yakni belum menyentuh basis akar rumput. Indikatornya adalah, ASS yang hanya melanjutkan kepemimpinan Nurdin Abdullah dan bertindak sebagai “one man show” dinilai masih belum memenuhi ekspektasi masyarakat Sulsel. Maka dapat disimpulkan kedua paslon memiliki kelebihan yang jadi keuntungan, serta kelemahan yang menjadi bahan berbenah menuju pemilihan nanti. Sebelumnya, Danny Pomanto sendiri menunjukkan citra dirinya adalah sosok kandidat yang merakyat. Bahkan saat melakukan pendaftaran di KPU Sulsel beberapa waktu lalu, Danny Pomanto bersama Azhar Arsyad menggunakan becak sebagai simbol transportasi rakyat. “Rencananya pakai becak, tapi kita belum tahu berapa jumlahnya, sementara kita kumpul ini becaknya,” kata Danny sehari sebelum mendaftar di KPU, Rabu 28 Agustus 2024. Menurut Walikota Makassar berjuluk ‘Anak Lorong’ ini, becak merupakan simbol merakyat. Di mana, kata dia, pada Pilgub Sulsel, pasangan yang mengusung tagline ‘Baik untuk Sulsel ini ingin berjuang bersama rakyat menuju Sulsel yang lebih baik. “Kita ini kan anak lorong. Kendaraan ta’ kita bukan helikopter. Becak ji kodong,” ungkapnya. (REG/E)
Sumber: