ASN Dilema Soal Netralitas di Pilkada, Bawaslu Sulsel: Yang Dilarang Memanfaatkan Kewenangan
<strong>diswaysulsel.com</strong> - Aparatur Sipil Negara (ASN) merasa dilematis soal netralitas setiap momentum politik, khususnya jelang Pilkada Serentak, 27 November mendatang. Pasalnya, ASN memiliki hak pilih atau hak suara tetapi tidak boleh secara terbuka berpihak kepada calon tertentu. Keresahan para ASN itu disampaikan dalam kegiatan 'Sosialisasi Netralitas ASN Pemilihan 2024' yang digelar Bawaslu Sulsel di Aula Kantor Bupati Pinrang, Senin, 14 Oktober 2024. Hadir dalam kegiatan ini Ketua Bawaslu Sulsel Mardiana Rusli didampingi Anggota Saiful Jihad, Abdul Malik dan Alamsyah. Hadir juga Pj Bupati Pinrang Ahmadi Akil, Pj Bupati Sidrap H. Basra dan Pj Wali Kota Parepare Abdul Hayat Gani. Para ASN curhat dalam forum itu mengenai kondisi yang dialami ketika momentum politik. Staf Ahli Bidang Pembangunan Ekonomi dan keuangan Pemda Pinrang, A. Khairil Amril mengaku, tiga pasangan calon yang maju di Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Pinrang punya hubungan emosional dengannya. Sehingga merasa dilematis. Kendati, regulasi netralitas ASN cukup jelas. Seperti Undang- undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara. Lalu UU Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Selanjutnya PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. PP Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS. PP Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Tak kalah penting, adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri dsn Lembaga, yakni, Menpan RB, Mendagri, Kepala BKN, Ketua KASN dan Ketua Bawaslu tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan ditetapkan 22 September 2022. Kemudaian Surat Edaran Menpan RB Nomor 18 Tahun 2023 tentang Netralitas Bagi Pegawai ASN Yang Memiliki Pasangan (Suami/lstri) Berstatus Sebag ai Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Calon Anggota Legislatif, dan Calon Presiden/Wakil Presiden. Namun, sebagai orang Bugis, kata Khairil, memiliki kultur harus saling sapa menyapa dan tidak menutup kemungkinan akan bertemu setiap saat dengan tiga pasangan calon tersebut. "Tidak tutup kemungkinan saya pasti akan bertemu dengan tiga Paslon ini, nah bagaimana saya memposisikan diri," katanya. Senada Kepala Bagian Ortala Setda Pinrang, Syamsumarlin mengatakan, sebagai pemilik suara seharusnya mengetahui siapa yang akan dipilih. Dia tidak ingin salah pilih. Namun, ASN memiliki batasan untuk aktif di media sosial. "Secara pribadi saya mengikuti semua media sosial calon untuk mengetahui visi misi mereka. Salah saya dimana? saya tidak memposting, saya tidak komentar, hanya ingin mengetahui karena kami tidak memiliki ruang," ujarnya. Bahkan kata Syamsumarlin, nasib sebagai penyelenggara pemerintahan akan ditentukan siapa yang akan terpilih. "Dalam hal program, siapa yang akan memimpin kami, karena kami ini sebagai eksekutor," ujarnya. "Tolong beri ruang kepada ASN untuk mengetahui visi misi Paslon," lanjutnya. Sementara ASN lainny, Ratna mengatakan, dari 16 kasus dugaan pelanggaran netralitas ASN yang sedang bergulir di Pinrang dirinya salah satunya. Itu disebabkan karena suaminya seorang politikus. Bahkan kata dia, pada Pileg tidak ada teguran. Namun jelang Pilkada 27 November, mendapat teguran karena viral di media sosial. "Pilkada ini saya sudah viral di media sosial kalau saya dianggap melanggar. Saya mengerti hak dan kewajiban saya sebagai ASN, tapi bagaimana hak saya sebagai istri," katanya. Menanggapi itu, Deputi Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Engelbert Johannes Rohi menyebut, perlu ada regulasi secara khusus yang mengatur mengenai ASN di momentum politik. Termasuk menjaga ASN dari intervensi kepentingan politik tertentu. "ASN punya hak konstitusi untuk memilih, tapi disisi lain tidak boleh menyatakan sikap politiknya secara terbuka. Ini juga agak jadi serba salah. Coba negara mengatur, agar kemudian di gelanggang pertarungan politik itu ASN tidak perlakukan sebagai pihak yang bisa dimanipulasi oleh kepentingan - kepentingan politik secara praktis," ucapnya. Sementara Akademisi IAIN Parepare, Rusdianto Sudirman menyebut, pentingnya netralitas ASN di momentum politik karena bisa mempengaruhi pelayanan publik. "Kenapa ASN harus netral) Karena ASN dengan kewenangan dan kekuasaan yang dimilikinya, sangat rentan dipengaruhi dan mempengaruhi serta berpihak kepada salah satu paslon," ucapnya. Menanggapi itu, Koordinator Divisi Pencegahan dan Parmas Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad menjelaskan, berdasarkan hasil analisis Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), pelanggaran netralitas ASN sebanyak 43,4 persen itu disebabkan karena ingin mempertahankan jabatan atau ingin menduduki jabatan tertentu. "Sehingga jabatan yang dimiliki dimobilisasi untuk mendukung calon tertentu," katanya. Saiful Jihad mengatakan, pelanggaran netralitas ASN terjadi apabila memanfaatkan kewenangan dan kekuasaan untuk mendukung atau menguntungkan salah satu paslon. Tapi tidak melarang menjalin tali silaturahmi. "Pilkada bukan untuk memutuskan tali silaturahmi, yang dilarang adalah ketika memanfaatkan kewenangan dan kekuasaan untuk mendukung atau menguntungkan salah satu paslon, itu yang dibunyikan pasal 71 (undang - undang nomor 1 tahun 2016)," katanya. "Yang dilarang kalau misalnya, saya Kepala Dinas Sosial atau Pertanian, kemudian memberikan bantuan pada momen momen tertentu, kemudaian di belakang saya ada baliho atau ada pesan - pesan yang menggambarkan saya mendukung calon tertentu, itu berarti ada tindakan menguntungkan salah satu paslon," sambungnya menandaskan.
Sumber: