DIA Rangkul Komunitas Adat, Bissu Matoa Minta Danny Selamatkan Adat Bone

DIA Rangkul Komunitas Adat, Bissu Matoa Minta Danny Selamatkan Adat Bone

<strong>diswaysulsel.com, MAKASSAR </strong>- Pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur, Mohammad Ramdhan ‘Danny’ Pomanto dan Azhar Arsyad merangkul komunitas adat jelang kontestasi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Selatan (Sulsel). Hal itu terlihat dari paslon nomor urut 1 ini yang menerima aspirasi dari beberapa segmen komunitas adat, seperti para raja-raja di Sulsel. Termasuk komunitas adat Bissu di Kabupaten Bone. Teranyar, Calon Gubernur Sulsel, Danny Pomanto menerima aspirasi dari komunitas Bissu saat melakukan tour kampanye di Bumi Arung Palakka. Komunitas Bissu menaruh harapan besar kepada Danny Pomanto, sebagai calon gubernur yang dinilai memiliki visi kuat dalam melestarikan budaya lokal. Ancu, salah satu tokoh Bissu di Kabupaten Bone yang disegani dengan gelar Bissu Matoa, mengaku selama ini merasa kecewa karena tradisi yang telah turun-temurun dijaga oleh Bissu mulai terpinggirkan. “Kami merasa semakin tidak dilibatkan dalam acara adat yang seharusnya menjadi bagian dari warisan budaya Bone. Sebagai Bissu, kami berharap suara kami didengar dan peran kami diakui kembali,” ujar Ancu, pemimpin Komunitas Bissu Kabupaten Bone, Rabu 16 Oktober 2024 Bagi Bissu, sosok Danny dipandang mampu memberikan ruang bagi keberadaan mereka dalam rangka melestarikan budaya Bone yang telah lama mereka jaga. Bissu Matoa berharap, di bawah kepemimpinan Danny jika diberi mandat oleh rakyat memimpin Sulsel, budaya Bissu tidak hanya diakui, tetapi juga dilibatkan kembali dalam setiap acara adat yang menjadi ciri khas masyarakat Bone. Danny Pomanto sendiri telah menegaskan komitmennya untuk menjaga kekayaan budaya Bone. Ia melihat pentingnya mempertahankan budaya tradisional yang menjadi identitas masyarakat Bone tanpa mencampurkan tradisi tersebut dengan unsur-unsur yang bertentangan. Danny menyadari bahwa Bone bukan hanya sebuah kabupaten dengan sejarah kerajaan besar, tetapi juga sebuah warisan budaya yang hidup, yang harus dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang. “Bone memiliki sejarah panjang sebagai kerajaan besar, dan salah satu instrumen penting dalam pemerintahan kala itu adalah Bissu. Budaya dan peran mereka tidak boleh hilang, harus diselamatkan,” tegas Danny saat kampanye dialogis di Kecamatan Tanete Riattang. Dalam sejarah panjang Kabupaten Bone, Bissu merupakan salah satu elemen penting dalam pemerintahan kerajaan yang besar dan sangat berpengaruh. Namun, eksistensi Bissu kini semakin termarginalkan, terutama karena berbagai pelarangan dan kurangnya pelibatan mereka dalam acara adat. Salah satu contoh yang paling menyedihkan bagi komunitas Bissu terjadi pada tahun 2022, ketika mereka tidak dilibatkan dalam acara Matompang Arajang di rumah adat Kabupaten Bone. Danny Pomanto dalam rangkaian tour kampanyenya, menyapa khusus komunitas Bissu kabupaten Bone yang hadir dalam kegiatan tudang sipulung bersama toko masyarakat Bone dan peresmian posko pemenangan pasangan calon gubernur Danny Pomanto- Azhar Arsyad (DIA) di Jl. Andi Pangerang Kabupaten Bone yang dihadiri ratusan masyarakat serta tim pendukung. "Izinkan saya menyapa beliau komunitas Bissu, Bissu Matoa Pak Ancu kehadirannya sungguh sangat luar biasa," kata Wali Kota Makassar dua periode ini. Pada kesempatan tersebut Danny Pomanto juga menyampaikan kepada masyarakat kabupaten Bone bahwa budaya harus selalu dijaga. Dia mengatakan bahwa Komunitas Bissu memiliki filosofi yang mendalam. "Saya selalu respek soal filosofi Bissu yang keberadaannya paling menonjol ada di kabupaten Bone dan Barru. Komunitas Bissu merupakan filosofi luar biasa, pembaca keputusan di pengadilan sebagai jembatan kritik dan doa doa dan banyak sekali filosofi nya," ujar Dannya. "Tapi memang banyak orang yang belum paham tapi saya paham betul makanya Kenapa Bissu selalu kasi ruang terbaik d Makassar," ucapnya. Sementara Komunitas Bissu kabupaten Bone menyampaikan keluh kesahnya kepada calon Gubernur Sulawesi Selatan Danny Pomanto yang beberapa tahun belakang ini tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, kala Andi Sudirman Sulaiman menjabat Gubernur. Mereka juga tidak dilibatkan pada momentum bersejarah di kabupaten Bone. Hal itu disampaikan oleh Bissu Matoa Ancu, dirinya sangat berharap kepada pemerintah selanjutnya bisa memberikan ruang kepada komunitas yang menjaga budaya kabupaten Bone. "Saya dari komunitas Bissu memohon sangat kepada calon pemerintah atau Gubernur Sulawesi Selatan Bapak Danny Pomanto agar melirik atau memperhatikan bentuk-bentuk budaya dan tradisi yang ada dalam pemerintahan," ucapnya saat ditemui di posko tim pemenangan DIA di kabupaten Bone. "Kami butuh pemimpin yang bisa sekaligus mengayomi komunitas budaya dan tidak memandang sebelah mata keberadaan kami karena komunitas ini pernah terpuruk karena tidak dilibatkan dalam sesuatu acara yang penting dalam memperingati hari jadi boleh," harapnya. Dengan hal tersebut dirinya menyatakan dukungan kepada calon Gubernur Danny Pomanto sebagai calon pemimpin yang tidak mendiskriminasi rakyat khususnya masyarakat adat. "Kami sampaikan bahwa calon gubernur yang tidak melakukan diskriminasi terhadap budaya, itu pilihan kami pemimpin yang tidak memilih tidak membeda-bedakan ras atau komunitas," tegasnya. Menilai hal ini, Pengamat Politik dan Budaya Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Tasrifin Tahara mengatakan bahwa aspirasi dari masyarakat adat seperti komunitas Bissu ini mesti jadi perhatian khusus. Sebab kelompok seperti ini, kata dia, selalu memperhatikan kepada siapa aspirasi mereka disampaikan. “Hanya pada paslon atau pejabat tertentu yang bisa menyalurkan aspirasi mereka. Artinya memperhatikan eksistensi dan keberlangsungan mereka sebagai agen-agen kebudayaan,” ujarnya saat dihubungi Harian Disway Sulsel, Rabu 16 Oktober 2024. Menurut Tasrifin, peran kelompok-kelompok budaya ini sebenarnya dilindungi oleh undang-undang kemajuan kebudayaan. Dimana diwajibkan bagi pemerintah memberikan ruang kepada mereka dalam rangka ekspresi kebudayaan sebagai upaya pelestarian kebudayaan itu sendiri. “Cuma masalahnya, kelompok inklusif seperti ini berada pada posisi selalu minoritas. Pada skala makro, mungkin hitungan demografi tidak signifikan secara politik. Meskipun sebenarnya aspirasi yang mereka bawa itu betul-betul demi kelangsungan esensi kebudayaan nilai-nilai luhur kebudayaan lokal kita,” jelasnya. Meskipun selalu kontras antara kelompok adat yang inklusif dengan masyarakat modern, tapi Tasrifin mengatakan perlu adanya ruang bagi mereka untuk menyampaikan aspirasi dan wajib bagi pemerintah untuk mengakomidir peran mereka secara menyeluruh. Sehingga, lanjut dia, dengan menyerap aspirasi dari kalangan inklusif ini, pasangan Danny Pomanto dan Azhar Arsyad bisa membranding diri sebagai calon pemimpin yang peduli akan masyarakat adat serta memperhatikan kebudayaan, baik dari para pelaku budaya lama (old man) maupun budaya masyarakat urban (new man). “Itu bisa (jadi branding DIA) dalam arti upaya mengangkat citra kebudayaan lokal, mempertahankan atau melestarikan kebudayaan. Cuma itu tadi, para pelestari budaya itu selalu tenggelam dengan modernism, itu juga berlaku di politik. Artinya kebudayaan itu harus dilihat total, bukan hanya pada kelompok tertentu. Bagaimana kemajuan kebudayaan itu milik semua kalangan,” tukasnya. (REG/E)

Sumber: