DPRD Kota Makassar
PEMKOT MAKASSAR

Sidang Tipikor Agus Fitriawan, Prof Juajir Sumardi: Pelanggaran SOP Perbankan Bukan Otomotis Perbuatan Pidana

Sidang Tipikor Agus Fitriawan, Prof Juajir Sumardi: Pelanggaran SOP Perbankan Bukan Otomotis Perbuatan Pidana

--

DISWAY SULSEL  — Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Makassar kembali menggelar sidang perkara dugaan korupsi kredit konstruksi dengan terdakwa Agus Fitrawan MS, ST, Kamis (18/12/2025). Sidang dengan Nomor Perkara 90/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Mks tersebut menghadirkan saksi ahli dari pihak terdakwa, yakni pakar hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Juajir Sumardi.

Sidang dipimpin majelis hakim Tipikor PN Makassar dan dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), terdakwa Agus Fitrawan, serta kuasa hukum terdakwa. Agenda persidangan hari ini meliputi pemeriksaan saksi ahli dari terdakwa dan pemeriksaan terdakwa.

Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim, Prof Juajir Sumardi menjelaskan bahwa pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam sektor perbankan merupakan ranah internal perbankan dan tidak dapat serta-merta dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum pidana.

“Pelanggaran SOP harus dilihat dalam konteks pengawasan internal perbankan. Tidak semua pelanggaran SOP otomatis masuk kategori tindak pidana,” ujar Prof. Juajir di persidangan.

Ahli juga menegaskan adanya perbedaan konsekuensi hukum antara fraud dan miss management. Menurutnya, fraud mengandung unsur kesengajaan dan niat jahat, sedangkan miss management lebih berkaitan dengan kesalahan tata kelola yang tidak selalu berimplikasi pidana.

Terkait penilaian kerugian keuangan negara, Prof Juajir menyampaikan bahwa penetapan kerugian negara belum dapat dilakukan apabila masih terdapat upaya hukum atau proses penyelesaian yang belum selesai, termasuk upaya perdata.

Ia menambahkan bahwa hukum pidana merupakan ultimum remedium, sehingga penerapannya harus menjadi jalan terakhir apabila mekanisme hukum lain, khususnya perdata dan administrasi, belum tuntas ditempuh.

Dari perspektif hukum perjanjian, saksi ahli menegaskan bahwa dana kredit yang tidak kembali ke bank merupakan tanggung jawab penuh debitur, sepanjang perjanjian kredit tersebut dibuat secara sah dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan.

“Perjanjian kredit yang sah menjadi hukum bagi para pihak. Jika terjadi kredit macet, maka pihak debiturlah yang bertanggung jawab,” jelasnya.

Prof Juajir juga menjelaskan konsekuensi surat kuasa dalam perspektif hukum administrasi. Menurutnya, pihak yang bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan berdasarkan surat kuasa adalah pemberi kuasa, bukan penerima kuasa, karena surat kuasa bersifat mandat.

Lebih lanjut, Prof Juajir mengingatkan bahwa apabila setiap kredit macet langsung dinilai sebagai kerugian keuangan negara tanpa pembuktian adanya fraud, maka hal tersebut berpotensi menimbulkan kekacauan dalam industri perbankan.

Dalam konteks miss management, ahli menyebut bahwa kerugian keuangan negara hanya dapat diukur apabila terdapat pengurangan dividen yang seharusnya diterima pemegang saham, dalam hal ini pemerintah daerah sebagai pemilik saham bank.

“Jika tidak ada pengurangan dividen yang nyata, maka klaim kerugian keuangan negara harus diuji secara cermat,” tegasnya.

Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi kredit konstruksi yang melibatkan mantan pejabat PT Bank Sulselbar Cabang Pangkep Agus Fitrawan didampingi penasehat hukum dari Law Firm Rudal & Partners, Nurhalim, S.H., dan Andi Emi Wulansari AM, S.H., M.H., sidang tersebut akan dilanjutkan pada agenda berikutnya sesuai penetapan majelis hakim. (*)

Sumber: