Buah Simalakama Rakyat di Negeri Utang
--
Oleh: Andi Muhammad Jufri, Praktisi Pembangunan Sosial
Tidak sedikit orang lepas dari utang. Bila kantong kering dan dompet kosong, maka untuk makan dan minum sekedar hilangkan lapar dan haus pun perlu berutang. Bagi Nelayan, Petambak, Petani, Pekebun, dan Peternak, berutang untuk keperluan pakan, pupuk, obat dan sarana produksi juga sering dilakukan.
Apalagi di musim paceklik, utang ke bos (punya usaha/punya dana) jadi solusi. Bagi mereka yang bekerja sebagai pegawai negeri, kantor, karyawan, buruh, polisi, tentara, hakim, jaksa, seniman, wartawan, guru, ustadz, dan berbagai profesi lainnya, berutang juga untuk memenuhi kebutuhan mendesak seperti sandang, pangan dan papan.
Budaya berutang di negeri ini semakin berkembang dengan pengaruh teknologi dan pengaruh budaya konsumtif. Dulu bila berutang, hanya dilakukan kepada kalangan atau pihak-pihak terbatas seperti keluarga besar (family), tetangga atau sahabat yang memiliki kemampuan, dan bos atau pemimpin usaha di tempat kerja.
Pinjaman (utang) didasarkan atas kepercayaan dan kemanusian, dan penuh kelonggaran. Penyebab berutang juga biasanya karena pilihan sulit (hard choices) karena keterbatasan ekonomi akibat adanya anggota keluarga yang sakit, ada musibah kecelakaan, ada hajat pernikahan, ada kebutuhan pendidikan anak, ada rencana membuka usaha produktif.
Tapi kini, seiring meningkatnya kebutuhan hidup, budaya konsumtif, ketatnya kompetisi kerja dan juga melunturnya nilai-nilai kekeluargaan dan kemanusian, maka telah mendorong munculnya peluang baru sistem peminjaman yang mudah. Apalagi dengan munculnya teknologi dan kebijakan bisnis peminjaman dari berbagai institusi atau lembaga yang menjalankan bisnis peminjaman. Organisasi perbankkan dan koperasi menjadi pelopor pengembangan bisnis keuangan ini.
Bisnis keuangan pinjaman dana, kini semakin tumbuh dan marak di negeri ini. Mulai dari pinjaman untuk kebutuhan pribadi dan umum seperti : Kredit Tanpa Agunan (KTA) (pinjaman tanpa jaminan aset, biasanya untuk jumlah lebih kecil dan cepat cair), Kredit Multiguna (KMG) (pinjaman dengan jaminan seperti BPKB, sertifikat, untuk berbagai keperluan, termasuk renovasi atau biaya pendidikan), Kartu Kredit (fasilitas belanja dan tarik tunai dengan sistem cicilan bulanan), dan Pembiayaan Kendaraan (kredit untuk membeli motor atau mobil baru/bekas dari perusahaan pembiayaan (leasing).
Bisnis keuangan pinjaman dana, juga berkembang untuk modal usaha dan pengembangan bisnis, antara lain : Kredit Usaha Rakyat (KUR) (pinjaman dari pemerintah untuk UMKM dengan bunga rendah), Kredit Modal Kerja & Investasi (pinjaman bank untuk operasional harian atau investasi jangka panjang bisnis), Modal Ventura (pembiayaan dari perusahaan ventura untuk startup atau bisnis berpotensi tinggi), Koperasi Simpan Pinjam (pinjaman untuk anggota koperasi, seringkali dengan syarat lebih mudah), dan P2P Lending (Peer-to-Peer) (Platform digital yang mempertemukan peminjam dan pemberi pinjaman (investor)).
Terkini, bisnis keuangan pinjaman dana berbasis digital dan fleksibel juga berkembang seperti Pinjaman Online (Pinjol) Legal (fintech yang menawarkan pinjaman cepat melalui aplikasi dan Paylater (layanan cicil bayar untuk transaksi online, yang bisa untuk kebutuhan usaha seperti beli stok barang).
Berbagai bisnis keuangan pinjaman dana di atas, dijalankan oleh lembaga-lembaga Keuangan seperti: Bank (Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, dll, yang menawarkan KUR, KPR, KMG, dll.), Perusahaan Pembiayaan (Multifinance) (Mandiri Utama Finance (MUF), Adira Finance, FIF (Pembiayaan kendaraan, multiguna)), Fintech & P2P Lending (Kredivo, Akulaku, Investree, KoinWorks), Koperasi (Koperasi Simpan Pinjam di lingkungan kerja atau komunitas), dan Pegadaian (Memberikan pinjaman dengan jaminan barang (emas, elektronik) atau BPKB (Kreasi UMi)).
Bisnis keuangan peminjaman dana terasakan semakin penting. Mulai skala individu, keluarga, kelompok, bidang pekerjaan, lintas wilayah, regional, nasional sampai internasional banyak membutuhkannya.
Pertumbuhan, gerak ekonomi dan pembangunan saat ini, mulai pengembangan pedagang kaki lima sampai mal dan hotel berbintang, dari pembangunan infrastruktur yang sederhana sampai paling kokoh dan mewah, dari pembangunan rumah sederhana sampai fasilitas modern ibu kota negara (IKN), semuanya, sebagian besar terdukung dari dana pinjaman (utang). Begitu besar manfaat utang, sehingga hampir sebagian besar individu sampai tingkat institusi setingkat negara, punya utang.
Namun, utang bukan hanya menjanjikan keuntungan, kemanfaatan, dan perubahan hidup karena adanya aktivitas dan fasilitas yang tersedia. Utang adalah juga bisnis yang membutuhkan komitmen pertanggungjawaban. Setiap utang yang diambil, ada aturan administratif dan juga sanksi bila tidak memenuhi perjanjian. Apalagi acuh tak acuh atau sengaja melanggar perjanjian.
Betapa banyak individu, kelompok, lembaga atau negara sekalipun, telah merasakan prilaku ketidakacuhan dan ketidakdisiplinan bayar utang. Jaminan aset terambil. Harta tersisa terjual. Jatuh dalam kebangkrutan Kehilangan sumber daya dan bila tidak kuat mental, kesehatan dan nyawa jadi taruhan.
Di level negara, bila gagal bayar utang maka dapat berakibat terjadinya krisis ekonomi, ketidakstabilan politik, kehilangan aset strategis, dan kesulitan meminjam lagi. Negara yang pernah mengalami gagal bayar utang antara lain : Sri Lanka (2022), bangkrut akibat utang luar negeri besar-besaran, termasuk utang pembangunan ke China, krisis ekonomi dan politik parah, pengelolaan Pelabuhan Hambantota diserahka ke China selama 99 tahun.
Sumber:

