Guru Besar Hukum Pidana UIN Alauddin Makassar, Prof. Sabri Samin F, menyoroti overload narapidana di rutan dan lapas akibat meningkatnya kasus pidana, yang dipicu oleh perkembangan teknologi dan perubahan sosial.
"Jaksa memiliki peran menentukan pilihan hukum dan sanksi pidana yang tepat, sehingga memiliki efek jera sekaligus tetap memanusiakan manusia," katanya.
Ia juga menyoroti fenomena legal crime (kejahatan yang dilegalkan), factual crime (kejahatan yang muncul akibat perkembangan teknologi), dan undetected crime (kejahatan yang tidak terungkap).
"Dalam praktiknya, jaksa sering berada di posisi yang terhimpit antara penasihat hukum dan majelis hakim. Sayangnya, tidak pernah terdengar ada dissenting opinion dari tim Jaksa Penuntut Umum," ujarnya.
Untuk itu, Prof. Sabri mengusulkan agar dalam RUU KUHAP terdapat aturan yang memperkuat kolaborasi antara penyidik Polri/PPNS dengan Jaksa Penuntut Umum, guna menghindari bolak-baliknya Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Rektor UMI, Prof. Dr. H. Hambali Thalib, menjelaskan bahwa penerapan asas Dominus Litis dalam KUHAP harus sejalan dengan prinsip Integrated Justice System atau Sistem Peradilan Pidana Terpadu.
"Semua lembaga penegak hukum harus bekerja sesuai tugas, fungsi, dan kewenangannya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, guna mewujudkan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum," ungkapnya.
Prof. Hambali juga menyoroti beberapa ketentuan dalam KUHAP yang memperkuat kewenangan jaksa dalam mengendalikan perkara, seperti:
1. Koordinasi penyidik dengan penuntut umum (Pasal 8 ayat (1) dan (2) KUHAP).
2. Kewenangan melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim (Pasal 13–15 KUHAP).
3. Kewenangan penuntutan berbasis Dominus Litis (Pasal 137–144 KUHAP).
4. Pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan (Pasal 270 KUHAP).
"RUU KUHAP harus selaras dengan UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP, terutama dalam aspek supervisi dan koordinasi antara penyidikan dan penuntutan," jelasnya.
Menurutnya, sistem yang lebih sinkron akan membuat proses peradilan lebih efisien, transparan, serta menghindari tumpang tindih kewenangan.
Selain pemaparan dari narasumber utama, FGD ini juga menghadirkan sejumlah penanggap, di antaranya:
- Prof. Heri Tahir (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Negeri Makassar),