Namun ia juga tak ragu menyinggung isu kebangsaan, runtuhnya budi pekerti, hingga keterjebakan bangsa dalam politik simbolik. Semua ditulis dengan bahasa jernih, lugas, dan puitis.
“Tulisan-tulisan Mustamin ini tidak hanya mencatat realitas, tetapi juga mengetuk nurani kita. Ia mengajak kita bercermin,” ungkap salah satu aktivis literasi yang hadir dalam diskusi.
Menurut Kadis Perpustakaan dan Kearsipan Gowa, Suhriati, kegiatan ini adalah upaya nyata mendorong partisipasi masyarakat dalam gerakan literasi.
“Literasi itu tidak hanya milik akademisi, tetapi gerakan bersama. Dari menulis berita, membuat esai, hingga berkarya dalam buku, semua adalah jalan untuk menghidupkan kesadaran kolektif,” tandasnya.(rus)