Sebagai Penulis, saya telah banyak melakukan penelitian dan perjalanan menelusuri jejak-jejak para tokoh diaspora Sulawesi Selatan pasca 1669 dan memiliki efek dari perjanjian Boengaya. Syekh Yusuf Al-Makassary di berjuang Tanah Banten dan penyiar Islam di Capetown Afrika Selatan setelah diasingkan oleh VOC, Karaeng Galesong (putra sultan Hasanuddin) bersama Trunojoyo melawan Amangkurat I dan II dan VOC Belanda di Jawa timur dan tengah, La Tenri Lai Arungmatoa Wajo di Batavia, I Adulu Daeng Mangalle di Kerajaan Ayuthia Siam di Thailand dan kelak dua anaknya Daeng Ruru dan Daeng Tulolo dibawa ke Perancis dan menjadi tokoh militer Raja Loius XVI, I Fatimah Daeng Takontu (putri Sultan Hasanuddin di Banten berjuang bersama Syekh Yusuf dan beliau hijrah ke Mempawah Kalimantan Barat, Laskar Arung Palkka di Muara Angke Jakarta Utara, Datu Patujjo (pendiri Petojo, batavia), La Mohang Daeng Mangkona dari Wajo pendiri Kota Samarinda, Sultan Mudaffar dari Tallo pendiri kota Pante Makassar di Timor Leste, Lamaddukelleng dari Wajo ke Kalimantan Timur, para laskar Gowa Tallo yang kemudia mendirikan beberapa kampung kampung Bugis Makassar di tanah Luar Sulawesi Selatan, Kapten daeng Nuruddin pendiri wilayah ciputat, Daeng Menteng dan Daeng Mampang di tanah Batavia, legenda Opu La Tenri Borong Daeng Ri Lakke bersama 5 anak nya opu Daeng Bersaudara hijrah dari tanah luwu menuju Tanah Melayu Johor, Riau, Lingga, dan mendirikan Kesultanan Selangor di Malaysia dan menjadi penguasa Mempawah dan sambas di Kalimantan Barat, mempengaruhi politik tanah melayu, dimana anak Opu Daeng Celak adalah raja Haji Fisabilillah dan cucu keturunan Raja Ali Haji yang kelak menjadi tokoh penting dalam menjadikan Bahasa Melayu menjadi Serapan Resmi menjadi Bahasa Indonesia.
Penulis juga telah mendapatkan sebuah fakta, dimana seorang Tokoh Sulawesi Selatan yang merupakan ponakan Sultan Hasanuddin yang hijrah ke Tanah Mataram, ialah Sulaiman Karaeng Naba yang menjadi Ksatria Mataram dan berketurunan dr Radjiman Widyodiningrat (Ketua Sidang BPUPKI pertama) dan dr Wahidin Sudirohusodo salah satu pencetus Boedi Uetomo
Sehingga penulis mengambil sebuah intisari, bahwa pengaruh Diaspora Sulawesi Selatan mengakibatkan dampak besar hingga lahirnya Republik Indonesia, karena keturunan-keturunan mereka kemudian menjadi sosok sosok pembaharu di wilayah tanah rantau mereka meski menghadapi budaya dan kebiasaan baru, akulturasi budaya lokal dan westernisasi barat.
Maka dari itu perkembangan Sulawesi Selatan yang majemuk dengan tokoh tokohnya sejak era kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan reformasi. Memberikan banyak segmentasi di setiap era Presiden Republik Indonesia, tokoh Politik, Ekonom, Ulama, Atlet Nasional, Hingga Gen-Z yang berasal dari Sulawesi Selatan.
Urat Nadi Wilayah Indonesia
Secara Geografis dengan letak Sulawesi Selatan di tengah Indonesia, dengan potensi sumber daya alam yang melimpah, pertanian, pangan, pertambangan, migas, dan pariwisata harus menjadi sebuah tolak ukur Provinsi ini menjadi Penyangga Nasional, penulis selalu menilai jika Sulawesi Selatan adalah penghubung Nadi antara Indonesia Barat dan Timur.
Namun, bukan sebuah bangsa yang besar jika tidak melalui ujian yang keras, sederet masalah pun yang terjadi di Sulawesi Selatan adalah ujian yang harus dilewati baik dari pemimpin maupun rakyatnya. Sehingga dalam usia 356 tahun ini, perkembangan sumber daya manusia harus didukung dengan peningkatan kualitas pendidikan dan akan berpengaruh kepada pemerataan ekonomi.
Sulsel Kini dan Yang Akan Datang
Sehingga tantangan ini menjadi modal untuk peran-peran anak Muda Sulawesi Selatan bersaing secara kompetisi, bukan lagi skala nasional namun wajib Internasional, mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai langkah konsolidasi untuk mengabdi kepada Sulawesi Selatan dan Bangsa Indonesia, sudah saatnya Sulawesi Selatan tetap Bangkit, sudah saatnya kita memiliki Kereta Api yanh sempurna dan saljng terhubung di seluruh jazirah pulau Sulawesi, sudah saatnya kita memiliki Stadion bertaraf Internasional, sudah saatnya kita saling berintegrasi antara kabupaten Kota, Makassar, Bugis, Luwu, dan Toraja etnik besar dan tertopang dari tiga kota besar Makassar, Pare-pare, dan Palopo. Era perkembangan digitalisasi, kemajuan arus teknologi, pergeseran tatanan kehidupan menjadi sebuah keharusan para pemuda Sulawesi Selatan dalam menjawab tantangan zaman.
Sehingga Kejayaan Sulawesi Selatan akan kembali lagi, seperti era para tokoh cendekiawan dan filsuf kita yang mendunia, seperti Karaeng Pattingalloang (mangkubumi Gowa Tallo, menguasai 7 Bahasa Asing dan tokoh astronomi dunia), Ammanagappa (Perumus Hukum Laut Internasional, La Mellong Kajao Laliddong (Diplomat ulung dan pakar tata negara era kerajaan Bone), dan masih banyak lagi tokoh-tokoh lainnya. Semua ini berakar pada spirit Sipakatau, Sipakainga, dan Sipakalebbi, yang merupakan identitas komitmen karakter orang Sulawesi Selatan.(*)