Oleh : Anthon Misalayuk <strong>DI</strong> era digitalisasi saat ini, kemajuan teknologi kian berkembang pesat meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk pemanfaatan teknologi pada sektor keuangan. Pembayaran secara tunai sudah mulai dianggap ketinggalan zaman. Saat ini, evolusi metode pembayaran telah berjalan menuju transaksi non tunai. Metode non tunai ini juga diadaptasi pemerintah, melalui penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP). Merupakan bentuk modernisasi pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebagai upaya pelaksanaan inisiatif strategis program reformasi birokrasi dan tranformasi kelembagaan Kementerian Keuangan khususnya terkait pengelolaan likuiditas keuangan negara dengan memanfaatkan instrumen keuangan modern serta untuk mendukung insklusi keuangan. Direktorat Jenderal Perbendaharaan menginisiasi penerbitan Peraturan Menteri Keuangan nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah, yang menjadi landasan hukum atas implementasi KKP sebagai metode pembayaran melalui Uang Persediaan (UP) yang dikelola bendahara pengeluaran atas beban APBN bagi seluruh satuan kerja (satker) kementerian/lembaga, yang secara resmi berlaku mulai tanggal 1 Juli 2019. KKP adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas belanja yang dapat dibebankan pada APBN, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh bank penerbit KKP, dan satker berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus. Penggunaan KKP bertujuan untuk membantu pengelolaan pengeluaran berkaitan dengan kegiatan kementerian/lembaga melalui penggunaan UP agar belanja pemerintah lebih transparan dan aman dengan memperhatikan prinsip-prinsip. Yaitu mudah penggunaannya dengan jangkauan pemakaian yang lebih luas dan transaksi dapat digunakan di seluruh merchant yang menerima pembayaran melalui mesin Electronic Data Capture (EDC)/media daring. Juga aman dalam bertransaksi dan menghindari terjadinya penyimpangan (fraud) dari transaksi secara tunai, efektif dalam mengurangi UP yang menganggur (idle cash) maupun biaya dana (cost of fund) pemerintah dari transaksi UP, serta akuntabilitas pembayaran tagihan negara dan pembebanan biaya penggunaan UP KKP. Efesiensi juga terjadi dalam ketersediaan uang tunai pemerintah, karena uang tunai yang akan ditarik bendahara pengeluaran untuk membayar belanja yang menggunakan KKP akan benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan riil yang telah dibelanjakan. Selama ini, ditengarai bendahara pengeluaran sering kali menarik uang persediaan yang dikelolanya dalam bentuk tunai secara berlebihan karena tidak dihitung secara cermat kebutuhannya. Kelebihan lainnya dalam penggunaan KKP adalah bahwa pengawasan atas belanja satker akan menjadi lebih baik dan paperless karena semua transaksi, kapan, untuk apa dan dimana akan tercatat secara elektronik di sistem perbankan, sehingga bila sewaktu-waktu diperlukan datanya bisa disajikan secara cepat dan akurat serta mengurangi resiko penyelewengan dan penyalahgunaan. Di wilayah pembayaran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Sinjai yaitu Kabupaten Sinjai penggunaan KKP juga belum optimal, namun mengalami peningkatan di tahun 2022 sebesar 26,34 persen dibandingkan tahun 2021. Berdasarkan data Online Monitoring SPAN (OMSPAN) transaksi KKP pada tahun 2022 mencapai Rp102.700.777 (data per 15 Desember 2022), sedangkan pada tahun 2021 jumlah transaksi mencapai Rp81.287.780. Belum optimalnya penggunaan KKP karena adanya beberapa permasalahan dalam implementasinya. Antara lain, kurangnya penyedia barang/jasa yang menyediakan mesin EDC untuk menerima pembayaran dengan KKP. Juga adanya tambahan biaya atas transaksi pembelanjaan (surcharge) terhadap transaksi KKP melalui mesin EDC. Sehingga satker enggan untuk melakukan belanja dengan KKP meskipun Bank Indonesia telah melarang pengenaan biaya tambahan karena merugikan konsumen. Hasil konfrimasi dengan Bank Penerbit KKP, didapatkan informasi bahwa kurangnya penyedia barang/jasa yang menyediakan mesin EDC disebabkan karena kurangnya satker yang melakukan transaksi dengan menggunakan mesin EDC, sementara biaya penyediaan mesin EDC yang di tanggung oleh pihak bank juga cukup besar, sehingga beberapa penyedia barang/jasa akhirnya tidak menyediakan mesin EDC. Jika ditelusuri lebih lanjut hal ini sebenarnya saling berhubungan, karena terdapat juga permasalah pada satker, dimana masih ada satker yang beranggapan bahwa penggunaan KKP membuat pekerjaan menjadi bertambah karena satker harus mengawasi penggunaan KKP agar tidak digunakan untuk keperluan pribadi pemegang KKP dan satker juga harus melakukan pembayaran tagihan KKP sebelum jatuh tempo. Kebijakan KKP melibatkan berbagai pihak, yaitu pemerintah dalam hal ini Ditjen Perbendaharaan sebagai pembuat kebijakan KKP, perbankan selaku penerbit KKP dan penyedia mesin EDC, satker kementerian/lembaga selaku pengguna KKP, dan supplier/merchant sebagai penyedia barang/jasa pengguna mesin EDC. Penggunaan KKP dapat optimal tentunya memerlukan dukungan dari semua pihak yang terkait dalam melakukan upaya optimalisasi penggunaan KKP. KPPN Sinjai terus melakukan sosialisasi sehingga manfaat penggunaan KKP dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan terutama oleh satker sebagai pengguna KKP, perbankan agar memperluas cakupan wilayah transaksi KKP. Dengan memperbanyak penyediaan mesin EDC, dan penyedia barang dan jasa (supplier/merchant) agar tidak mengenakan biaya surcharge terhadap transaksi KKP. Yang terpenting, satker agar konsisten setiap bulan melakukan transaksi KKP sesuai besaran proporsi UP KKP. Salah satu upaya peningkatan penggunaan KKP saat ini yang sedang dilakukan pemerintah adalah pengembangan Sistem Marketplace dan Digital Payment. Dengan menyatukan sistem marketplace yang selama ini tersedia secara terpisah-pisah berdasarkan masing-masing bank menjadi satu sistem marketplace yang terpadu. Melalui sistem ini satker dapat melakukan pemesanan maupun pengadaan barang/jasa secara elektronik dan melakukan pembayaran dengan pendebetan KKP tanpa melalui mesin EDC. Hal ini dapat menjembatani penggunaan KKP di daerah yang tidak/kurang tersedia mesin EDC. Peningkatan penggunaan KKP masih dapat dilakukan melalui upaya ektensifikasi. Salah satunya, dengan penggunaan KKP untuk pembayaran biaya langganan daya dan jasa. Antara lain, untuk pembayaran langganan listrik, telepon, air, dan langganan daya jasa lainnya. Berdasakan data OMSPAN, pagu langganan daya jasa satker tahun 2022 sebesar Rp.1.750.600.000 dan realisasi sampai dengan bulan November 2022 sebesar Rp.1.559.524.091 atau 89,09 persen. Dari realisasi Rp1,55 miliar tersebut, hanya 102,70 atau 6,39 persen yang pembayarannya menggunakan GUP-KKP. Selebihnya, menggunakan mekanisme pembayaran langsung (LS) dan GUP-Tunai. Melihat nilai realisasi tersebut, maka potensi penggunaan KKP masih bisa ditingkatkan di tahun-tahun mendatang. Dengan memberlakukan kewajiban satker dalam mempertanggungjawabkan UP KKP minimal satu kali dalam satu bulan. Juga mengenakan sanksi terhadap satker yang tidak maupun terlambat menyampaikan pertanggunjawaban UP KKP setiap bulannya. Selama ini ditengarai masih ada satker wajib KKP namun tidak pernah melakukan transaki KKP. Kepemilikan KKP hanya digunakan sebagai formalitas untuk memenuhi kewajiban terhadap peraturan yang berlaku. Diharapkan dengan semakin meningkatnya penggunaan KKP yang ditandai dengan dengan meningkatnya transaksi KKP, baik dari sisi jumlah penggunaan KKP maupun dari sisi nilai nominal transaksi KKP dapat berdampak pada terwujudnya pengelolaan APBN yang lebih transparan, aman dan berkualitas. (*)
Upaya Peningkatan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah di Wilayah Kerja KPPN Sinjai
Selasa 20-12-2022,09:25 WIB
Editor : admin
Kategori :