Aceh U-Hansa

Jumat 16-06-2023,06:03 WIB
Reporter : Muhammad Fadly
Editor : Muhammad Fadly

<strong>Oleh: Dahlan Iskan</strong> <strong>WANGI</strong> parfum baru itu bisa bertahan 12 jam. Tetap wangi. Mereknya Neelam. Saya tidak mandi malam itu. Biarlah badan tetap wangi sepanjang malam. Begitu banyak penghargaan inovasi yang diterima USK –sebutan baru untuk Universitas Syiah Kuala, Aceh. Saya minta maaf di sana: belum terbiasa dengan singkatan USK. Saya masih sering mengucapkannya dengan Unsyiah. Semua penghargaan inovasi itu terkait riset tanaman nilam. Lengkap. Dari hulu sampai hilir: pemerintah Aceh memang memercayakan riset yang terkait nilam sepenuhnya kepada Unsyiah ups USK. Tidak hanya risetnya. Sekaligus sebagai penggerak di lapangan. Mulai dari membina petani, UMKM nilam, sampai menjamin kestabilan harganya. Malam itu saya makan malam dengan Wakil Rektor bidang Akademik Prof Dr Ir Agussabti MSi IPU. Juga dengan direktur ARC (Atsiri Research Center) USK Dr Syaifullah Muhammad. Minyak nilam termasuk kelompok minyak atsiri sehingga riset itu kelak juga ke atsiri yang lain. Misalnya minyak serai. Warek Agussabti seorang doktor pertanian. Namanya seperti itu karena lahir di hari Sabtu. Syaifullah doktor teknik kimia. Keduanya sangat fasih bicara soal nilam. Mulai dari sejarahnya, keruntuhannya, sampai bangkit kembalinya sekarang ini. Di hulu inovasi tidak hanya di bidang pembenihan. Pun sampai ekosistemnya. Di tengah, penanganan USK sampai ke soal teknologi penyulingan dan ekosistem jaringan pasarnya. Di hilir sampai ke inovasi produksi parfum. Nilam adalah kata yang selalu melekat dengan Aceh. Sejak dahulu masih kala. Kata yang lain, yang juga melekat ke Aceh, Anda sudah tahu: tanaman ganja. Masih ada satu lagi: kopi Aceh. Karena nilam masih termasuk kelompok atsiri maka lembaga riset USK dinamakan Atsiri Research Center (ARC). Lembaga asing pun selalu melihat nilam sebagai potensi Aceh yang harus dikembangkan. Maka setiap ada bantuan untuk mengangkat ekonomi Aceh salah satu yang ingin dibantu adalah nilam. Pun ketika ahli membicarakan cara memakmurkan masyarakat Aceh. Terutama setelah tercapai perdamaian. Salah satu jawabnya: membangkitkan kembali nilam. Demikian juga ketika diperlukan rehabilitasi ekonomi rakyat pasca tsunami. Salah satu yang harus direhabilitasi adalah nilam. Dunia parfum memang tergantung pada minyak nilam Indonesia. Dan yang disebut Indonesia itu adalah Aceh. Memang ada nilam dari Jawa dan Sulawesi. Tapi yang terbaik adalah yang dari Aceh. Bahwa nilam di luar Aceh akhirnya mendapat pasar itu hanya karena produksi nilam Aceh terganggu: konflik di Aceh berlarut berkepanjangan. Keistimewaan nilam Aceh adalah ini: kandungan patchouli-nya tinggi. Sampai 34 poin. Mengalahkan daerah lain yang hanya 28. Unsur patchouli sangat penting untuk industri parfum. Bau wangi dari sumber bunga apa pun tidak bisa melekat tanpa patchouli. Patchouli adalah zat yang mengikat aroma agar bisa bertahan lama. Kian banyak kandungan patchouli dalam parfum kian lama wanginya melekat. Maka negara seperti Prancis berkepentingan besar agar nilam Aceh bisa bangkit lagi. Prancis ahli membuat parfum tapi tidak punya sumber patchouli. Dalam sejarahnya Belanda-lah yang jadi pedagang nilam. Belanda jual minyak nilam ke Prancis. Maka Belanda terus mencari sumber minyak nilam. Sampai jauh ke dunia timur. Belanda yang sudah menguasai perdagangan rempah tinggal menambah satu komoditas: nilam. Sumbernya sama: dari Nusantara. Maka Belanda pulalah yang melakukan penelitian. Belanda menanam nilam di berbagai wilayah Nusantara. Konon sumber awal benihnya dari Filipina –mungkin dari wilayah selatan yang dekat dengan Ternate. Waktu itu Belanda menguasai rempah Ternate. Dari hasil riset itulah diperoleh kesimpulan: yang ditanam di Aceh-lah yang terbaik. Maka Aceh menjadi sumber utama nilam Eropa. Bahkan, kata direktur riset nilam USK Dr Syaifullah Muhammad, kata nilam itu sendiri singkatan dari Netherlands Indische Landook Acheh Maatschappij. Ketika Aceh bergolak, lama-lama produksi nilam Aceh merosot. Kualitas merosot. Harga merosot. Petani tidak mau lagi menanam nilam. Kalau pun masih ada, produktivitasnya rendah. Juga merusak lingkungan: perladangannya berpindah. Lalu menggunakan kayu bakar untuk menyulingnya. Ketika satu lembaga dari Korea ingin membantu ekonomi Aceh, mereka juga memilih nilam. Tapi siapa yang harus dihubungi? Maka lembaga dari Korea itu datang ke USK. Rektor USK  Prof Dr Ir. Marwan, langsung membentuk tim riset nilam. Juga langsung menunjuk Dr Syaifullah Muhammad ST MT sebagai direktur risetnya. Itu tahun 2015. Dr Syaifullah adalah alumni fakultas tehnik kimia USK. Lalu meraih gelar master dan doktor di Perth, Australia Barat. Juga di teknik kimia. Di Curtin University. Disertasinya: Heterogeneous Catalytic Oxidation of Organic Compound. Syaifullah kini 52 tahun. Ia orang Aceh Tamiang. Hidupnya ia habiskan di USK. Khususnya di riset nilam. Indonesia kini ekspor minyak nilam 1.500 ton/tahun. Masih bisa meningkat sampai 2000 ton/tahun. Tidak semua wilayah di Aceh bisa menghasilkan nilam kualitas tinggi. Yang terbaik adalah di kabupaten Gayo Lues dan kabupaten sekitarnya. Lima tahun sudah USK all out menangani nilam. Sangat berhasil. Konkret. Nyata. Harga nilam di tingkat petani tidak pernah lagi jatuh di bawah 500.000/kg. Begitu harga turun, koperasi nilam USK membelinya dengan harga Rp 500.000. Selama lima tahun terakhir hanya sekali harga turun ke bawah Rp 500.000. Dan koperasi nilam USK benar-benar membelinya dengan harga patokan itu. Koperasi USK memang punya kemampuan untuk itu. Koperasi universitas ini sudah mendirikan perusahaan patungan dengan perusahaan Prancis: U-Green Aromatics International. Sahamnya 60-40. USK yang mayoritas. Dengan kerja sama itu koperasi nilam USK sudah bisa ekspor senilai Rp 2,5 miliar tiap 2 bulan sekali. Yang fenomenal: saat Covid-19 melanda dunia. Koperasi USK memproduksi besar-besaran disinfektan. Hand sanitizer. Mereknya: U-Hansa. U dari Universitas Syiah Kuala. Han Sa adalah bahasa Aceh yang artinya ''tidak sama''. Maksudnya U-Hansa lebih hebat. Berkat kandungan nilamnya. Hand sanitizer merek U-Hansa sangat populer di Aceh. Bekat nilam. Nilam itu harus ditanam. Ini tanaman perdu. Tingginya hanya 1 meter. Cabangnya banyak. Daunnya seperti daun waru. Tanaman pertama bisa dipanen setelah 6 bulan. Cara panen yang baik, kata Syaifullah, jangan dicabut. Potong batangnya. Sisakan batang itu 20 cm dari tanah. Dari sisa pokok pohon itu akan tumbuh lagi ranting. Empat bulan kemudian bisa dipanen lagi. Begitu seterusnya. Sebelum ada ARC, panennya tidak begitu. Batang nilam dicabut. Akar, pohon, ranting dan daunnya dijemur. Setelah kering, batang, akar, dan daun itu dimasukkan drum. Untuk disuling. 100 kg nilam kering bisa menghasilkan minyak nilam 2 kg. Rendemennya 2 persen. Itu yang diperbarui oleh ARC USK. Ditemukan cara baru budidaya nilam. Tidak boleh lagi dicabut. Tidak boleh lagi ladang berpindah. Harus menetap. Harus disertai pemupukan. Tanpa pupuk tumbuhan berikutnya jelek sekali. "Tanaman nilam sangat rakus hara. Karena itu petani langsung pindah lokasi," ujar Syaifullah. ARC memutuskan, petani harus menanam nilam di lahan yang sama. Ampas penyulingan harus ditampung dalam satu bak khusus. Dicampuri kotoran ternak. Difermentasi. Jadilah pupuk alami. Penyulingannya pun tidak boleh lagi pakai drum bekas. Bisa menurunkan kualitas minyaknya: terkontaminasi fe dari besi drum. Maka drumnya harus terbuat dari stainless steel. Dengan harga jual minyak nilam mentah di atas Rp 500.000/kg drum stainless steel itu harus diadakan. Petani masih akan bisa dapat penghasilan setara Rp 7 juta/bulan. Kini Prancis percaya kembali ke nilam Aceh. Apalagi perusahaan Prancis terlibat langsung sampai ke USK. Sejak USK turun tangan tidak ada lagi perdagangan nilam lewat rantai yang panjang: Medan, Singapura, Eropa. Kini rantai panjang itu hilang: dari Aceh langsung Prancis. Usai seminar di fakultas kedokteran USK Sabtu lalu, saya diajak ke ARC. Saya jadi banyak mendapat pengetahuan soal nilam. Saya juga ke ruang koperasi nilam USK. Nama resminya: Koperasi Inovac (Inovasi Nilam Aceh). Di etalasenya berjajar parfum produksi USK. Mereknya: Neelam. Berbagai aroma wangi berhasil diciptakan. Dengan kandungan patchouli lebih baik –maklum nggak usah beli dari Belanda. Lengan saya pun di-spray parfum Neelam. Juga di bagian di balik telinga saya. Harumnya menenangkan. Sepanjang malam. (<strong>Dahlan Iskan</strong>)

Tags :
Kategori :

Terkait