diswaysulsel, MAKASSAR - Intensitas pertarungan Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan (Pilgub Sulsel) yang mempersembahkan head to head antara Mohammad Ramdhan 'Danny' Pomanto - Azhar Arsyad (Danny - Azhar) versus Andi Sudirman Sulaiman - Fatmawati Rusdi (Andalan Hati) dipastikan berlangsung sengit.
Pasalnya, kedua pasangan ini memiliki keunggulan masing - masing. Danny - Azhar merupakan pasangan calon yang memiliki pemilih militan, sementara Andalan Hati punya logistik kuat.
Militansi pemilih Danny - Azhar tidak diragukan. Kendati pasangan ini dikenal sebagai anak lorong dan anak desa cukup merakyat. Selama kampanye dialogis di 300 titik di 24 Kabupaten/Kota, pasangan Danny - Azhar mampu menyisir daerah - daerah terisolir untuk mendengarkan langsung aspirasi masyarakat. Meski melalui medan darat yang ekstrem.
Kondisi ini berbeda dengan Andi Sudirman Sulaiman. Selama berkampanye ke masyarakat, ia cukup menyita perhatian. Kendati Sudirman berkunjung ke daerah menggunakan helikopter milik kakaknya, Andi Amran Sulaiman yang menjabat Menteri Pertanian.
Kondisi ini pun dianggap jauh dari kata merakyat. Sebab, menggunakan helikopter ke daerah, otomatis Sudirman tidak merasakan kondisi yang dialami daerah di Sulawesi Selatan, seperti jalan rusak dan sebagainya.
Fasilitas yang digunakan Sudirman memang tidak salah. Mengingat kakaknya, Amran Sulaiman merupakan pejabat negara dengan kekayaan triliunan. Klan Sulaiman tergolong Orang Kaya Baru (OKB) di Sulawesi Selatan.
Amran dikenal punya banyak duit di era kepemimpinan Presiden Jokowi sekitar tahun 2014. Ia menjabat Menteri Pertanian. Sebelum tahun itu, nama Amran justeru jarang terdengar. Berbeda dengan para saudagar Sulsel lainnya, seperti Jusuf Kalla dan Aksa Mahmud yang terkenal punya banyak duit sejak tahun 90-an.
Berdasarkan data yang dihimpun Harian Disway Sulsel dari lama resmi Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (e-LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harta kekayaan Amran Sulaiman mencapai 1,1 Triliun. Angka tersebut naik drastis dari kekayaannya pada saat mengakhiri jabatan sebagai Mentan di Oktober 2019 lalu.
Di mana saat itu harta kekayaan Amran tercatat sejumlah Rp.279 Miliar. Dia pun kembali menjabat Mentan menggantikan Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang dibekuk KPK, dan masuk pada cabinet Merah Putih Presiden Prabowo hingga saat ini. Serta sang adik, Andi Sudirman maju pada Pilgub Sulsel 2024.
Pengamat Politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Ali Armunanto mengatakan, kedua paslon yang akan berhadapan pada kontestasi Pilgub Sulsel, memiliki pola kampanye yang berbeda. Pola ini, kata dia, tentu bertujuan menyasar konteks pemilih yang berbeda pula.
“Gaya kampanye yang berbeda, tentu yang disasar juga berbeda karena ini terkait strategi. Danny-Azhar lebih cenderung menyapa langsung pemilih, sehingga mereka berusaha mengurangi jarak dengan pemilih dengan menunjukkan gaya sosialisasi yang humble (rendah hati),” ujarnya, Kamis 14 November 2024.
Gaya sosialisasi yang cenderung sederhana dengan memadankan penampilan, menurut Ali, sebagai upaya pasangan nomor urut 1 memangkas jarak sosial mereka dengan pemilih. Pola pendekatan ini tentu lebih menyasar masyarakat dengan bersentuhan langsung tanpa jarak.
“Kemarin Danny naik motor ke Seko, Rampi, terus Azhar juga biasanya cuma berjalan kaki masuk lorong. Saya rasa memang yang disasar adalah pemilihnya langsung. Dan itu akan menciptakan efek yang lebih langsung ke pemilih bawah, dan citra publik yang lebih humble,” terangnya.
Hal itu berbeda dengan gaya kampanye pasangan Sudirman-Fatma. Ali mengatakan, paslon nomor urut 2 itu cenderung mirip pendekatan seorang pengusaha, yakni pola dengan gaya cepat dan efektif. Misalnya terlihat dari transportasi yang digunakan, pasangan ini seringkali memilih helikopter agar bisa menjangkau beberapa titik kampanye sekaligus.
“Saya lihat beberapa kunjungan kan pakai helikopter sehingga dia bisa mendatangi misalnya 5 titik satu hari. Dan itu sangat efektif dalam menjangkau pemilih, dibanding Danny yang misalnya satu hari satu malam naik motor ke Seko,” katanya.
Meskipun efektif, gaya kampanye Andalan Hati ini menimbulkan citra publik yang terkesan elitis. Ali mengatakan pola ini memang seperti pola pengusaha yang butuh proses cepat dan jangkauan luas serta efektif.
“Kita lihat juga ketika mereka datang di suatu tempat, mereka jarang kontak langsung dengan pemilih. Mereka lebih banyak didatangi, atau mendatangi simpul-simpul pemilih. Jadi sifatnya lebih elitis, sedangkan pendekatannya Danny lebih merakyat,” jelas Ali Armunanto.
“Kedua pendekatan ini saya rasa masing-masing punya kelebihan. Jangkauan kampanye Sudirman lebih luas karena transportasinya efektif, tentu dengan cost (biaya) yang besar juga. Sementara Danny lebih berhitung pada citra publik tiap kegiatannya,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas ini mengatakan bahwa dalam konteks citra publik Danny-Azhar lebih unggul, sementara Sudirman-Fatma unggul pada efektivitasnya.
“Kalau berharap perhatian pemilih, maka pola Danny lebih menjanjikan. Karena tentu menciptakan bukan hanya efek terhadap orang yang didatangi, tapi publikasinya juga menciptakan efek yang hampir sama. Dia tercitrakan sebagai pemimpin yang humble, gaya politik lebih merakyat,” sebutnya.
Sementara Sudirman, gaya kampanyenya lebih efektif karena menjangkau simpul-simpul masyarakat. Sebagaimana diketahui, kata Ali, polarisasi politik di tingkat bawah digerakkan oleh elit-elit komunitas. Sehingga untuk mengimbangi keluasan jangkauan ini, dia mengatakan Danny-Azhar butuh publikasi yang lebih luas juga.
“Saya rasa strategi Danny dengan strategi merakyat dan publikasi yang massif tentu akan lebih efektif. Harus memanfaatkan media mainstream untuk pemilih yang terfokus, dan sosial media kayak tiktok, instagram untuk menjangkau pemilih yang luas,” tukasnya.
Terpisah, Pengamat Politik UIN Alauddin Makassar, Ibnu Hajar Yusuf mengatakan bahwa gaya kampanye Danny-Azhar mewakili kultur Sulawesi Selatan. Dimana pola kampanye blusukan ini, dianggap menjawab kebutuhan masyarakat adanya ruang interaksi antara pemimpin dengan rakyatnya.
"Rakyat butuh ruang interaksi, dan saya rasa kultur Bugis-Makassar sangat menginginkan ruang seperti itu. Bukan polesan dan pencitraan," katanya.
Ibnu mengatakan, figur Danny Pomanto dan Azhar Arsyad merepresentasikan calon pemimpin yang rendah hati dengan menyentuh langsung masyarakat hingga ke lapisan paling bawah. Menurutnya, Danny-Azhar tak hanya membangun komunikasi yang baik dengan para tokoh penting, tapi blusukan tersebut juga menyerap langsung aspirasi masyarakat yang mungkin belum tersentuh hingga hari ini.
"Karena wilayah sangat vital seperti pasar, bertemu dialog langsung dengan pedagang, jadi interaksi langsung dengan masyarakat. Sehingga secara tidak langsung keakraban terbangun," ucap Ibnu Hajar.
"Seorang calon pemimpin harus turun ke bawah sehingga merasakan apa yang diinginkan oleh masyakarat, apa yang menjadi permasalahan selama ini," imbuhnya.
Berbeda dengan pasangan Sudirman-Fatma, dia menilai pasangan nomor urut 2 ini sangat jarang menjumpai langsung dan menyerap aspirasi masyakarat bawah. Bahkan kata dia, komunikasi pasangan ini menonjol pada komunitas masyarakat elitis.
"Kalau pola 02 kelihatan formalitas dan sangat kaku. Sehingga kita menilainya sesama timnya dia saja dia sibuk. Jadi untuk basis basis kultural masyarakat bawah sangat jarang, dan itu dianggap formalitas,” pungkasnya.
Menanggapi pandangan publik terkait perbedaan pola kampanye ini, Juru Bicara paslon DiA, Asri Tadda mengatakan, perbedaan gaya kampanye kedua paslon ini adalah hal yang wajar.
“Saya kira perbedaan biasa saja ya. Kan Paslon DiA memang tidak punya helikopter atau pesawat pribadi kodong,” ucap Asri saat dihubungi Harian Disway Sulsel, Kamis 14 November 2024.
“Jadi pilihan transportasi ini bukan disengaja, tapi karena memang begitulah DiA selama ini. Tidak dibuat-buat. Pasti rakyat bisa menilainya sendiri,” tambahnya.
Lebih jauh, Ketua Relawan Perubahan Sulsel (RPS) ini pun menyampaikan, dengan gaya kampanye paslon DiA selama ini, penerimaan masyarakat sangat baik dalam berbagai pertemuan langsung.
“Alhamdulillah, selama ini, respon rakyat terhadap kedatangan DiA begitu baik. Titik kampanye kami selalu ramai dipenuhi warga yang ingin bertemu langsung dengan DiA. Lagipula, secara personal, baik Pak Cagub Danny Pomanto maupun Pak Azhar Arsyad, memang tak ada jarak dengan siapapun,” imbuhnya.
Dikonfirmasi terpisah mengenai gaya kampanye yang sarat dengan kemewahan, kubu Andalan Hati enggan memberikan respon. Meski Harian Disway telah mencoba untuk mengonfirmasi.