Ajiep Padindang Prakarasai Dialog Kritis Buku Digital Anatomi Sang Kursi

Ajiep Padindang Prakarasai Dialog Kritis Buku Digital Anatomi Sang Kursi

<!-- wp:paragraph --> <p>DISWAY, MAKASSAR, -- Ikatan Asosiasi Penerbit Indonesia (IKAPI) menggelar Dialog Kritis Atas Buku Digital "Anatomi Sang Kursi" yang merupakan karya Moch Hasymi Ibrahim, di Cafe Red Corner, Jalan Yusuf Daeng Ngawing, Sabtu (26/02/2022).</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Dialog ini difasilitasi Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dr.H.Ajiep Padindang.,SE.,MM. Hadir para penulis dan budayawan Sulsel.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Ketua IKAPI Sulsel Goenawan Monoharto dalam pengantarnya menjelaskan bahwa IKAPI kini berusia 15 tahun dengan anggota 35 penerbit.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>"Anggota IKAPI sebelumnya hanya berkisar belasan penerbit. Nanti dua atau tiga tahun sejak pandemi Covid-19, jumlah anggota meningkat," terang Goenawan.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Goenawan mengatakan, mengantisipasi perkembangan teknologi komunikasi di era digital yang sangat mempengaruhi perkembangan penerbitan maupun perbukuan khususnya di daerah Sulsel. Maka sangat dibutuhkan kebersamaan dan dukungan sesama pengusaha penerbitan, terutama anggota IKAPI, dalam mempertahankan kegairahan penerbitan buku agar tetap eksis, produktif, kreatif, dan inovatif di dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>"Saya tekankan bahwa IKAPI merupakan penyedia jasa penerbit buku bukan penerbit. Semoga Penerbit di Sulsel lebih maju," jelasnya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>"Dengan kegiatan dialog yang difasilitasi Pak Ajiep Padindang, tentu sekarang lebih terhormat lagi," ujarnya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dr.H.Ajiep Padindang.,SE.,MM, menilai Moch Hasymi Ibrahim melalui karyanya mampu menulis dan menarasikan keadaan negara maupun sosial politik di era 1992. "Dan pada tahun ini baru terwujud dari tahun 1993 sampai 1997," sebutnya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>"Saya memprakarsai kegiatan ini, karena sekarang banyak yang mampu menulis tapi bukan penulis. Akhirnya, kualitas karyanya masih perlu diperdebatkan," tegas Ajiep.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Menurut mantan Ketua Komisi A DPRD Provinsi Sulsel ini menyatakan sentralisasi zaman sekarang jauh lebih kejam ketimbang masa orde baru."Bayangkan saja sebuah undang-undang dilahirkan dengan sangat sederhana. Hanya beberapa hari saja sudah terbentuk," katanya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Moch Hasymi Ibrahim pun mengapresiasi perhatian besar dari Ajiep Padindang terhadap karyanya yang pernah dan sekarang dia kerjakan.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>"Saya tidak pernah bayangkan. Motivasi utama karya ini sebenarnya cuma sekadar dokumenasi. Harapannya, pikiran-pikiran bahwa masih adakah relevansinya dengan kondisi kekinian kita," paparnya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Penulis dan budayawan Sulsel itu mengatakan buku digital Anatomi Sang Kursi ini merupakan karya keduanya. Di mana setiap pekan dibuat untuk merespon peristiwa termasuk kondisi politik di Sulsel.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Tanpa sadar, sambung Hasymi, isu politik yang berkembang di era tahun 1990an muncullah tema tunggal, yakni melawan hegemoni kekuasaan.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>"Ketika berbicara politik, maka sejauh ini kita harus berpikrah di Jakarta. Bahkan, Kita baru merasa tokoh kalau berkiprah di Jakarta. Kiblat kultural kita adalah Jakarta karena memang format politiknya seperti itu," jelasnya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Hasymi menilai pengendalian kekuasaan melalui organisssi terpusat tunggal. Misalkan saja urusan pemuda harus lewat KNPI. Kemudian mengurus buruh harus serikat buruh.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Jadi semua elemen masyarakat diurus elemen tunggal di pusat. "Maka tidak heran kalau akses kekuasaan di masa kini yakni nepotisme. Semua proses harus ada isi tas, bukan kapasitas lagi," sambungnya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Hasymi mengatakan yang digelisahkan di dekade itu bagaimana kawasan Timur ini punya akses dalam pengelolaan negara. "Sekrang masih jadi problem karena ketimpangan itu. Saya sepakat dengan pernyataan Pak Ajiep yang mengatakan undang-undang dikebut beberapa hari jadi. Misal cipta kerja yang juga menarik kewenangan kembali ke pusat," katanya.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>Hasymi pun melihat masa kini Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme bertransformasi. Dia menyentil anak kepala daerah yang duduk sebagai anggota DPRD.</p> <!-- /wp:paragraph --> <!-- wp:paragraph --> <p>"Jadi, kalau Dr Marwah Daud menyatakan muncul penjajahan baru, yah itu terjadi saat ini," kuncinya. (*)</p> <!-- /wp:paragraph -->

Sumber: